Kemenkop dan UKM Implementasikan Konsep Korporasi Petani Model Koperasi

• Sunday, 2 Feb 2020 - 22:10 WIB

JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM mengimplementasikan konsep Korporasi Petani Model Koperasi untuk Industrialisasi Pertanian sebagau upaya mewujudkan visi Presiden Joko Widodo bahwa petani harus masuk ke industri karena di sanalah letaknya nilai tambah bagi petani.
 
Terkait dengan itu, Kementerian Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Agriterra mendampingi tujuh koperasi pertanian terpilih untuk mengimplementasikan konsep tersebut. 

“Di sini koperasi berperan sebagai buffer (bantalan) yang akan melindungi petani dari dampak langsung pasar bebas atau peluang kerugian usaha,” kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
 
Agriterra adalah Organisasi Non-Pemerintah (NGO) dari Belanda sebagai lembaga konsultan kelas dunia yang khusus mendampingi koperasi-koperasi pertanian dalam membangun industri di sektor pertanian. 

Pada November 2018, Kementerian Koperasi dan UKM menandatangani Memorandum Saling Pengertian (MSP) dengan Agriterra untuk mengelaborasi konsep Korporasi Petani Model Koperasi untuk Industrialisasi Pertanian.
 
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan, salah satu syarat utama terwujudnya korporasi petani adalah adanya kelembagaan ekonomi yang kuat. “Tidak lagi individualistik dan sendiri-sendiri,” katanya.
 
Oleh karenanya, kata Teten, semua pihak harus mendorong petani berkoperasi. “Koperasilah yang akan menjaga setiap anggota mendapatkan keuntungan yang sama, bilamana rugi risikonya dibagi ke seluruh anggota sehingga ruginya tidak terasa,” tandasnya.
 
Sebagaimana diketahui, Agriterra telah melakukan pendampingan kepada KSU Citra Kinaraya guna mengimplementasikan konsep Korporasi Petani Model Koperasi dengan bersama-sama menggagas pendirian pabrik beras modern 100 persen milik petani yang nantinya akan menghasilkan beras premium kualitas ekspor dan juga beras aromatik (specialty).
 
KSU Citra Kinaraya berlokasi di Desa Mlatiharjo, Demak, Jawa Tengah dan berdiri sejak 2012, fokus memproduksi beras khusus (custom) dengan bibit yang didapat dari hasil pemuliaan sendiri.
 
Teten mengatakan Konsep Korporasi Petani Model Koperasi pengembangannya adalah koperasi mendirikan pabrik pengolahan beras terpadu secara otonom dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan kepemilikan saham dominan atau 100%. 

“Nilai investasi pendirian pabrik beras adalah Rp40 miliar dan harus didukung dengan luas lahan garapan minimal 800 hektare sawah (maksimal 2000 hektare) untuk menjamin pasokan gabah setahun penuh ke pabrik beras,” katanya. 

Investasi diperoleh melalui kredit investasi sebesar 70% dari nilai investasi (Rp28 miliar) dan 30% sisanya (Rp12 miliar) adalah ekuitas yang dihimpun dari petani anggota koperasi.
 
Investasi petani anggota berupa Sertifikat Hak dan Kewajiban Jual Gabah (SHKJG) sebesar Rp15 juta dengan dengan kewajiban supply hasil panen satu hektare setiap tahun ke pabrik beras. Investasi petani anggota ini merupakan konversi dari simpanan wajib.
 
Selama ini beras merupakan salah satu komoditas utama di Indonesia, potensinya besar namun tidak memiliki daya saing. Hal ini dikarenakan pengelolaan di bawah kapasitas dan dilakukan oleh petani/kelompok tani/koperasi secara kecil-kecil dan tidak dalam skala industri, sehingga production cost-nya menjadi tinggi.
 
“Dengan usaha pengolahan berskala industri ini akan tercipta nilai tambah yang akan dikonversi menjadi harga gabah petani yang tinggi atau di atas harga pasar,” katanya.
 
Beberapa tahapan telah dilakukan untuk mendorong konsep Korporasi Petani Model Koperasi ini. 

Tahap pertama diawali sejak akhir 2017 di mana tim Kementerian Koperasi dan UKM, KSU Citra Kinaraya, dan Agriterra melakukan berbagai roadshow ke beberapa desa di Kabupaten Demak dan Sragen dengan mengudang petani-petani dan tokoh-tokoh desa setempat untuk memberikan pemahaman tentang konsep tersebut dengan harapan dapat mengubah mindset petani dari subsisten menjadi bisnis dengan melakukan investasi pada industri yang dikembangkannya.
 
Tahap selanjutnya adalah akses pembiayaan. Beberapa lembaga pembiayaan telah dijajaki untuk mendukung konsep ini, antara lain Bank Sinarmas melalui skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada petani untuk memenuhi ekuitas (30% dari total investasi) dan Lembaga Penyalur Dana Bergulir (LPDB-KUMKM) maupun lembaga perbankan lainnya untuk memenuhi kredit investasi (70% dari total investasi).
 
Sampai Desember 2019, hasil konsolidasi petani terdata luasan lahan 662 hektar dari 439 petani. Yang sudah terverifikasi untuk memperoleh KUR sebanyak 421 petani dengan luasan lahan 636 hektar atau senilai Rp9,5 miliar dari target ekuitas Rp12 miliar.
 
KSU Citra Kinaraya dan Agriterra dengan dukungan Kementerian Koperasi dan UKM tetap melakukan roadshow ke beberapa Kabupaten sentra padi lainnya di Jawa Tengah untuk melanjutkan proses konsolidasi petani demi memenuhi kuota lahan minimal 800 hektare atau bahkan lebih. (ANP)