Ini Kondisi Kejiwaan Reynhard Sinaga Menurut Psikiater

• Wednesday, 8 Jan 2020 - 10:42 WIB
Pemerkosa seperti Reynhard Sinaga kemungkinan mengalami skizofrenia atau gangguan mental jangka panjang yang menyebabkan halusinasi dan perubahan perilaku. (Manchester Evening Standard)

JAKARTA - Reynhard Sinaga yang terbukti melakukan 159 kasus pemerkosaan dan serangan seksual terhadap 48 korban pria di Inggris membuatnya mendapat julukan Predator Setan. Selain aksinya yang terbilang mengerikan, ekspresi pria asal Indonesia itu juga mendapat sorotan dari publik.


Reynhard yang merupakan lulusan arsitektur Universitas Indonesia (UI) ini secara terang-terangan tidak mengaku bersalah dan tidak menyesal atas apa yang telah dilakukannya. Bahkan menurut laporan, pria 36 tahun itu kerap tersenyum saat persidangan. Alih-alih setres atas kasusnya, Reynhard justru tampak tenang dan sehat.

Banyak orang pun beranggapan Reynhard mengalami masalah kejiwaan. Psikiater, dr. Nova Riyanti Yusuf, Sp. KJ menjelaskan bahwa pemerkosa seperti Reynhard kemungkinan mengalami skizofrenia atau suatu kondisi gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang. Gangguan ini menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi atau waham, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku.
Gejala tersebut merupakan gejala dari psikosis, kondisi di mana penderita kesulitan membedakan kenyataan dengan pikirannya sendiri. Kendati demikian, kebanyakan kasus pemerkosaan tidak memiliki hubungan dengan gangguan jiwa.

"Kebanyakan kasus pemerkosaan bukan gangguan jiwa. Orang dengan skizofrenia atau psikosis lainnya bisa melakukan pemerkosaan atau menunjukkan perilaku seksual abnormal yang bisa berhubungan langsung dengan psikosis atau secara tidak langsung dengan disinhibisi," papar dr. Nova Riyanti Yusuf saat dihubungi SINDOnews, Selasa (7/1/2020).

Disinhibisi merupakan prilaku yang tidak sesuai budaya dan norma-norma sosial yang berlaku karena terganggunya atau hilangnya fungsi pengendalian diri. Umumnya, perilaku penderita disinhibisi menjadi kurang sopan, kurang terpuji hingga memalukan.

"Ada jurnal yang melaporkan bahwa orang dengan skizofrenia empat kali mempunyai kecenderungan melakukan serangan seksual dibandingkan orang tanpa gangguan jiwa. Serangan seksual tidak hanya pemerkosaan dan ada hubungannya dengan gangguan sebelumnya misalnya parafilia," ujar dia.

Parafilia merupakan gangguan mental yang merujuk pada dorongan seksual, atau respon seksual terhadap objek atau situasi yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Kondisi ini biasanya juga ditandai oleh khayalan seksual yang khusus dan desakan serta praktek seksual yang kuat, biasanya berulang kali dan menakutkan.

Di sisi lain, Nova mengungkapan apa yang dilakukan Reynhard juga tidak termasuk kategori bipolar. Bipolar merupakan gangguan yang berhubungan dengan perubahan suasana hati mulai dari posisi terendah depresif atau tertekan ke tertinggi atau manik.

"Bisa juga pasien dengan hipomania dan manik mengalami disinhibisi seksual sehingga terjadi serangan tersebut. ICD-10 tidak menganggap pemerkosaan sebagai sebuah gangguan bahkan tidak disebutkan dalam gangguan sadomasokisme. Walau pelaku pemerkosaan mengalami banyak defisit dan disfungsi seperti orang-orang dengan gangguan jiwa," tutur dia.

Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta mengatakan, Reynhard memiliki ciri yang mengarah pada psikopat. Salah satunya adalah Reynhard bisa dengan mudah membujuk dan mengelabuhi orang lain sehingga mereka menjadi korbannya.

“Kalau melihat sebagian ciri-cirinya memang mengarah pada ciri-ciri psikopat, antara lain dengan caranya ia bisa dengan mudah mengelabui orang lain,” kata psikolog yang akrab disapa Shinta itu kepada SINDOnews, Selasa (7/1/2020).

Dia menjelaskan, psikopat adalah seseorang yang manipulatif dan mudah untuk mendapatkan kepercayaan orang lain. Namun, ciri itu agak sulit dikenali. Untuk memastikan apakah seseorang itu psikopat atau bukan, maka diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.

“Psikopat biasanya juga tidak bisa membedakan benar dan salah sehingga ketika melakukan hal salah atau yang kriminal, mereka tidak merasa bersalah apalagi menyesali,” paparnya.

Shinta menuturkan, orang dengan psikopat umumnya terkesan menawan, senang bersosialisasi, peduli dan ramah pada orang lain. Dia juga terlihat dapat berpikir logis, masuk akal, memiliki tujuan yang dipikirkan dengan matang, dapat memberikan penjelasan secara akurat dan memberikan tanggapan yang sesuai bahwa ada konsekuensi bagi para anti sosial dan pelanggar hukum.

“Psikopat mampu menilai diri sendiri dan akan dengan terbuka mengoreksi kesalahan di masa lalu. Psikopat tidak menunjukkan gejala-gejala umum perilaku neurotik, termasuk kegelisahan, kecemasan, histeria, perubahan suasana hati, kelelahan ekstrem, dan sakit kepala.Dan pada situasi yang membuat orang lain kesal atau jengkel, psikopat malah terkesima dan memperlihatkan kekosongan emosi, tanpa ada rasa takut atau cemas,” ujar Shinta.

Banyak faktor penyebab seseorang menjadi psikopat. Misalnya pengalaman seksualnya di masa lalu. Mulai dari perilaku seksualnya sejak kecil, paparan pada hal-hal yang bersifat pornografi, pergaulan, atau juga trauma atas jadian seksual pada dirinya. Pada banyak kasus pelaku sodomi dilakukan oleh korban sodomi di masa lalu. Dendam akan dominansi seksual dari pelaku kemudian dilampiaskan pada korban dengan melakukan hal yang sama. Meski ada pula sebagian kecil yang memang genetik.

“Pengalaman berhasil melakukan pemerkosaan akan menimbulkan kepuasan sendiri yang akhirnya mendorong pelaku melakukan hal yang sama berulang kali. Akhirnya bisa disebut sebagai serial rapist,” kata dia. (alv)

 

(Sumber: Sindonews.com)