Pemakaian Gawai Pada Anak, Filter Utama Ada di Orangtua

• Wednesday, 26 Feb 2020 - 17:09 WIB

Jakarta - Fenomena anak memakai gawai, rasanya bukan hal yang aneh lagi. Lihat sekeliling kita. Dengan mudah ditemukan tangan-tangan mungil yang begitu lihai memainkan game di gawai. Tatapannya pun fokus menuju layar saat menonton aneka video.

Gawai jadi menyenangkan, karena terhubung dengan internet yang memungkinkan pengguna mengakses youtube, game online maupun aplikasi menarik lainnya.

Tapi, menyenangkan bukan berarti tak berbahaya.

Mengutip sebuah studi yang diterbitkan di jurnal JAMA Pediatrics, paparan gawai lebih dari satu jam per hari bisa menghambat perkembangan otak anak.

Belum lagi ancaman lainnya seperti eksploitasi seksual secara online, oleh para predator dunia maya.

Di sini orangtua memegang peran penting bagi anaknya. Perwakilan UNICEF untuk Indonesia, Astri Suryandari, orangtua harus menjadi contoh bagaimana menggunakan gawai dengan bijak.

“Kita perlu membatasi penggunaan gawai, jangan sampai anak dilarang tapi kitanya sendiri setiap saat menggunakan gawai. Orang tua harus menjadi role model bagi anak-anaknya,” kata Astri sebagaimana dikutip dari indonesiainside.

Orangtua juga wajib memantau kebiasaan anak saat menggunakan gawai. “Orang tua perlu mengetahui berapa lama anak mereka berselancar di dunia maya dan konten apa saja yang sering mereka cari,” lanjut Astri.

Pemahaman orangtua terhadap kebiasaan anak berselancar menjadi hal krusial. Karena kementerian Komunikasi dan Informatika pun mengakui, dunia maya bukan area yang aman bagi anak.

“Internet saat ini tidak ramah untuk anak. Sehingga anak harus didampingi oleh orang tua ketika mengakses internet,” kata Riki Arif Gunawan, Plt. DIrektur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemenkominfo beberapa waktu silam.

Ia pun mengingatkan orangtua agar tidak membiarkan anak mengekspos data bersifat privat di internet. “Karena apabila terekspos, data pribadi kita gampang diprofile. Jadi penjahat dengan mudah melakukan kejahatan terhadap kita dan keluarga kita," ujar Riki.

Masalahnya justru, ada (bahkan banyak) orangtua yang senang melihat anaknya "anteng" bermain gawai. Perangkat macam ponsel dan tablet, seringkali diposisikan sebagai teman bermain yang ampuh bikin anak jadi tak rewel.

Uli, misalnya. Ibu 2 anak ini mengakui sering membiarkan anaknya, Ayra (6  tahun) asyik mengutak-atik gawai sendirian, selagi ia mengerjakan seabrek tugas rumah.

"Lumayan sih, sering nonton kartun di youtube jadi bisa bahasa Inggris sedikit-sedikit," kata Uli.

"Lagian kalau dikasih hp (ponsel) dia jadi anteng. Saya bisa cepat masak, nyuci dll," kata Uli sambil tertawa. Meski dia pun sadar, pilihannya bukan cara ideal untuk mengasuh anak.

Pendiri yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman paham betul dengan dilema yang dihadapi orangtua seperti Uli. Tapi ia mengingatkan, "Masa kita mengajari anak dengan menyerahkannya di hadapan layar ponsel?"

Menurut Elly, filter pertama penggunaan gawai justru terletak pada orangtua, bukan pada anak. "Dampingi mereka. Ibu dan bapaknya yang harus siap. Bagaimana anak diberikan gadget tapi orang tuanya tidak mengerti pengawasan?" tutur Elly.  

Karena itu yang utama, menurut Elly, orangtua harus memberi pemahaman yang terus menerus pada anak, apa tujuan mereka memakai gawai.

“Bekali dulu sebelum anda kasih, ini nak ini ayah kasih untuk kepentingan abcd. Semua harus didialogkan. Jangan cuma bisa menegur saat kesalahan sudah terjadi," katanya.

Hal lain yang harus dilakukan adalah batasi waktu pemakaiannya. Khusus anak di bawah usia lima tahun, American Academy of Pediatric menyebutkan batas maksimal memainkan gawai adalah satu jam.

Jadi, ayo batasi dan awasi pemakaian gawai oleh anak-anak kita. Karena mereka terlalu berharga, untuk dibiarkan larut dalam dunia maya. (Mus)