Aliran Dana Buat Rakyat Jelita

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Keterlibatan artis dalam kasus tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencuciang uang merupakan fenomena tersendiri dalam pengungkapan kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu contoh yang mengemuka keterlibatan artis cantik Jennifer Dunn yang diduga menerima aliran dana Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.

Seperti yang diungkap Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan, setidaknya ada tiga hubungan  tersangka kasus ini dengan seorang artis. Pertama, gaya hidup yang hedonis dengan menghamburkan hasil uang yang dikorupsi itu dengan membelikan barang barang mewah seperti apartemen.

Hubungan yang kedua hubungan profesional  antara si tersangka korupsi dengan artis. Ketiga, relasi legal dari sisi agama.

"Ini dengan menjadikan artis menjadi istri siri, dia diberi harta untuk kepentingan sembunyikan harta karena dia koruptor," kata Ade dalam diskusi Polemik di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/2/2014).

Dari ketiganya, lanjut Ade yang paling berbahaya dalam hubungan tersebut adalah hubungan legal atau agama seperti pernikahan. Hal ini karena tersangka korupsi menyembunyikan hartanya kepada sang istri. "KPK harus mengungkap hubungan ini," tegasnya.

Bahkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai beberapa artis yang menerima aliran dana dari dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bisa disebut terlibat korupsi.

"Jadi yang menerima siapapun juga kita tidak bicara status profile dan segala macam, siapapun juga yang menerima dana berasal dari tindak pidana korupsi, itu merupakan tindak pidana korupsi. Itu bunyi undang-undang seperti itu," ujar Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavandana.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lanjutnya tidak boleh pilih kasih dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pejabat manapun, apakah  yang menerima aliran dana tersebut seorang artis ataupun pejabat setempat.

"Tidak ada urusan itu artis atau tidak, jadi judgement-nya nanti pada saat penyidikan di judge apakah uang tadi layak diterima sebanyak itu dalam kepentingan apa orang itu menerima uang tadi," tegas Ivan.

Meski demikian, Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengingatkan KPK agar tidak mencari sensasi dengan pemeriksaan sejumlah artis terutama dalam kasus Wawan ini.

Ia menilai KPK  terkesan menggiring opini publik pada urusan sensasi semata.

Salah satunya dengan menggiring nama-nama selebriti sebagai pemanis dalam publikasi penyelidikan sebuah kasus. Menurut Eva langkah tersebut sudah berlebihan.

"Kalau publikasi jangan sampai melanggar hak saksi juga. Jadi ada pemikiran buruk yang muncul. KPK yang menggiring ini menjadi tidak berimbang. Membuat stigmatisasi artis seolah seperti itu semua," ujar Eva.

Dalam dugaan pencucian uang dari koruptor, kata Eva bisa saja yang menerima bukan hanya artis tapi juga pihak lain. Namun, ia mempertanyakan, tujuan KPK yang terkesan ingin menarik perhatian dan sensasi dengan menggiring opini masyarakat dan terus menggiring nama artis.

Alih-alih membahas substansi kasus hukum yang ditangani KPK, tuturnya, masyarakat justru disibukkan dengan menyimak pemberitaan yang sensasional karena melibatkan nama selebriti. Padahal, kata dia, bisa saja si selebriti mendapatkan uang atau barang setelah melakukan pekerjaan tertentu. Tidak melulu sebagai penerima pencucian uang.

"Saya enggak mau pikiran buruk. Pikiran saya, akan berbasis pada kinerja, pasti ada service, apapun service itu. Timbal balik. Tidak mungkin tanpa melakukan sesuatu lalu menerima uang begitu saja," sambung Eva.

Eva meminta ada pemberitaan yang berimbang terkait saksi-saksi dalam kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK. Terutama tentang kaum perempuan, baik artis maupun bukan sehingga tidak menimbulkan stigmatisasi yang merugikan saksi.

"Ini enggak fair, kalau ternyata mereka dibayar karena hasil kerja profesional tapi sudah distigmatisasi," tegas Eva.

 

(IMR/MKS)