Status DPO Mantan Sekretaris MA Nurhadi Dipertanyakan Kepentingannya

• Friday, 6 Mar 2020 - 18:30 WIB

Jakarta - Kuasa Hukum Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi, Maqdir Ismail menilai penetapan status buron untuk kliennya terlalu terburu-buru tanpa pertimbangan hukum. Maqdir mengatakan seharusnya KPK memberikan kesempatan menunda pemeriksaan ketika kliennya mengajukan pra peradilan. 

“Nurhadi datang kepada kami dan meminta pra peradilan sebagai bentuk ketaatan hukum dan seharusnya diperlakukan secara seimbang. Ketika kami menyampaikan tolong tunda dulu, justru malah dijadikan buron,” kata Maqdir dalam diskusi Opini LIVE Trijaya FM dengan tema "Memburu Buron KPK",  Jum’at (6/3).

Menurut Maqdir, sikap KPK ini yang membuat masyarakat tidak lagi percaya hukum. “Masyarakat tidak lagi percaya hukum karena tindakan tertentu dari oknum KPK. Ini bentuk kritik kita kepada KPK,” ucapnya.

Sementara itu, Maqdir menambahkan adanya wacana peradilan in absentia bagi kasus Nurhadi sangat tidak tepat dan merupakan bentuk pelanggaran.  Sebab perkara Nurhadi, menurut Maqdir termasuk kategori yang tidak berkaitan dengan kerugian negara terkait pasal penyuapan atau gratifikasi.

“Pelanggaran, karena peradilan in absentia harus dikaitkan dengan kasusnya. Ketentuan UU peradilan in absen untuk perkara korupsi, yang berkaitan dengan merugikan keuangan negara. Jadi sangat tidak tepat, kalau misalnya perkara Nurhadi dan Harun Masiku diadili dengan in absentia,” jelas Maqdir

Sehingga menurut Maqdir, KPK tidak perlu mengajukan peradilan in absentia dan Nurhadi harus dapat hadir di persidangan. “Seharusnya sabar saja dan dicari kalau memang belum ketemu, tidak perlu diadili dan didesak juga,” kilahnya.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono sebagai buron. Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016. KPK menduga dia dan menantunya menerima suap dan gratifikasi sebanyak Rp 46 miliar dari pengusaha. (Akm)