DE JAVU HARGA SEMBAKO

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jelang bulan puasa dan hari raya Idul Fitri, harga kebutuhan pokok selalu mengalami fluktuasi, dan ini menjadi kebiasaan setiap tahunnya. Untuk itu, pemerintah harus bisa mempersiapkan langkah diantisipasi.

Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Yanuardi menjelaskan, pihaknya telah melakukan manajemen tanam untuk menyiasati fenomena naiknya harga pangan menjelang Ramadan dan Idul Fitri.

"Kementan sudah menaikkan produksi pangan agar persediaan cukup dan harga bisa stabil. Harga pangan tidak akan kembali turun ke harga sebelumnya setelah Ramadan. Sehingga, pemerintah harus melakukan berbagai upaya agar harga pangan bisa turun secara perlahan," ujar Yanuardi dalam diskusi POLEMIK sindotrijayaFM ‘DE JAVU HARGA SEMBAKO’ di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (4/06/2016).

"Seperti bawang, kita bikin manajemen di hari besar produksinya kita naikkan 10 persen. Kebutuhan di bulan Juni itu 81.157 Kg dan di Juli 89.615 Kg itu kebutuhan di Indonesia. Kami merencanakan produksi di bulan Juni bisa sampai 126.130 Kg dan di Juli sampai 137.807 Kg," tambah Yanuardi.

Yanuardi juga mengaku harga pangan di pasar sudah mulai naik meski belum memasuki bulan Ramadan. Padahal, bulan Juni dan Juli adalah musim panen sehingga harga pangan bisa ditekan jika produksi ditingkatkan.

"Cabai merah di pasar induk harganya Rp 15.000 per Kg, tapi di ritel harga Rp 30.000 per Kg. Ini tadi pagi. Bawang merah di pasar induk Rp 26.000 hingga Rp 29.000, tapi di Pasar Minggu harganya bisa sampai Rp 35.000 hingga Rp 40.000," jelas Yanuardi.

"Fenomena ini yang harus kita perbaiki, bulan Juni dan Juli itu musim panen di Indonesia dan harusnya harga turun," tambah Yanuardi.

Menanggapi hal ini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik Sasmito Hadi Wibowo meminta adanya program jangka pendek dan panjang, untuk persiapan dalam menghadapi pergerakan harga pada hari libur dan raya besar.

“dalam jangka pendek, BPS ingin pemerintah tetap menjaga agar tidak ada ‘upacara rutin’ kenaikan harga pada saat bulan puasa dan lebaran” ujar Sasmito. Selain itu, sasmito juga meminta perhatian terhadap harga ini tidak hanya saat puasa dan lebaran tetapi juga libur akhir tahun, natal dan imlek.

Untuk itu diharapkan kedepan, tidak ada ‘upacara rutin’ kenaikan harga kebutuhan pokok pada masyarakat.

            Dari sejumlah kenaikan harga ini, salah satu yang menjadi perhatian pemerintah adalah harga daging, yang diminta presiden pada tahun ini bisa dijual dibawah Rp 80 ribu perkilo gram.

            Untuk itu, Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia Asnawi mengusulkan adanya penataan kembali terhadap sistem peternakan yang dari hulu. “swasembada daging harus bisa dimulai dari pengelolaan sapi hidup, selain itu, adanya perhatian terhadap peternak raykat yang bisa dijadikan peternak berskala industri kecil” ungkap Asnawi.

            Lebih lanjut, Asnami menjelaskan, sementara dari usulan swasembada ini bisa dilakukan berskala panjang dan dengan pengurangan kuota import. “pemerintah harusnya bisa membuat BUMN berskala industri untuk melakukan briding yang tidak harus didalam negeri bisa saja di Australia, serta adanya tata ulang sistem”. Ungkap Asnawi.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan mempertanyakan tentang inturuksi Presiden Joko Widodo pada menterinya, yang meminta harga daging bisa dibawah Rp 80 ribu per kilogram menjelang lebaran.

"Saya pertanyakan itu data dari mana yang diterima oleh Presiden Jokowi," kata Daniel. ‎Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai, apabila pemerintah menurunkan harga daging sapi sampai di bawah Rp 80 ribu per kilogram akan berdampak kepada para peternak.

Pasalnya, menurut Daniel, peternak akan kehilangan lapangan pekerjaan karena dipastikan akan mengalami kerugian. "‎Kalau dipaksakan peternak menurunkan harga daging sapi, itu sama saja mematikan para peternak," tuturnya.

Daniel ‎juga mempertanyakan data yang ada pada Presiden Jokowi bahwa harga daging di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura hanya di kisaran Rp 50 ribu-an per kilogram. Dikatakannya, harga daging di dua negara yang berdekatan dengan Indonesia itu juga dipatok Rp 80 ribu-an per kilogram.

"‎Saya sudah cek harga daging di Malaysia dan Singapura, itu harganya sama dengan Indonesia," katanya.

            Dari fenomena kenaikan harga jelang puasa dan lebaran ini, Ketua Asosisi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Ngadiran mengimbau dan mengajak pada seluruh konsumen untuk tidak ‘latah’ dalam memenuhi kebutuhannya, seperti menyambut puasa dan lebaran ini.

“Prilaku konsumen harusnya bisa bijak dalam memenuhi kebutuhannya saat puasa dan lebaran, jangan menyusahkan diri sendiri, seperti persedian yang wajar” ucap Ngadiran.

Harusnya ada peran dari RT dan RW setempat dalam memberikan pada warganya dalam memenuhi kebutuhan agar tidak berlebih. “ketersediaan barang harus bisa dilakukan dengan realtime, jangan ada yang salah dalam data untuk memudahkan masyarakat mengetahui harga dan pemerintah harus tegas dalam membasmi pemburu rente” jelas Ngadiran.

Selain itu Ngadiran juga menyarankan agar pemerintah tetap menjaga jalur distribusi dari sejumlah daerah penghasil. “mau berapapun harganya ngak usah pusing, yang terpenting pedagang Happy, Petani Happy, dan konsumen mampu membeli dengan Happy” tutup Ngadiran.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Pengusaha Pribumi Indonesia Ismed Hasan Putro mengatakan dalam antisipasi harga ini, jangan sampai ada kata ‘tiba masa, tiba akal’.

“Dari jangka pendek saat ini, diakui langkah Presiden Jokowi sudah benar, harga harus di jungkir balikan dan bila mentri tidak mampu dia harus di resuffle” kata Ismed dan penutup diskusi.

 “untuk antisipasi berulangnya kenaikan harga, pada hari besar keagamaan dan acara tahun, sebaiknya ada langkah kongrit agar tidak ada istilah ‘selalu jatuh dilubang yang sama’ dan saat nya pemerintah dan parlemen duduk bersama menyelesaikan masalah ini” jelas Ismed.

Selain itu, Ismed juga menyarankan adanya langkah revolusioner seperti memberdayakan otonomi daerah sebagai basis pangan. “pemerintah bersama DPR membentuk badan pangan dan BUMN holding pangan, untuk menjadi tangan pemerintah dalam rangka pengendalian pasar dan harga, serta segera kurangi import produk pangan dan jangan lagi mengumbar kuota.” tutup Ismed Hasan Putro.