Revolusi Mental Layanan Publik

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Revolusi Mental menjadi ikon pemerintahan Jokowi dan yusuf kalla untuk melakukan perubahan dalam birokrasi. Perubahan yang didengungkan haruslah dibuktikan dengan tindakan nyata dan kesungguhan hati dari para pemimpin.

Dalam dialog Polemik Sindo Trijaya FM dengan tema "Revolusi Mental Layanan Publik" di Jakarta, Sabtu (22/11) Direktur LP3ES Suhardi mengatakan, memberi gaji tinggi tidak menjamin tidak adanya korupsi dan pungli. Agama dan pendidikan tidak berpengaruh. "Orde baru, bisa dikendalikan melalui kekuasaan. Sekarang tidak bisa, karena ada tingkatan" jelasnya

Suhardi mencontohkan, seperti masalah perizinan, ada 12 prosedur yang dilewati dengan waktu 1 produser masing-masing 2-3 hari. " jika dibandingkan dengan Amerika maka proses perizinan dapat selesai hanya 2 hari," jelasnya.

Menurut Suhardi, Revolusi mental bagi struktur pemerintahan sejauh ini baru disuarakan dan belum diamalkan. "Harus ada pembenahan" tegasnya.

Meski Mengakui sistem dan mental birokat saat ini sudah kronis. Namun, Suhardi  menegaskan prustasi yang timbul tidak berarti berhenti dengan upaya. "Caranya adalah dengan membangun kembali pelayanan yang baik dengan perangkat yang menutup celah penyalahgunaan kekuasan," kata Suhardi.

Selanjutnya, Suhard meminta adanya kekuatan hukum melalui proses pengawasan." diantaranya dengan memperkuat kewenangan lembaga pengawas seperti ombusman" tutup Suhardi.

Sementara itu, Kapus Informasi dan Humas Kemendikbud Ibnu Ahmad mengatakan Revolusi mental itu praktis dengan Dipaksa untuk berubah. Menurut Ibnu, penerapan kebijakan itu salah satu dilihat berupa birokrat memiliki kwenangan dan ada dana. "Revolusi mental bisa dilihat dana modal dan dana belanja. Jika belanja modal seperti untuk rapat masih lebih besar dari modal maka dapat dibilang belum Revolusi," katanya.

Ibnu Ahmad mengatakan disebuah instutsi lembaga publik tidak bisa menyerukan, tapi pimpinan harus kontrol dan mengawasi. "Harus diniatkan untuk melayani masyarakat" tegasnya.

Disisi lain, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Sohibul Iman menilai penyakit yang kronis dan sudah mengakar terkait dengan sistem dan mental para pejabat. Menurut Sohibul, revolusi mental bisa diawali dengan keteladanan. "Baik,  tegas dan harus di mulai dari presiden dengan menjaid orang terbaik, kemudian diikuti oleh kebawah," jelasnya.

Menurut Sohibul, Kalau pelayan publik bagus maka program pemerintah sampai kebawah dan dapat berjalan baik. "Jika terjadi penyimpangan maka Harus diberantas. Tidak perform berhentikan," tegasnya.
 
Sohibul Iman meminta semua harus move on para mentri dan pejabat dieksekutif. "Jangan sampai Panas diatas, dibawah dingin. Para petinggi harus sudah bersemangat untuk melakukan perubahan namun yang bawah tidak berubah," tuturnya.

Menanggapi Pernyataan Para Narasumber, Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana menyatakan Revolusi mental terhadap birokrasi bisa dilakukan dengan instan melalui paksa. "Maka jika ada birokrat tidak berubah terhadap sebuah pelanggaran, langsung diganti saja tidak usah ada peringatan lagi" tegasnya.

Danang meminta Kementrian harus kuat dan harus memiliki keteladanan. " Dan jika melakukan pelanggaran Standar pelayanan publik sesuai UU, maka secara individu sebaiknya dipecat saja," kata Danang.

Menurut Danang. dalam melakukan Revolusi mental dan perbaikan sistem, maka diikuti dengan pengawasan ketat. " Jika terbukti melanggar bisa diberikan sanksi tegas," tutur Danang

Danang menjelaskan, sejauh ini ombudsmen tetap memantau dan memberikan rekomendasi jika terjadi pelanggaran. " rekomendasi dari ombudsmen wajib dilaksanakan sesuai ketentuan UU dan bagi pelanggar maka sanksi secara berurut dilakukan melalui atasan,"‎ tuturnya

Danang menyarankan jika pemerintah ingin melakukan Revolusi mental Birokrat maka diperlukan langkah yang berani. Pertama, Pemerintah berani mengelola birokrasi, seperti mentri jangan takut melakukan reformasi di internal kementrian " Harus berani merubah," jelasnya.

Kedua menurut Danang, bukan menambah kewenangan lembaga tapi mengurangi. " hal ini dilakukan Untuk mengatasi tumpang tindih kewenangan diindonesia," katanya. Dan yang Ketiga, Negara harus menghormati dan memperkuat pengawasan. Masih tampak alergi.


 

 

 

(Akmal Irawan)