Kata Survey, Partai Islam Melorot

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Islam yes!, Partai Islam No!... Ini jargon yang diungkapkan Alm. Nurcholish Madjid (Cak Noer), Cendekiawan Islam yang mengedepankan pluralisme antar umat beragama.

Seiring berjalannya waktu, jargon yang diusung Cak Noer itu terbukti, setelah kejayaan Partai Islam seperti Masyumi hingga PPP pada masa Orde baru, pelan pelan partai Islam kehilangan tajinya.

Hasil survey LSI (Lingkaran Survey Indonesia) awal Oktober 2012 menyebutkan Parpol Islam terancam tidak masuk 5 besar Pemilu 2014.

Menanggapi hasil survey tersebut, Ketua DPP PKS Sohibul Iman mengungkapkan dalam konteks mengkritisi pihaknya sangat menghargai hasil survey tersebut, namun dari sisi metodologi hasil survey lebih banyak beropini.

"Kami (PKS) bahkan mempertanyakan metodologi survey ini akurat atau tidak!?,LSI sepertinya melakukan sistemik error" kata Sohibul di Warung Daun (Sabtu,20/10).

Namun secara jujur Sohibul Iman mengakui, pasca Amien Rais dan Abdurrahman Wahid (Gusdur), partai-partai Islam tidak mampu melahirkan tokoh -okoh nasional sekelas dua sosok pencetus "Deklarasi Ciganjur" tersebut.

Kedepan kata Sohibul seharusnya tidak ada lagi dikotomi Partai Islam dan partai nasionalis.

"Keduanya seharusnya seiring sejalan lah,karna sejarahnya partai partai islam dan nasionalis memang sudah ada sejak jaman penjajahan hingga masa orde baru" pungkas Sohibul.

Sementara itu peneliti LSI Adjie Alfaraby menjelaskan, pihaknya setiap 3-4 bulan sekali mengeluarkan berbagai survey terutama berkaitan dengan keberadaan partai-partai politik.  Adjie menjamin independensi Survey LSI sangat dijaga metodologinya.

Ada 3 faktor yang menyebabkan turunnya suara untuk partai partai Islam antara lain:
1.Perubahan kultur masyarakat

2.Tingkat regilius masyarakat tidak berwujud pada aspirasi ke Parpol Islam seperti jargon Islam yes, partai Islam No!

3.Partai partai nasionalis sudah mengakomodir kepentingan umat Islam.

Adjie mencontohkan, Partai Demokrat mendirikan Majelis dzikir SBY, sedangkan PDIP memiliki Baitul muslimin.

"Langkah ini tentu sdh diikuti Partai partai nasionalis lain "kata Adjie.

Namun LSI mengungkapkan masih ada peluang partai partai Islam mendulang sekitar 25-30 persen suara pada 2014 mendatang berdasarkan kecenderungan responden.

Kesimpulan lain mantan anggota DPR dari Fraksi-PPP (periode 1977-1987) sekaligus Budayawan Ridwan Saidi mengatakan, puncak kejayaan Parpol Islam terjadi pada Pemilu I tahun 1955 yang mampu mendulang 44,5 persen dan pada tahun 1997 yang mendulang 24 persen suara.

Menurut Babeh, panggilan akrab Ridwan, pada saat itu parpol islam lebih mengedepankan kepentingan masyarakat (seperti masalah penggusuran dll), ketimbang ideologi parpol yang bernapaskan Islam.

"Maka jangan heran, waktu pemilu 1977 PPP menang di lokalisasi kramat tunggak!"

Ridwan menilai,parpol islam seperti PKS bagai mendirikan partai di negeri antah-berantah. Artinya selalu membuat aturan atau melarang kebiasaan yang terjadi di masyarakat.

"Masak Gubernur Jabar Ahmad Heryawan melarang jaipongan?! PKS terlalu merespons akar budaya yang di miliki masyarakat" kata babeh.

Nah..apapun pendapat para narasumber yang menjadi pembicara pada Polemik:"partai islam melorot" yang membuktikan adalah masyarakat sendiri dan tentunya final round di Pemilu 2014 mendatang. Yang jelas dinegara manapun partai berbasis agama maupun nasionalis selalu hadir dan berkembang. Sekali lagi tetap rakyat yang berkuasa..vox populi,vox dei...! (ARS/MKS)