ANGIE Antara TANGIS, VONIS & MERINGIS

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Ketua Dept. Pembrantasan Korupsi & Mafia Hukum DPP Demokrat, DIDI IRAWADI SYAMSUDIN, sangat mengapresiasi putusan majelis hakim pengadilan tipikor terhadap Angelina Sondakh. Diketahui kamis lalu, kader demokrat itu telah dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi anggaran di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Namun Didi secara tegas meminta KPK harus sanggup mengungkap kasus itu hingga tuntas, dan jangan sampai hanya berhenti di Angie.

"Saya mengapresiasi putusan pengadilan karena disini proses hukum harus dijalankan, tetapi untuk saya kasus ini harus terungkap secara komprehensif, namun semua pihak seharusnya bisa terungkap.", ungkap Didi dalam diskusi polemik Sindo Radio di Warung Daun (12/01/2013).

Didi percaya bahwa kasus itu tidak hanya melibatkan Angie maupun Nazaruddin saja, namun nama-nama lain yang selama ini di sebut-sebut seolah-olah tidak terungkap, dan secara logika sederhana, kasus korupsi tidak mungkin hanya melibatkan satu atau dua oknum saja.

Sementara itu anggota badan pekerja ICW, EMERSON YUNTHO menilai vonis yang diterima Angie memang harus di kritisi karena sangat ringan dan jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum. Pasal yang dikenakan pada Angie juga di nilai oleh Emerson kurang tepat apalagi hal-hal yang meringankan Angie, malah seperti pemaparan curriculum vitae.

"Yang kedua saya kecewa soal faktor-faktor yang meringankan angie adalah dia sebagai duta-duta, seperti duta orang utan dan mantan putri Indonesia, justru malah menjadi preseden buruk", ungkap Emerson.

Emerson juga menganggap Angie seakan pasang badan, karena selama persidangan Angie sama sekali tidak menyebut nama lain yang di duga terlibat dalam kasus itu.

Bila dilihat dari kacamata psikologi politik, Prof. DR. HAMDI MULUK menjelaskan bahwa dalam memutuskan perkara hakim akan mempertimbangkan 2 aspek yaitu legal dan ekstra legal. Dan Hamdi melihat hakim dalam memutuskan vonis Angie hanya mempertimbangkan dari faktor ekstra legalnya saja.

Hamdi juga melihat bahwa kasus Angie menjadi drama politik yang berakhir happy ending. "Secara psikologis angie happy dengan putusan ini, bertolak belakang dengan tuntutan jaksa yang 12 tahun. Bagi Angie, bila ia di vonis 12 tahun, mungkin dia akan bilang tidak adil. Namun Angie sepertinya sudah menduga bahwa ia akan di vonis ringan."

Sementara itu mantan Hakim dan Dosen Pidana Usakti, ASEP IWAN IRIAWAN mengungkapkan bahwa pasal-pasal yang di kenakan pada koruptor selama ini cacat, terutama pasal 5 yang maksimal hanya hukuman 5 tahun penjara. 

"Pasal 5, 11 dan 12 itu sejak lahir sudah cacat. Karena pasal 5 dan pasal 12 sama saja hanya deliknya yang berbeda. Kenapa KPK tidak kunci saja dengan pasal 12 yang maksimal hukumannya 12 tahun penjara." ungkap Asep.

Asep juga ingin bahwa KPK harus bisa memiskinkan koruptor dengan mengunakan pasal pencucian uang karena dari situ harta si koruptor disita dan tinggal di buktikn darimana asal harta tersebut.

Menanggapi hal itu Ketua Dept. Pemberantasan Korupsi & Mafia Hukum DPP Demokrat, DIDI IRAWADI SYAMSUDIN,  menjelaskan bahwa pasal yang dipandang lemah untuk menjerat koruptor merupakan produk dari anggota DPR sebelum periode dirinya, namun Didi yakin iu bukan upaya untuk memperlemah penegakan korupsi.

"Ini barusan ada hal menarik, ini ada kelemahan undang-undang yg ada. Tapi kan itu undang-undang produk dari DPR sebelumnya, namun pasti tidak bermaksud memperlemah penegakan korupsi. Tapi dalam menghadapi jaman korupsi saat ini, kalau memang ada masukan itu bgus. Dan bisa kita dorong."

Badan pekerja ICW, Emerson Yuntho berpesan pada KPK agar bisa secara maksimal menuntut koruptor, harus menyertakan pasal pencucian uang.
Dan PR KPK saat ini adalah menuntaskan kasus Angie secepatnya melalui langkah banding. Sementara itu partai politik juga harus melakukan pembersihan internal agar bisa merekrut kader-kader yang tidak bermasalah dan bisa di tempatkan di DPR.

Sementara itu, psikolog politik, Prof. DR. HAMDI MULUK ingin masyarakat menyadari bahwa korupsi akan terhapus dari Inonesia butuh proses panjang dan harus melewati jalanan yang terjal, namun Hamdi percaya Indonesia mampu melawan korupsi.

"ada faktor yang menarik orang jadi koruptor, sebenarnya sumbernya korupsi karena ada pembiayaan politik, dan faktor pendorong lagi karena longgarnya kontruksi hukum, serta tidak adanya sanksi sosial di masyarakat yang diterima oleh para koruptor.", papar Hamdi.

Disisi lain mantan Hakim dan Dosen Pidana Usakti, ASEP IWAN IRIAWAN, menyampaikan untuk menghindari vonis koruptor yang dianggap terlalu ringan adalah memperbarui personal, institusional dan prosedural.

Sedangkan ketua Dept. Pemberantasan Korupsi & Mafia Hukum DPP Demokrat, DIDI IRAWADI SYAMSUDIN, di akhir diskusi hanya ingin meminta semua pihak untuk mengambil hikmah dari vonis yang telah dijatuhkan kepada koruptor terutama koruptor yang juga mantan anggota DPR, dan Didi ingin itu menjadi sebuah momentum perbaikan sistem di DPR. Namun Didi juga mengingatkan KPK juga harus bisa mengungkap kasus-kasus korupsi lain hingga tuntas. (NRP/MKS)