Perahu Retak Setgab

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Harry Azhar Azis mengatakan dengan kenaikan harga BBM akan mengakibatkan inflasi dan inflasi paling tinggi adalah inflasi bahan pangan yang bisa dua hingga tiga kali lipat. Sementara 70 persen pendapatan masyarakat untuk belanja pangan.

"Artinya Partai Golkar dengan kenaikan BBM harus ada Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Maunya Golkar itu sebenarnya model-model BLSM itu permanen, dilakukan secara tetap, berkala tanpa adanya kenaikan harga BBM atau tidak," ujarnya di diskusi Polemik Sindo Trijaya FM, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/6).

Ditambahkannya, Partai Golkar berusaha rasional dimana jika BBM tidak dinaikkaan maka justru akan melanggar Undang-Undang (UU). Karena, lanjut dia, jika BBM tidak dinaikkan maka pemerintah akan defisit sebesar 3,3 persen. Padahal, terang Harry, UU menyebutkan bahwa defisit maksimal hanya sebesar 3 persen saja.

Sehingga menurut Partai Golkar, jika Partai Golkar menolak kenaikan harga BBM maka secara tidak langsung membuat pemerintah melawan UU. Ditambahkannya, dengan kenaikan ini maka akan ada penghematan sebesar 48 triliun.

Terkait anggapan bahwa adanya BLSM ini meningkatkan citra partai koalisi, terutama Partai Demokrat, Harry menegaskan bahwa menurutnya anggapan tersebut tidak tepat. Pasalnya, rakyat saat ini sudah sangat cerdas dan bisa membedakan mana yang untuk pencitraan atau bukan. Selain itu, penyaluran BLSM akan melibatkan pemerintah daerah dan Kementrian Sosial.

"Di 2013 ini yang kuat di daerah kan PDIP dan PKS. Lalu kemudian Menteri Sosial juga dari PKS, jadi tidak tepat jika dikatakan ini menguntungkan citra partai koalisi. Kecuali kalau di daerah Partai Demokrat dan Partai Golkar kuat juga di daerah-daerah," ucapnya.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat, Didi Irawadi menambahkan, dibelahan bumi manapun kenaikan BBM adalah hal yang sangat tidak populer. Partai Demokrat siap untuk menjadi tidak populer dibalik kenaikan BBM ini pasti akan menurunkan elektabilitas.

"Jangan hitung untung rugi, sekali lagi ini kepentingan bangsa, siap tidak kita mengorbankan elektabilitas. Soal hadirnya BLSM itu diturunkan hanya Partai Demokrat yang ambil keuntungan itu keliru. Jadi kalau ada pemikiran atau  kecurigaan ini hanya menguntungkan Partai Demokrat itu salah karena di daerah partai lain juga kuat. Semua partai bisa saja mengklaim ini demi menolong rakyat," ucapnya.

Hal terpenting saat ini yang menurutnya harus dibahas adalah bagaimana program BLSM itu bisa diwujudkan dalam waktu yang tepat dan akurat.

Pengamat Politik Indonesian Institute, Hanta Yudha melihat perahu Sekretariat Gabungan (Setgab) diakuinya memang  sudah retak sejak dulu. Menurut. Hanta ibarat perahu, perahu Setgab kali ini adanya enam nahkoda namun masing-masing nahkoda memiliki tujuannya berbeda.

"Perjalanan memang tidak akan lancar, akan terseok-seok, tapi saya punya keyakinan kapal ini tidak akan pecah sampai lima tahun pemerintahan ini selesai," tukasnya.

Hanta juga mengatakan, drama ini tidak ada manfaatnya bagi rakyat. Tetapi, menurutnya PKS yang saat ini sedang mengalami turbulensi politik sebaiknya memang bersikap tegas dengan keluar dari koalisi.

Kerugian bagi PKS untuk keluar dari koalisi tentu berkurangnya kekuasaan PKS akan terjadi. Namun menurut Hanta, keuntungannya PKS untuk keluar dari koalisi akan lebih menguntungkan. PKS akan mempunyai manuver yang lebih luas jika keluar dari posisi koalisi.

Keuntungan lainnya, PKS akan semakin didukung oleh simpatisannya. Karena simpatisan PKS mayoritas menginginkan PKS keluar dari pemerintahaan.

"Kalau PKS mau langkah politik yang tegas keluar saja dari pemerintahan, pasang spanduk itu menjadi tidak masalah. Tentu ini sekarang sudah terlambat, tapi tentu tidak apa-apa terlambat, supaya tidak semakin abu-abu. Karena kebelakang sikap PKS nanti akan menyerang balik PKS. Menjadi boomerang," imbuhnya.

(Nurul Puspitasari/MKS)