Diam-Diam, Turki Galang Kekuatan untuk Mendamaikan AS dan Iran

• Tuesday, 7 Jan 2020 - 14:49 WIB
Mevlut Cavusoglu (Foto: AFP)

ANKARA Turki berupaya mengurangi ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat (AS) terkait pembunuhan komandan pasukan elite Quds Qasem Soleimani. Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu sudah menghubungi kedua pihak.

Cavusoglu mengatakan telah berbicara melalui telepon dengan pejabat Iran dan AS untuk membahas upaya meredakan ketegangan.

Dia menegaskan, sebagai pihak yang memiliki hubungan baik ke Iran maupun AS, Turki akan melakukan langkah apa pun untuk meredakan ketegangan di kawasan.

"Kami akan terus bekerja dengan negara-negara lain untuk menyelesaikan masalah ini atau mengurangi ketegangan dalam beberapa hari mendatang," katanya, dikutip dari Reuters, Selasa (7/1/2020).

Selain Turki, Rusia juga tampaknya ingin memainkan peran. Seperti diketahui Turki, Rusia, dan Iran merupakan sekutu dekat. Namun dari ketiga negara tersebut, hubungan Turki dengan AS relatif lebih dekat dibandingkan dengan yang lain, meski ada kasus pembelian rudal Rusia.

Selain itu, lanjut dia, Presiden Tayyip Erdogan juga telah membahas masalah tersebut dengan Prancis, Irak, dan Qatar.

Menurut Cavusoglu, ketegangan di kawasan akan menjadi agenda utama kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Ankara pada Rabu (8/1/2020).

"Kekhawatiran kita bersama adalah Irak berubah menjadi zona konflik bagi negara-negara pihak ketiga lainnya. Ini merupakan risiko sangat serius bagi Irak dan kawasan. Karena itu, kami akan terus melakukan apa pun yang kami bisa untuk meredam kekerasan," ujar Cavusoglu.

Dia menambahkan, Turki juga telah membahas masalah ini dengan mitranya dari Inggris, Pakistan, serta Sekjen PBB Antonio Guterres.

Mendamaikan AS dan Iran bukan perkara mudah. Bahkan sebelum pembunuhan Soleimani, upaya pihak ketiga untuk meredakan ketegangan kedua negara terkait keluarnya AS dari perjanjian nuklir tahun 2015 tak membuahkan hasil.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berupaya memediasi pertemuan Donald Trump dengan Hassan Rouhani, namun gagal.

Tantangan besar bagi Turki adalah kasus yang dihadapi adalah pembunuhan yang dilakukan AS terhadap petinggi militer Iran yang kharismatik. Selain itu, pembunuhan dilakukan di wilayah Irak.

Iran berjanji membalas kematian Soleimani dan menyebut Trump sebagai teroris yang mengenakan jas.

Parlemen Irak pada Minggu meminta AS dan pasukan militer asing lain untuk meninggalkan negara itu.

Namun Cavusoglu mengatakan bahwa keputusan parlemen Irak itu tidak mengikat. Presiden Erdogan juga telah mendesak mitranya dari Irak untuk memberikan alasan yang jelas.

 

Editor : Anton Suhartono

(Sumber : inews.id)