Jakarta Tak Berdaya

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

 

Jakarta – Siklus banjir hampir selalu terjadi setiap 5 tahun di Ibukota Jakarta. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, baik oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi banjir, namun musibah ini terus terjadi. Semua orang berbicara banjir dan mengeluarkan berbagai jurus jitu untuk menhgatasi banjir, pada saat terjadinya banjir di Jakarta. Tapi setelah banjir mereda, seakan tidak ada langkah apa-apa. Yang terakhir banjir melanda Ibukota terjadi pada 17 Januari 2013. Kerugian bagi materi maupun korban jiwa akibat bencana musiman ini, sudah tidak terhitung lagi.

Dalam Diskusi Polemik Sindo Trijaya di Warung Daun Cikini, Jakarta, 19 Januari 2013, Direktur Indonesia Water Institute, Firdaus Ali menilai dibangunnya deep tunel atau terowongan bawah tanah untuk mengatasi banjir yang selalu terjadi di Jakarta, bisa menjadi solusi. Meskipun tidak sedikit dana yang harus dikeluarkan, namun menurutnya, usulan Gubernur DKI Jakarta tersebut akan mengurangi banjir bandang yang terjadi di Jakarta. Pemerintah propinsi DKI Jakarta harus berani mengambil langkah tegas, untuk mengatasi banjir, karena banjir yang melanda Jakarta pada 2002 dan 2007 saja, telah merugikan 36 triliun rupiah.

“Banjir pada tahun 2002 dan 2007, kita kehilangan 36 triliun, apalagi pada tahun 2013. Kita semua harus berani melangkah dan ambil tindakan tegas dalam mengatasi banjir”, katanya.

Sementara itu, Mantan Kabid Strategi Pengembangan Rencana Kota, Dinas Tata Kota DKI, Muh Fauzal menilai apapun solusi yang akan diambil pemerintah dalam mengatasi banjir, harus  memperhatikan beberapa konsep wilayah DKI Jakarta yang terbagi dalam 3 kawasan, Barat, Tengah dan Timur yang dialirkan melalui 2 sungai. Namun demikian ia  berharap langkah yang diambil tidak sama persis dengan yang diterapkan dinegara-negara maju, yang memiliki kawasan dan tata kota yang rapi.

“Jika usulan deep tunel itu diterapkan persis sama dengan di Jakarta, akan berbenturan dengan berbagai kepentingan di Jakarta”,  tegas Muh Fauzal.

Fauzal mengusulkan 5 langkah untuk mengatasi banjir di DKI yaitu menahan air sungai dari puncak  dengan membangun waduk, mengoptimalkan ruang terbuka, membendung air laut, mengutamakan sistem folder, membuang air masuk ke sumur resapan serta mengoptimalkan operator pengendali banjir.

Meskipun mendukung deep tunel, Pengamat Tata Kota Usakti, Nirwono Joga menilai banjir yang terjadi di Jakarta, akibat pemprov DKI tidak menerapkan aturan yang telah ditandatangani, khususnya terkait ruang terbuka hijau. Untuk itu pihaknya mendesak agar draf RDTL segera dijalankan.

Sedangkan Sejarawan Jakarta, JJ Rizal mengatakan, bahwa dalam sejarah Jakarta terdapat siklus 200 tahunan masyarakat meninggalkan Jakarta, sewaktu bernama Batavia. Ia memprediksikan, siklus itu akan terjadi dimana masyarakat akan mulai meninggalkan Jakarta, karena adanya bencana ekologi. Untuk itu ia berharap semua pihak bekerjasama untuk mengatasinya, agar Btavia jilid kedua tidak terjadi.

“Inilah moment kebersamaan agar bencana ekologi tidak berulang dan tidak terjadi jilid kedua Batavia”, tegas Rizal.

Meskipun berbagai upaya dilakukan hingga menlakukan pengerukan sungai, Kepala Bappeda DKI, Sarwo Handayani mengakui bahwa banjir yang terjadi pada 17 Januari karena intensitas hujan yang tinggi. Kini menurutnya, pemprov DKI sedang mengkaji penerapan deep tunel untuk mengatasi banjir.

“Kita sedang mengkaji peneraan deep tunel, apakah layak dibangun di Jakarta untuk mengatasi banjir”, terangnya.

Menurutnya, kendala untuk mengatasi banjir tahunan yang terjadi adalah pendanaan. Untuk itu diperlukan kerjasama dengan propinsi lain seperti Jawa Barat dan Banten, yang juga harus melakukan langkah yang sama, baik membangun waduk, bendungan hingga memikirikan lahan terbuka hijau. (ANP)