Visi Energi Prabowo vs Jokowi

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta – Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) akan terus membebani keuangan Negara. Jumlah subsidi yang harus dikeluarkan Negara mencapai Rp 245 triliun dinilai banyak kalangan tidak tepat sasaran karena mayoritas yang menikmati adalah orang kaya. Untuk itu pemimpin ke depan harus bisa mengatur subsidi BBM tersebut agar nantinya tepat sasaran.

Dalam Polemik Sindo Trijaya yang digelar di Restoran Warung Daun Cikini Jakarta, 31 Mei 2014, Anggota Tim Sukses Prabowo Hatta, Drajat Wibowo menegaskan, jika terpilih, pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Hatta akan mengurangi subsidi bahan bakar minyak. Pengurangan subsidi ini akan dikhususkan bagi masyarakat kaya.

Mekanismenya, menurut Drajat, akan melalui pajak dan cukai sehingga diharapkan subsidi energi akan lebih tepat sasaran dan berkeadilan. Namun hingga kini Prabowo-Hatta tengah mencari formula teknis untuk menerapkan kebijakan pajak dan cukai tersebut.

"Prabowo Hatta tak akan memberatkan rakyat kecil. Sehingga subsidi nantinya hanya akan dinikmati masyarakat kecil,” tegas Drajat.

Drajat menelaskan, pengalihan ke gas harus dilakukan, namun masih membutuhkan waktu yang relative lama, karena jika menginginkan harga yang murah harus ditemukan sumber gas yang baru.

“Kami mengurangi subsidi bbm khusus bagi orang kaya melalui cukai pajak. Subsidi ditarik dari orang kaya melalui pajak dan cukai,”tambahnya.

Timses Jokowi JK Darmawan Prasojo, menjelaskan, pihaknya akan menyediakan energi murah, jika Jokowi JK terpilih. Ia menilai subsi bbm yang diterapkan pemerintah saat ini selalu meleset dari perkiraan dan terus membebani keuangan Negara.

“Kami akan sediakan energy murah. Kendala pengendaliannya bobol terus. Kebijakan gagal diteruskan,” katanya.

Ekonom Partai Demokrat Ikhsan Modjo, memperkirakan konversi BBM ke gas dibutuhkan waktu paling cepat 4 tahun karena diperlukan saran infrastruktur ataupun pasokan yang benar benar siap.

Sedangkan Ketua Pengkajian Energi UI, Iwa Garniwa menjelaskan bahwa para arkeolog tetap optimis gas di Indonesia masih sangat melimpah, namun kendalanya apakah bisa ditemukan dalam waktu yang cepat.

“Ekonomi naik, energi meningkat. Banyak arkeolog mengatakan masih banyak minyak gas. Tapi mampukah menemukan,” ujarnya.

Seperti diketahui alokasi subsidi BBM di tahun 2008 mencapai Rp 139 triliun. Sementara anggaran subsidi BBM di tahun 2012 dan 2013 ini masing-masing Rp 211,9 triliun dan Rp 199,9 triliun.

Namun untuk kuota BBM bersubsidi tahun 2014, justru naik dari tahun ini sebesar 48 juta kiloliter (KL) menjadi 50,5 juta KL. Untuk solar sebesar 32,9 juta KL dan minyak tanah sebesar 1,1 juta KL.

Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di tahun 2104 sebesar Rp 194,9 triliun. Angka ini menurun dibanding subsidi BBM pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 dan 2013.  (ANP)