Pandemi, Momen Perbaiki Tata Kelola Kesehatan

Mus • Tuesday, 5 May 2020 - 17:53 WIB

Jakarta -  Kehadiran pandemi virus corona saat ini turut membuka kelemahan tata kelola pemerintahan, khususnya dalam sektor kesehatan. Demikian pandangan yang berhasil dirangkum dalam “Webinar Bagaimana Kondisi Pasca Covid-19?” yang diselenggarakan The Indonesian Democracy Initiative (TIDI). Seminar yang dibagi dalam tiga sesi tersebut mengangkat tema Protokol Kesehatan pasca Covid-19 di sesi pertama pada Senin (4/5/2020).

Mengatasi Krisis Kepercayaan Publik
Defny Holidin, MPM., dosen FIB Universitas Indonesia, mengangkat fokus pemerintah yang terlalu berat pada sisi ekonomi dibandingkan dengan layanan kesehatan menjadi borok pertama yang dibuka melalui kejadian pandemi covid-19.

“Dengan adanya pandemi kita jadi melihat bahwa apa yang menjadi fokus pemerintah bukan kesehatan, namun ekonomi.” Ujar Defny yang juga kandidat doctor dari Universitaet Osnabroeck.

Dalam keadaaan darurat kesehatan saat ini, pemerintah juga menunjukkan adanya kelemahan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu antar kementerian sektoral sendiri menunjukkan adanya ketidaksinkronan. Defny mencontohkan adanya saling tunggu antara pemerintah daerah dan pusat untuk PSBB serta perbedaan peraturan antar kementerian dalam pelaksanaan PSBB.

Qurrata Ayuni, dosen Fakultas Hukum UI juga menyoroti kelemahan pemerintah dalam merumuskan regulasi seputar darurat kesehatan. Ayuni menyebut regulasi yang dikeluarkan minim konten sehingga mengharuskan adanya turunan peraturan lagi agar dapat dilaksanakan.

Krisis kepercayaan antara pemerintah dengan publik juga turut menjadi isu krusial yang muncul akibat pandemic. Ayuni menyayangkan keluarnya Perppu No 1 tahun 2020 yang akan disahkan menjadi UU sebagai bentuk kemunduran dalam hal check and balances.

“Pasal 27 dan 28 Perppu no 1 tahun 2020 meniadakan upaya hukum melalui jalur pengadilan dan pelibatan legislatif dalam pengambilan kebijakan penanganan Covid-19," papar Ayuni.

Adanya pengawasan dan keterlibatan publik sebenarnya merupakan prasyarat munculnya kepercayaan publik. Dengan adanya keterbukaan dari pemerintah, masyarakat jadi semakin percaya dengan langkah pemerintah dalam menangani wabah.

Dalam temuan penelitian Drone Emprit yang disampaikan oleh Ismail Fahmi, ada tiga syarat kepercayaan publik bisa ditingkatkan, yakni pemerintah bersikap transparan, menyediakan data akurat serta terbuka memaparkan rencana dan langkah penanganan wabah. Ismail melihat bahwa pemerintah seiring waktu telah berupaya memperbaiki kesalahan dengan mulai membuka data.

“Pandemi mengajarkan tentang pentingnya Information Leadership. Dimana data yang benar harus menjadi pegangan dalam menangani wabah. Sehingga pemerintah dapat membangun awareness, sense of crisis, membantu pengambilan keputusan dan agar publik juga dapat terlibat dalam membantu,"  lebih jauh Ismail menjelaskan.

Ismail juga menekankan pentingnya national leadership hadir sampai tingkat RT dan RW. Sebab, masih ada gap pemahaman antara mereka yang terbiasa memperoleh informasi dari pusat melalui media sosial dengan masyarakat bawah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penolakan di masyarakat terhadap pasien covid-19. Stigmatisasi terhadap pasien oleh masyarakat ini berbahaya sebab bisa membuat pasien sendiri menjadi tidak jujur.

Membangun Kesehatan sebagai Budaya
Hal senada diungkapkan oleh DR. dr Achmad Zaki, yang menyayangkan hilangnya peran Puskesmas dalam menyampaikan informasi dan edukasi ke lapisan masyarakat bawah.

“Puskesmas dulu dimaksudkan untuk turut membentuk budaya sehat masyarat. Namun misi edukasi Puskesmas mulai terlupakan, sehingga peran Puskesmas hanya sebagai tempat berobat," terang Zaki. Akademisi Fakultas Kedokteran UIN Jakarta ini juga menambahkan, bahwa untuk mengatasi kurangnya pemahaman masyarakat ini, maka perlu re-inforcement. “Dalam pemakaian helm, dengan adanya inforcement, masyarakat jadi lebih disiplin dalam menggunakan helm," Zaki memberi contoh.

Lebih jauh Zaki memaparkan bahwa dengan adanya pemberian informasi secara terus menerus dalam rangka membangun knowledge, maka akan muncul attitude (sikap), dari sikap yang dibiasakan akan membentuk behavior (kebiasaan). Dari sini kemudian akan muncul budaya sebagai faktor dinamis yang bisa membuat perubahan.

Masyarakat Jepang merupakan contoh bagaimana budaya yang dibangun bertahun-tahun dapat turut meningkatkan derajat kesehatan sebuah bangsa. Anak-anak di Jepang sudah dibiasakan mencuci tangan setelah dan sebelum melakukan aktivitas dengan pengawasan guru. Masyarakat Jepang juga sudah dibiasakan mengenakan masker di luar rumah. Hal-hal ini yang menjadi kunci menekan berkembangnya wabah.

Akan tetapi, leluhur masyarakat Indonesia juga sebenarnya punya budaya sehat yang sangat tinggi. Menurut Zaki, hal ini ditunjukkan dengan artefak padasan yang berbentuk guci air dan diletakkan di pinggir jalan atau depan rumah. Padasan menunjukkan sejak dahulu, masyarakat Indonesia sudah dibiasakan mencuci tangan dan kaki sebelum masuk ke dalam rumah. (Jak)