Kontroversi Remisi Koruptor

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Narasumber:
Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr. Denny Indrayana
Anggota Komisi III DPR Dr. Deding Ishak
Direktur Advokasi Pukat UGM Oce Madril
Dosen Hukum Pidana UI Ganjar L. Bondan

JAKARTA -- Dosen hukum pidana UI Ganjar L. Bondan menyatakan, semangat pemberantasan korupsi harus didasari oleh landasan undang - undang yang kuat. Bahkan, menabrak undang - undang khusus pun, seharusnya disahkan untuk melawan 'extra ordinary crime' seperti korupsi.

Hal itu diungkapkan Ganjar, dalam diskusi Polemik Sindo Radio, dengan tema Kontroversi Remisi Koruptor di Warung Daun - Cikini, Sabtu (10/03).

Lebih lanjut Ganjar mengungkapkan, moratorium pemberantasan korupsi seperti pengetatan remisi bagi koruptor, yang dibuat oleh Kementrian Hukum dan HAM, normanya harus mengakar kuat di masyarakat.


Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menegaskan, akan konsisten mempertahankan moratorium pengetatan remisi bagi koruptor, meski diputus kalah oleh PTUN.

Untuk itulah, Kemenkumham memutuskan banding ke Mahkamah Agung untuk menguji aturan tersebut. Denny menilai, remisi koruptor harus berbeda dengan pencuri sandal jepit. Ia juga menambahkan, penentangan kebijakan moratorium pengetatan remisi koruptor adalah argumen manipulatif dan koruptif.


Sedangkan anggota DPR, Deding Ishak menyatakan setuju dengan adanya aturan pengetatan remisi bagi koruptor. Namun karena Indonesia adalah negara hukum, maka semua kebijakan harus ada dasar hukum.


Selain itu, Direktur Advokasi Pukat UGM Oce Madril meminta, hakim yang menguji aturan pemberantasan korupsi seperti pengetatan remisi bagi koruptor, tidak gagal paham. DPR juga harus punya semangat untuk membantu pemberantasan korupsi.

(riz)