Kasus Daging Babi DPR Sebut Pengawasan Pemerintah Lemah

ITK • Thursday, 14 May 2020 - 09:38 WIB
Rilis

BANDUNG -  Polresta Bandung berhasil mengungkap peredaran daging babi yang diolah menyerupai daging sapi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu (9/5/2020).
 
Pelaku pengedaran  berjumlah empat orang berinisial T (54), MP (46), AR (38), dan AS (39). Berdasarkan keterangan dari Polresta Bandung, para pelaku sudah beroperasi selama setahun lebih dengan perkiraan jumlah penjualan 63 ton.
 
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani, mengatakan hal ini bisa terjadi karena kurangnya pengawasan dari pemerintah.
 
"Kejadian seperti hampir selalu berulang setiap tahunnya ketika menjelang lebaran, karena tingginya permintaan masyarakat akan daging menjelang lebaran sering kali dimanfaatkan pedagang curang yang menggantinya dengan daging babi, ini karena kurangnya pengawasan dari Kementerian Pertanian dan BPOM" kata Netty dalam rilis medianya, Rabu (13/05/2020).
 
Netty sangat menyayangkan hal ini  mengingat jaringan pelaku sudah beroperasi selama setahun dan sudah menjual puluhan ton daging babi yang diolah mirip daging sapi.
 
"Bisa dibayangkan berapa banyak masyarakat muslim yang sudah mengonsumsi daging olahan tersebut. Ini harus dibongkar sampai ke akarnya, apalagi ada kaitannya dengan pemasok dari Solo. Bisa jadi pemasok Solo tidak hanya mengirim ke Bandung,  tapi juga ke daerah-daerah lain" ujar legislator dari Jawa Barat ini.
 
Menurut Netty selama ini masyarakat muslim sudah ada perlindungan untuk mendapatkan produk halal dengan adanya Undang-Undang Jaminan Produk halal.
 
"Setelah diberlakukannya UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), kasus peredaran daging sapi palsu seharusnya tidak terjadi, tapi lemahnya implementasi UU dan pengawasan di lapangan membuat hal ini selalu terulang hampir setiap tahun" kata Netty.
 
Netty juga mempertanyakan keseriusan pemerintah untuk mengawasi peredaran daging di pasaran. Karena walaupun kondisi Covid-19 yang menyulitkan untuk bergerak tidak bisa dijadikan alasan melemahnya pengawasan.
 
"Walaupun sedang terjadi pandemi Covid-19, tetap pengawasan peredaran makanan harus digalakkan. Kalau perlu sidak ke pasar-pasar, tahun 2019 lalu katanya Kementan punya instrumen khusus untuk mengawasi peredaran daging celeng dengan alat pemindai lokasi atau Global Positioning System (GPS), mana hasilnya, kenapa masih terjadi peredaran daging palsu?" ujarnya.
 
Kasus ini, kata Netty,  membuat masyarakat semakin terganggu ketenangannya. "Masyarakat sudah mengalami pembatasan mobilitas, tidak bisa melaksanakan ibadah Ramadhan seperti biasanya di mesjid, sebagian kehilangan pekerjaan dan kesulitan bahan pangan, sekarang ditimpa pula dengan daging sapi palsu. Betapa besar kezaliman yang telah ditimpakan pada masyarakat. Dimana tanggungjawab dan perlindungan negara..." tanya Netty. (*)