Napi Dibebaskan, Pengamat Hukum: Berdampak Stabilitas Keamanan Daerah

• Thursday, 16 Apr 2020 - 17:57 WIB

Kendari - Pakar Hukum Tata Negara, L.M Bariun, memandang kebijakan pemerintah pusat membebaskan narapidana baik narkoba maupun pidana umum, untuk mengurangi risiko tertular wabah virus Corona (Covid 19) perlu dipertimbangkan secara matang. Harus ada tim assesment untuk membuat kategori napi yang layak dibebaskan.

Menurut Direktur Pasca Sarjana Unsultra ini program asimilasi dan integrasi di tengah wabah Covid 19 yang menakutkan dunia ini membutuhkan kebijakan yang tepat.Karena dampaknya ke depan berkaitan dengan stabilitas keamanan daerah.

"Sebab yang namanya kejahatan tidak bisa kita tebak langsung, apakah mereka (Narapidana-red) sudah sadar dengan kejahatan yang dilakukan atau belum. Hal ini terbukti di beberapa provinsi lain di Indonesia, muncul aksi kejahatan yang dalangnya ternyata adalah narapidana yang bebas dari penjara," ujar Bariun Kamis (16/4/2020).

Bariun mengatakan kebijakan pemerintah membebaskan narapidana yang telah menjalani 2/3 masa hukuman di tengah pandemi Covid-19, kurang disepakati. Sebelum membebaskan narapidana, pemerintah seharusnya mempertimbangkan secara matang, karena bisa jadi napi yang dilepas akan melakukan kejahatan kembali, sehingga menimbulkan pandangan publik yang buruk terhadap penegakan hukum.

"Pembebasan narapidana program asimilasi boleh saja dilakukan sepanjang ada ketentuan hukum, tapi syaratnya harus difilter atau dipilah dengan baik," kata Bariun.

Narapidana yang bebas, harus dinyatakan layak. Layak dari segi perilakunya yang sudah berubah jadi baik berkat pembinaan rohani selama masa hukuman, memiliki keterampilan, dan terpenting nantinya bisa diterima kembali oleh masyarakat.

Selain pertimbangan utama itu, tak boleh dibebaskan begitu saja, meski narapidana tersebut sudah memenuhi syarat bebas masa hukuman. Karena resikonya berimbas ke masyarakat. 

Tingginya aksi kejahatan, akan menjadi dilema bagi masyarakat. Di satu sisi memikirkan semakin ganasnya penyebaran wabah corona, di sisi lain khawatir dengan aksi kejahatan karena banyaknya narapidana yang lepas penjara.

“Seharusnya dipilah baik-baik, sudah mendapatkan data base dari pihak lembaga pemasyarakatan dengan klarifikasi pemetaan, track record narapidana itu harus dilihat baik-baik apakah narapidana itu bisa bebas atau tidak dan harus dipikirkan kondisi diluar (di lingkungan masyarakat). Adanya intruksi Menteri Hukum dan HAM soal ancaman narapidana bebas yang berulah bakal mendapat sanksi hukum berat, itu tidak diatur dalam undang-undang,” ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, mengatakan narapidana yang berulah kembali setelah dibebaskan akan dijatuhi pidana baru. Dia mengatakan telah menginstruksikan jajaran Ditjenpas Kemenkumham untuk berkoordinasi dengan Polri dan Kejaksaan guna mengoptimalkan pengawasan tersebut.

Sesuai dengan peraturan dan prosedur pemberian asimilasi dan hak integrasi, di tahun 2020 ini telah dipetakan 40.329 warga binaan yang secara berangsur-angsur sudah harus dikeluarkan di tengah pandemi Covid-19. (La Ismeid)