TeleNOVELa KPK–POLRI

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Kisah cicak buaya jilid "bersambung" masih begitu terasa pasca pelantikan Jendral Polisi Badrodin Haiti sebagai Kapolri. Bagai Kisah berulang, polri kembali membuat langkah yang mengejutkan banyak pihak. Langkah "cooling down" yang sebelumnya terus diupayakan antara hubungan KPK- Polri kembali memanas. Hal ini ditandai dengan penangkapan paksa penyidik KPK Novel Baswedan terkait kasus dugaan penganiyayan ketika masih berseragan kepolisian tahun 2004 di Bengkulu.

Dalam dialog Polemik Sindo Trijaya FM dengan tema " TeleNOVELa KPK-POLRI" (2/5) di Warung Daun Cikini, Jakarta, 4 narasumber saling mengeluarkan pendapat  yang membuat dialog menjadi hangat. Komisioner KOMPOLNAS Adrianus Meliala mengatakan kasus novel baswedan bukan masalah Polri-KPK tapi hukum yang harus diselesaikan. "Ini murni hukum, yang harus diselesaikan agar kasus yang mandek di polri bisa diselesaikan" jelas Adrianus.

Adrianus menjelaskan, kasus Novel Baswedan dulu dinilai sebagai sinyalemen bales dendam dengan mencari kelemahan penyidik. Hal ini terjadi ketika KPK menangani kasus simulator sim yang melibatkan perwira tinggi polri Djoko Susilo.

Namun, menurut Adrianus, pada saat ini ketika kasus mencukupi bukti dan matang kemudian dimunculkan. Dan ini lebih dilatar-belakangi dengan kecukupan bukti dan fakta-fakta yang mendukung.

"ini murni hukum, dan jangan mengaitkan antara institusi Polri dan KPK," jelasnya.

Adrianus menegaskan, jika ada yang tidak puas dengan langkah polri bisa menggunakan mekanisme sidang pra peradilan.

"Pra peradilan atau langkah hukum lain, bisa diajukan untuk menguji dengan eksaminasi di pengadilan," tutup Adrianus

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia-PMHI, Fadli Nasution. Fadli mengatakan proses hukum Novel Baswedan adalah sesuai ketentuan. Jika ada pelanggaran hukum harus di proses.

"Persoalan Novel Baswedan, adalah hukum, jangan dikaitkan dengan institusi KPK-polri," tegas Fadli.

Menurut Fadli, biarkan polri menyelesaikan dan memproses kasus novel sampai ke pengadilan.

"Sehingga proses hukum itu menjadi lebih kuat, dengan segala pembuktian di pengadilan,'' jelasnya.

Fadli menjelaskan, sesuai konstitusi bagi pihak yang berkeberatan dengan langkah polri dapat menggunakan mekanisme pra peradilan.

"Gunakan saja mekanisme yang ada, jika dinilai adanya pelanggaran prosedur dalam KUHAP," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai pemeriksaan penyidik KPK Novel Baswedan adalah proses hukum  biasa dan menolak jika dikaitkan dengan KPK."Harus di jalankan, sesuai dengan acara KUHAP bisa dipahami. Kalau polisi diam saja terkait suatu kasus, ada keadilan yang ttidak terselesaikan," ungkapnya.

Namun demikian, menurut Asrul, sebuah proses hukum juga harus dilihat dari aspek2 lain, tidak hanya hukum acara dan kepolisian punya kewenangan.

"Misalkan Novel dijemput paksa, dengan penangkapan agar kepolisian bisa memenuhi permintaan kejaksaan dan jika selesai kepolisian tidak meneruskan penahanan," kata Arsul.

Arsul mengatakan langkah penahanan hanya akan menimbulkan emosi di masyarakat dan mengganggu kinerja KPK.

"Penahanan itu subjektif dan pilihan. Bisa saja penahanan ditangguhkan atau dengan status penahanan kota," jelasnya.

Arsul mengharapkan kedua institusi KPK dan polri tetap harus duduk bersama. "Harus duduk bersama, menurunkan tensi dan intonasi suara dengan facilitator seperti melalui presiden jokowi," harapnya.

Disisi lain, Koordinator Badan Pekerja KontraS Haris Azhar mensinyalir proses hukum terhadap Novel Baswedan Lebih dari penegakan hukum, dan memiliki banyak motif. "Ini sudah melebihi pelemahan KPK yang saat ini sudah lemah. Tapi Upaya untuk menghabisi semua pihak yang menentang polisi," ungkap Haris.

Menurut Haris, banyak sekali pelanggaran prosedur KUHAP yang dilanggar polri dalam pemeriksaan Novel. Haris mencontohkan, pasal tuduhan berubah, Pemeriksaan tanpa di dampingi pengacara, penggeledahan rumah tanpa surat, dan jauh dari TKP di bengkulu. " Apa urusannya rumah di Kelapa Gading dengan peristiwa di Bengkulu, dan polri membawa laptop anak dan istrinya?, " tanya Haris.

Haris menjelaskan hukum dipakai untuk memperburuk situasi dan dijalankan tidak teratur serta tidak memenuhi aturan. "Seharusnya penegakan hukum, juga menaati ketentuan yang ada di KUHAP secara sempurna," jelasnya.

Haris mengungkapkan, sejauh ini pihaknya juga berencana akan melakukan upaya hukum pra peradilan.

"Novel tidak satupun menolak proses hukum atau cengen dan tetap maju terus, " tutupnya.

 



(Akmal Irawan)