Upaya Hukum Golden Crown ke Pemprov DKI Jakarta Dianggap Tepat

FAZ • Wednesday, 20 May 2020 - 10:53 WIB

Jakarta - Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) menyebut gugatan tempat hiburan malam Golden Crown pada Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta di Pengadilan Tata Usaha Negada (PTUN) Jakarta, menjadi pemahaman soal aturan daerah.

"Kalau dari Asphija, jika ada gugatan kami ngikutin aja. Antara senang dan nggak juga. Senangnya, kita jadi paham secara aturan siapa yang benar dan nggak," kata Ketua Asphija Hana Suryani saat dihubungi di Jakarta, Selasa (19/5/2020).

Menurutnya, kasus Golden Crown ini muncul akibat giat yang dilakukan oleh pihak ketiga, yakni Badan Narkotika Nasional (BNN) dan kepolisian, namun penutupan itu tetap dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta meski pihak Diskotek Golden Crown mengaku belum ada surat rekomendasi.

"Itu yang diharapkan oleh kita semua. Karena teman-teman di asosiasi berpandangan dasar penutupannya dari rekomendasi, namun ini kan belum keluar rekomendasinya. intinya biar kita semua tau, proses yang benar bagaimana," ucapnya.

Hana menyebut akibat penutupan Golden Crown kemudian disusul penutupan diskotek Black Owl yang terkesan terburu-buru, membuat bingung para investor terlebih mereka juga masih harus memikirkan operasional dan mengurus karyawan yang tidak sedikit.

"Betul memang disebut oleh dinas (Pariwisata) bahwa pencabutan itu sudah sesuai undang-undang karena ada laporan media massa dan warga. Tapi kan ini pemicunya ada giat BNN, kenapa tidak tunggu BNN sampai keluar rekomendasi atau surat keterangan apa yang terjadi di sana, para anggota melihatnya tidak ada kebijaksanaan di sini," ucap Hana.

Menurut pemerhati tempat hiburan malam (THM), S Tete Marthadilaga menyatakan langkah hukum oleh PT MAS yang menampung ratusan tenaga kerja ini patut diapresiasi.

"Upaya hukum ini terlepas suka atau tidak suka tetapi semata mencari keadilan. Sedangkan Peraturan Daerah yang dirasa sangat membebani, melemahkan dan bisa merugikan pengusaha perlu ditinjau ulang untuk direvisi. Karena hal ini menyangkut kelangsungan usaha dan kepastian kerja para pekerjanya," ujar Tete.

Tete menambahkan, terlepas mana yang benar dan mana yang keliru, begitu halnya mana yang melanggar dan mana yang bertindak arogan, serahkan saja apa yang diputuskan nanti oleh PTUN Jakarta. Semua pihak harus menghormati dan legowo menerima putusan akhir pengadilan.