Virus Corona Terdeteksi pada Partikel Polusi Udara

• Monday, 27 Apr 2020 - 23:45 WIB

LONDON, INGGRIS – Virus corona terdeteksi pada partikel-partikel polusi udara oleh para ilmuwan yang menyelidiki apakah hal itu memungkinkan virus terbawa dan berpindah lebih jauh sehingga meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi.

Penelitian ini masih di tahap awal dan belum diketahui apakah virusnya tetap hidup pada partikel polusi dan jumlahnya cukup untuk mengakibatkan penyakit.

Dilansir The Guardian, Jumat pekan lalu (24/4), para ilmuwan Italia menggunakan teknik standar untuk mengumpulkan sampel polusi udara dari sebuah kota dan sebuah lokasi industri di Provinsi Bergamo, serta mengidentifikasi gen yang sangat spesifik dengan Covid-19 di banyak sampel. Deteksi kemudian terkonfirmasi dalam tes acak yang dilakukan di laboratorium independen.

Leonardo Setti di Universitas Bologna Italia, yang memimpin penelitian ini, mengatakan penting untuk menyelidiki apakah virus dapat terbawa lebih jauh oleh polusi udara.

“Saya seorang ilmuwan dan saya merasa khawatir ketika saya tidak tahu sesuatu,” katanya. “Jika kita tahu, kita bisa menemukan solusinya. Tetapi jika kita tidak tahu, maka kita hanya akan menderita atas konsekuensinya.”

Dua kelompok penelitian lain telah mengindikasikan bahwa partikel polusi udara dapat membantu perjalanan virus corona lebih jauh di udara.

Analisis statistik oleh tim Setti menunjukkan bahwa tingkat polusi partikel yang lebih tinggi sebanding tingkat infeksi yang lebih tinggi di wilayah Italia utara sebelum lockdown diberlakukan, sebuah gagasan yang didukung oleh analisis awal lainnya. Wilayah tersebut adalah salah satu yang paling tercemar di Eropa.

Namun demikian, tidak satu pun dari studi yang dilakukan oleh tim Setti tersebut telah ditinjau oleh rekan sejawat (peer reviewed), dan karenanya belum disetujui oleh ilmuwan independen. Tetapi para ahli sepakat bahwa proposal mereka masuk akal dan perlu diselidiki.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa partikel polusi udara memang mengandung mikroba dan bahwa polusi kemungkinan membawa virus yang menyebabkan penyakit flu burung, campak, dan flu Singapura, ke jarak yang cukup jauh.

Peran potensial partikel polusi udara terkait dengan pertanyaan yang lebih jauh mengenai bagaimana virus corona ditularkan. Percikan ludah yang banyak, yang mengandung banyak virus dari batuk dan bersin seseorang yang terinfeksi, akan jatuh ke tanah dalam jarak 1 atau 2 meter. Tetapi percikan ludah yang jauh lebih sedikit, berdiameter kurang dari 5 mikron, dapat tinggal di udara selama beberapa menit hingga berjam-jam dan bergerak lebih jauh.

Para ahli tidak yakin apakah percikan di udara yang sedikit ini bisa menyebabkan infeksi virus corona, meskipun mereka tahu bahwa virus corona SARS 2003 tersebar di udara dan bahwa virus baru ini akan dapat bertahan selama berjam-jam dalam percikan yang sedikit.

Tetapi para peneliti mengatakan bahwa pentingnya potensi penularan melalui udara, dan kemungkinan meningkatkan peran partikel polusi, berarti tidak boleh dikesampingkan tanpa bukti.

Profesor Jonathan Reid di Universitas Bristol di Inggris sedang meneliti penularan virus corona melalui udara. “Mungkin tidak mengejutkan bahwa ketika melayang di udara, percikan-percikan yang sedikit bisa bergabung dengan partikel-partikel lain di perkotaan sehingga terbawa ke mana-mana.”

Ia mengatakan virus telah terdeteksi pada percikan-percikan kecil yang dikumpulkan di dalam ruangan di Tiongkok.

Setti mengatakan percikan kecil antara 0,1 dan 1 mikron dapat melakukan perjalanan lebih jauh ketika bergabung bersama partikel polusi berukuran hingga 10 mikron, daripada ketika mereka sendiri. Ini karena partikel gabungan lebih besar dan kurang padat daripada percikan, selain dapat terbantu oleh udara sehingga bertahan lebih lama.

“Partikel polusi itu ibarat pesawat mikro dan penumpangnya adalah percikannya,” kata Sett. Reid lebih berhati-hati, “Saya kira perubahan yang sangat kecil dalam ukuran partikel (gabungan) seperti itu tidak mungkin bisa berbuat banyak.”

Prof. Frank Kelly di Imperial College London mengatakan gagasan bahwa partikel polusi membawa virus berpindah jarak lebih jauh sangat menarik. “Itu mungkin terjadi, tetapi saya perlu melihat eksperimen ini diulangi oleh dua atau tiga kelompok lagi.”

Pakar lain, Prof. John Sodeau di University College Cork, Republik Irlandia, mengatakan, “Pekerjaan ini sepertinya masuk akal. Tapi itulah yang perlu digarisbawahi saat ini, dan interaksi (partikel) yang berpeluang terjadi, tidak selalu layak secara biologis dan mungkin juga tidak mempunyai efek apa-apa di atmosfer.” Ia mengatakan, proses penelitian ilmiah secara umum mungkin perlu waktu 2 atau 3 tahun untuk mengonfirmasi temuan tersebut.

Penelitian lain telah menunjukkan korelasi antara peningkatan kematian akibat Covid-19 dengan tingkat polusi udara yang lebih tinggi sebelum pandemi. Paparan terhadap udara kotor dalam jangka panjang diketahui merusak kesehatan paru-paru, yang dapat membuat orang lebih rentan terhadap Covid-19. (lic)