DRAMA PARIPURNA

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD telah diputuskan di DPR dalam rapat paripurna RUU Pilkada pada hari Jumat (26/9/2014) yang lalu dan menghasilkan mekanisme pemilihan kepala daerah berubah menjadi lewat DPRD.

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, ARIA BIMA, dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya FM Jakarta bertema "Drama Paripurna" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/9) mengsku kecewa atas kepemimpinan Priyo Budi Santoso di paripurna DPR RUU Pilkada. Kekecewaanya muncul ketika Priyo mengetok palu dan memutuskan hanya dua opsi yang akan dibawa ke voting paripurna sebelum ada persetujuan anggota dewan,  atau tanpa mau lihat kualitatif forum lobi. Menurut Arya, harusnya hasil lobi kembali di bahas di forum paripurna.

Politisi PDI Perjuangan itu juga mengaku akan mengajukan gugatan terhadap UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Dan demi menempuh langkah hukum itu, kubu pendukung pilkada langsung akan mencari dukungan dan menguatkan argumen pengajuan gugatan. bahkan pihaknya akan membentuk tim khusus dari badan hukum DPP untuk permohonan gugatan itu. Dan di lain sisi, Aria Bima juga mempertanyakan drama walk out yang dilakukan Partai Demokrat pada sidang pengesahan RUU Pilkada. Aria menilai ada sutradara yang sudah menyiapkan skenario akan sikap Demokrat itu.

Menanggapi hal itu, Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan menegaskan, bahwa sikap Fraksi Partai Demokrat dalam rapat paripurna sangat jelas. Menurut ramadhan, fraksinya tetap mendukung sistem pilkada langsung dengan 10 syarat perbaikan. bahkan, apa yang dilakukan partainya dalam rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada pada Jumat 26 September dini hari itu adalah bentuk konsistensi Demokrat yang ingin ada perbaikan dalam sistem pilkada langsung.

Sementara itu, menanggapi soal  walk out partai demokrat, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golongan Karya, Priyo Budi Santoso  mengaku tidak menduga Fraksi Partai Demokrat memilih walkout saat Sidang Paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Priyo mengaku kaget melihat sikap partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Karena selama ini Demokrat belum pernah walkout selama di parlemen.

Kemudian, terkait pengajukan gugatan terhadap UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi oleh PDI Perjuangan, Priyo Santoso mengaku tidak mempermasalahkan hal itu, menurutnya, jika ada pihak yang merasa kecewa terkait hasil rapat paripurna yang memutuskan RUU Pilkada agar mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. Menurut Priyo, baik Pilkada langsung maupun tidak langsung, hal  itu  sama-sama demokratis dan tetap pilihan rakyat.

Hal serupa seperti yang di ungkapkan Pengamat Politik, Said Salahuddin, menurutnya, pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD atau pemilihan secara tidak langsung tetap demokratis. Sebab hal itu diatur di dalam konstitusi. Said mengungkapkan kubu yang memihak pada pilkada melalui DPRD tidak boleh disebut inkonstitusional. Sebab itu tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). bahkan Said juga mengaku, jika mereka yang tidak setuju dengan putusan pilkada melalui DPRD bisa mengajukan gugatan ke MK.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, mengembalikan pilkada lewat DPRD berarti merampas suara rakyat. Kekalahan pilkada langsung bisa menjadi gambaran bagaimana pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Menurut Titi Anggraini, masyarakat tidak akan diam. Rakyat akan bergerak menggugat putusan DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK). Titi juga meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum Partai Demokrat agar tidak memberi wacana-wacana lagi pada publik. Sikap SBY yang menyatakan berat menandatangani UU Pilkada dinilai janggal.

 

 

(Tito Suhandoyo)