Hercules & Ironi Alutsista TNI

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Tragedi Kecelakaan pesawat hercules milik TNI Angkatan Udara kembali terjadi di tanah air. Belum lama ini pesawat buatan amerika serikat dengan nomor C-130 kembali jatuh di jalan Jamin Ginting, Medan Sumatera Utara, pada selasa (30/6). Sejumlah dugaan muncul terkait jatuhnya pesawat hercules itu. Ada yang beranggapan kelebihan kapasitas, menyenggol antena radio sampai dengan adanya kerusakan mesin pesawat.

Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Fuad Basya dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya FM jakarta bertema "Hercules & Ironi  alutsista TNI" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (4/7) mengatakan, untuk sementara waktu seluruh operasi pesawat Hercules dihentikan dan akan digunakan kembali setelah tim investigasi menemukan penyebab jatuhnya pesawat hercules itu.

Jendral bintang dua itu menilai, pesawat Hercules yang jatuh itu, bila dilihat dari umur pemeliharaannya masih memenuhi syarat untuk terbang. Hal tersebut terlihat dari selisih jam terbang pesawat dengan akhir usia jam terbang pesawat. Dimana, sesuai dengan aturannya akan berakhir pada usia 38 ribu jam terbang, namun sekarang baru mendekati 20 ribu jam terbang artinya pemeliharaannya masih ada 18 ribu jam terbang lagi dan dianggapnya masih layak untuk terbang.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya meminta berharap jatuhnya pesawat hercules C-130 di medan menjadi kecelakaan yang terakhir kali baik itu penerbangan sipil maupun militer. Oleh karena itu Komisi I DPR RI mendukung pembelian alutsista baru, bukan bekas. Meski kapuspen TNI menyatakan pesawat hercules yang jatuh masih layak terbang dan akhir usia jam terbangnya masih cukup lama, tantowi menduga ada dua hal dari peristiwa kecelakaan itu, diantaranya,  kondisi alutsista yang sudah uzur dan teknologi yang sudah tidak relevan untuk saat ini. Disisi lain Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu juga menyindir pihak pengelolah properti, yang seharusnya landasan udara tidak berdekatan dengan pemukiman. Pihaknya juga akan mendesak agar landasan udara yang berada di tengah pemukiman untuk dipindahkan.

Sependapat dengan wakil ketua komisi I, Pengamat militer Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menilai, pembenahan alutsista TNI tidak akan selesai hanya dengan membicarakan ya di media sosial. Pembicaraan soal pembenahan alutsista harus dilakukan menyeluruh. Susaningtyas menilai selain karena uzurnya alutsista TNI, salah satu penyebab jatuhnya Pesawat Hercules C-130 diduga karena kelebihan beban (overweight) dan ada oknum yang diduga mengkomersialkan pesawan hercules. Dan jika hal itu benar, yang harus diperbaiki bukan soal modernisasi saja, TNI secara keseluruhan harus melakukan pembenahan secara holistic.

Menanggapi pernyataan Susaningtyas, Kapuspen TNI mayjend Fuad Basya berjanji, pihaknya  akan menindak tegas bila ada oknum anggotanya yang mengkomersialkan pesawat hercules C-130 milik TNI AU yang Jatuh di medan. Menurut fuad yang boleh naik pesawat Angkatan Udara TNI itu hanyalah keluarga TNI, kepala daerah, dan publik , seperti mahasiswa yang ingin melakukan studi. bahkan mekanismenya sangat ketat lantaran harus izin ke kapuspen TNI Angkatan Udara.

Dirut PT Pindad, Silmy Karim memastikan, pesawat hercules yang jatuh di daerah pemukiman di medan, bukan barang bekas apalagi peralatan didalamnya telah memenuhi persyaratan maupun kaidah yang diterapkan sistem TNI AU.  Menurut Silmy, masalah utama alutsista karen kementrian pertahanan dan mabes TNI belum memunculkan agenda pertahanan yang riil. Menurutnya, ketika indonesia memiliki pilihan membangun pertahanan dengan membeli alutsista dari luar, itu dinilainyamasuk dalam kategori belum riil, karena mSih ada ketergantungan dengan negara lain.

Sementara itu, Presiden Indonesia Aviation and Aerospace (IAAW), Capt. Soenaryo Yosopratomo meminta kepada semua pihak yang tidak memahami secara mendalam terkait kecelakaan pesawat hercules C-130 untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang spekulatif, Karena belum ada hasil investigasi resmi. Menurutnya pernyataan spekulatif itu pada kenyataannya sebagian besar cenderung menyudutkan pihak-pihak tertentu. Dan pihaknya khawatir dengan banyaknya pernyataan-pernyataan yang belum tentu kebenarannya, akan membuat masyarakat bingung dan hal itu juga berpotensi untuk dijadikan friksi pada pihak-pihak tertentu.

 



(Tito Suhandoyo)