Belajar Dari Pemilukada Jakarta

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Berdasarkan hasil perhitungan cepat Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua oleh Lembaga Survei Indonesia merilis, bahwa pasangan Jokowi dan Basuki lebih unggul yaitu dengan perolehan 53,68 persen suara. Sementara, untuk pasangan Foke dan Nara meraih 46, 32 persen suara.

Berangkat dari situ, banyak yang dapat dipelajari dari hasil hitung cepat, menurut pakar psikology politik Hamdi muluk dalam diskusi Polemik Sindo Radio, Sabtu(22/9) di Warung Daun Cikini Jakarta mengatakan,  bahwa kemenangan Jokowi dan Ahok ini sebenarnya koreksi terhadap praktek politik, dan kejadian ini mengingatkan bahwa politik itu tidak harus berfokus pada kekuasaan, kekuatan dan intrik elit politik. Namun pakar psikology politik ini lebih melihat politik itu pada hakekatnya berpusat di publik yaitu keinginan publik dan aspirasi publik. Koreksi ini menurutnya telah dimainkan oleh kedua pasangan Jokowi dan Ahok pada putaran pertama dan kedua kemarin.

Sementara itu di sisi lain, Ketua Departemen Kajian Kebijakan DPP Golkar Indra J Piliang berpendapat, bahwa ini menunjukkan masyarakat Jakarta saat ini banyak yang  kritis, berfikir secara  rasional, sehingga ketika diberi pilihan masyarakat Jakarta lebih melihat dari tingkat rasional. Hasil capaian yang selama ini sudah di lakukan para pasangan incumbent maupun capaian pasangan Calon yang baru mengusung selama menjabat menjadi walikota dan bupati.

Sedangkan sejarawan betawi, J.J Rizal mengungkapkan, masyarakat Jakarta kini saat memilih juga melihat dari beberapa unsur, diantaranya, kedekatan, kesederhanaan dan kemanusiaannya, dan itu yang di manfaatkan pasangan Joko Widodo dan Basuki T. Purnama. Sementara pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli lebih muncul sebagai pejabat bukan orang biasa, kebanyakkan masyarakat menolak dengan konsep-konsep seperti itu dan akhirnya muncul tawaran-tawaran baru, sehingga munculah harapan baru yang dianggap bisa mewakili harapan-harapan masyarakat.

Bila melihat Dari putaran pertama Pemilukada DKI Jakarta hasilnya tidak berbeda, dengan putaran kedua yaitu pasangan Jokowi dan Ahok lebih unggul dibandingkan pasangan Foke dan Nara, selain itu keikutsertaan masyarakat dalam menggunakan suaranya untuk  memilih cenderung bertambah, meski tidak terlalu signifikan. Berangkat dari situ dapat terlihat bahwa kedaulatan rakyat sudah pada saatnya kembali menunjukkan kekuasaannya,  bahwa rakyat menginginkan sebuah perubahan itulah yang dijanjikan pasangan Jokowi dan Ahok selama kampanyenya yaitu sebuah perubahan.

Calon wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bersependapat dengan pakar psikology politik Hamdi Muluk, bahwa sebetulnya tidak ada yang istimewa dari perolehan suara secara quick count kemarin, karena menurutnya apa yang dilakukan pasangan Jokowi dengan Ahok itu memang seharusnya dilakukan pejabat publik, turun ke lapangan, mendengar dan menampung aspirasi rakyat, serta mewujudkan bila itu memang yang terbaik untuk masyarakat.

Basuki menilai pemilih lebih cenderung melihat opsi yang baru, dan dirinya menilai bahwa pemilih sebetulnya tidak yakin juga dengan pilihannya apakah yang masyarakat pilih sanggup dapat memberikan perubahan pada jakarta, namun di banding memilih pasangan yang lama, masyarakat lebih cenderung melihat yang baru, Jokowi dan Ahok akan berupaya dalam menjalankan amanat yang diberikan rakyat. (TTS/MKS)