Relawan Dapur Umum Minta Pemerintah Jogjakarta Gratiskan Biaya Toilet Untuk Buruh Gendong Perempuan

FAZ • Thursday, 19 Nov 2020 - 13:02 WIB
Okezone.com

Yogyakarta - Setelah beroperasi selama sebulan sejak 19 Oktober 2020, Dapur Umum Buruh Gendong Perempuan Yogyakarta (DU-BGPY) tahap 1 akhirnya selesai pada 13 November 2020 kemarin. Sebanyak 3.042 nasi bungkus telah diterima oleh 283 buruh gendong perempuan terdampak pandemi Covid-19 di Pasar Beringharjo, Giwangan, Kranggan, dan Gamping secara bergiliran.

Setelah rehat selama sepuluh, dapur umum tahap 2 akan aktif kembali pada 23 November hingga 22 Desember 2020 mendatang untuk sajikan 6.509 nasi bungkus bagi buruh gendong di empat pasar setiap hari tanpa harus bergiliran.

Dalam kegiatan tahap 1, DU-BGPY sekaligus menghimpun informasi tentang situasi sehari-hari yang dihadapi oleh buruh gendong perempuan, khususnya yang bekerja di Pasar Beringharjo.

Sebagai pasar terbesar di DIY, jumlah terbanyak buruh gendong berada di pasar ini. Ada sekitar 145 orang buruh gendong di Beringharjo pada masa pandemi Covid-19 ini (sebelum pandemi sekitar 400 orang). Sebagian besar mereka adalah perempuan dan tidak sedikit yang sudah lanjut usia, yang telah puluhan tahun bekerja di pasar. Di tengah pandemi COVID-19, mereka tetap bekerja demi penuhi kebutuhan keluarga.

Tak sedikit buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo yang berasal dari luar Kota Yogyakarta, seperti Kabupaten Kulonprogo. Dalam sehari, mereka sisihkan uang sebesar Rp 14.000 untuk ongkos bus pulang-pergi dari rumah ke pasar, serta minimal Rp 5.000 untuk makan siang berupa nasi tempe. Jika sebelum pandemi mereka bisa membawa pulang Rp 40.000 sehari setelah dipotong ongkos dan makan, di masa sekarang membayar ongkos bus saja dirasa sulit, apalagi membawa uang lebih saat kembali ke rumah.
Disanalah DU-BGPY berperan. Dapur umum menyalurkan makan siang gratis bagi mereka agar dana yang biasa digunakan untuk membeli makan, bisa dibawa pulang. Nasi bungkus tidak diberikan secara acak atau sporadis, melainkan kepada buruh gendong perempuan yang sama setiap hari, yang memberi dampak lebih besar, seperti “keamanan pangan” ketika penghasilan yang didapat hari itu sangat kecil.

Psikologis para ibu dan mbah buruh gendong juga relatif baik karena yakin ada makan siang gratis yang akan datang setiap hari, tidak perlu puasa, berhutang, atau nombok.

Sebungkus nasi dapat menolong mereka dalam menghemat pengeluaran yang sudah sangat kecil tersebut (berkisar Rp. 15.000 – Rp. 25.000/hari), dan mereka dapat memperkirakan pengeluaran selama kegiatan dapur umum berlangsung. Dapur umum akan terus berjalan selama masih dibutuhkan, dengan dukungan dari masyarakat berupa tenaga sebagai relawan dan donasi berupa uang dan bahan pangan.

Selain sejumlah pengeluaran di atas, buruh gendong masih harus menyisihkan uang untuk membayar tarif toilet umum pasar sebesar Rp 1.000 sekali pemakaian.

Di masa pandemi ini, ketika banyak sekali aturan keringanan yang diberikan kepada masyarakat dan pengusaha (pajak, kredit, listrik, dll), tapi pemerintah daerah/kota lupa dengan keberadaan kelompok marjinal di pasar-pasar yang juga sangat membutuhkan berbagai keringanan, salah satunya biaya toilet.

Biaya Rp. 1.000 sekali pemakaian toilet menjadi sangat besar bagi buruh gendong perempuan yang penghasilannya menurut tajam akibat pandemi. Belum lagi kondisi tolet yang tidak cukup layak dari sisi kebersihan, walaupun cukup memadai dari sisi jumlah. Ironisnya, tak jauh dari Beringharjo ada toilet berkelas internasional, yang dibuka untuk umum tanpa dipungut biaya di kawasan Nol KM Yogyakarta.

Toilet mewah ini dibangun Pemda DIY dengan biaya Rp 5,8 miliar, dengan standar kebersihan tinggi untuk menunjang kegiatan wisata di pusat kota. Artinya, fasilitas umum yang layak dan gratis itu realistis untuk diadakan, seperti halnya manajemen toilet di kompleks stasiun kereta api saat ini, apalagi untuk rakyat miskin terdampak pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama 8 bulan lebih.

Informasi terbaru adalah fasilitas tolilet gratis yang diusahakan sejak tahun 2015 sudah mendapat janji akan digratiskan karena kontrak sebagian pengelola toilet akan habis di bulan November ini, sebagian lagi di akhir bulan Desember nanti.

Namun dikarenakan belum adanya keputusan resmi mengenai hal ini, dan kebiasaan bahwa akan ada tender kontrak pengelolaan toilet baru setelah adanya kontrak yang berakhir, maka menurut DU-BGPY advokasi fasilitas toilet gratis di semua pasar harus tetap dilakukan sampai benar-benar terealisasi.

Dapur umum adalah salah satu cara rakyat membantu sesama rakyat di masa krisis kesehatan sekaligus ekonomi yang terjadi saat ini, maka sudah sepantasnya pemerintah kota/daerah melaksanakan kewajibannya dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyat miskin, apalagi kepada mereka yang tetap ikut serta menggerakkan ekonomi daerah dari pasar-pasar.