Bukan main, India Lockdown sampai 4.0

ANP • Saturday, 23 May 2020 - 12:00 WIB

NEW DELHI - Pada 18 Mei 2020 jumlah kasus di India mencapai 101,000 orang dengan 3163 kematiaan, sekitar angka kematian sekitar 3.1%, cukup rendah dibandingkan negara lain dan rata-rata dunia. Ternyata, mungkin karena kasus masih terus meningkat, maka diputuskan “lockdown” seluruh dilanjutkan 2 minggu lagi, jadi ada “lockdown 4.0”. Artinya total 69 hari, panjang sekali.
Lockdown pertama bermula 25 Maret, waktu itu jumlah kasus COVID-19 di India 606 orang. Lalu pada 14 April kasusnya jadi 10.815 orang dan dilanjutkan lockdown tahap ke dua,2.0. Nah, pada 3 Mei akhir lokcdown 2.0 jumlah kasus adalah 40.263.

Untuk mengatasi dampak ekonomi masyarakat maka Perdana Menteri India mengumumkan paket kompensasi stimulus ekonomi akibat COVID-19 sebesar 266 Milyard Dolar Amerika (sekitar 3900 triliun rupiah), yaitu 10% GDP India. Kalau dibandingkan negara lain, maka Jepang menyediakan 21.1% GDPnya untuk stimulus ekonomi akibat COVID-19 di negaranya, disusul dengan Amerika Serikat dengan sekitar 13.3% GDP nya, lalu Australia 10.8% dan Jerman dengan 10.7%. India di posisi ke lima di dunia dengan angka 10% GDP nya digunakan untuk paket stimulus ekonomi COVID-19 nya.

Pada lockdown 4.0 ini memang ada beberapa kelonggaran, yang diserahkan kebijakannya ke masing2 negara bagian (State), kalau di Indonesia setara propinsi (walau ada propinsi di India yang jumlah penduduknya lebih dari 200 juta orang).

Untuk New Delhi tempat saya “ter lockdown”, beberapa kelonggaran adalah:
- sebagian pasar boleh buka (jadi selama 55 hari sebelum ini semua pasar tradisional total tutup), tapi hanya separo tokonya boleh buka secara bergiliran
- stadium olahraga buka, tapi tidak boleh ada penonton
- upacara perkawinan sudah boleh, tapi hanya 50 tamu, sementara upacara penguburan hanya boleh dihadiri 20 orang
- kereta metro dalam kota tetap tidak beroperasi, tapi mulai hari ini bus umum boleh jalan. Satu bis hanya boleh 20 penumpang, dan sebelum naik bis maka akan di cek suhu satu per satu.
- Bajaj dan becak hanya boleh beroperasi dengan mengangkat 1 penumpang saja

Yang “sedihnya” untuk saya, khusus New Delhi maka tukang cukur masih tetap dilarang buka, di negara bagian lain sudah ada yang buka. Akhirnya saya kemarin terpaksa cukur rambut sendiri dengan “trimmer” yang dipinjamkan oleh staf WHO dari Amerika Latin, lumayan juga hasilnya seperti di foto ini.
 
Untuk seluruh negara maka tetap tidak boleh keluar rumah dari jam 7 malam sampai 7 pagi, kecuali kalau keperluan mendesak. Juga di sebagian besar negara bagian maka sekolah tetap tutup, bioskop dan Mall juga demikian. Tempat ibadah juga tetap di tutup. Bandara juga masih tutup, hanya boleh untuk penerbangan repatriasi. 20 Mei rencananya ada pesawat Air India ke Jakarta untuk menjemput warga negara India yang “stranded” di Indonesi untuk mereka bisa balik ke India. Dari New Delhi pesawatnya kosong, maka ada WNI yang bisa ikut pulang ke Jakarta, baik turis yang “stranded” maupun mereka yang sudah selesai kontrak kerjanya. Untuk WNI yang masih bekerja di India maka kalau ikut pesawat ini maka belum tahu kapan akan bisa balik ke tempat kerja di India.

Pada pertengahan Mei 2020 ini WHO juga menyampaikan 5 pesan tentang situasi COVID-19 yaitu:
1. The pandemic has made it crystal clear that we are one world that has more in common with each other than we’d ever dare to believe. Our best defense against outbreaks is preparedness, investing in strong health systems and primary health care.
2. We need to unleash the full power of science and to unit our efforts to ensure effective and affordable therapeutics and vaccines that can benefit everyone, everywhere.
3. Global solidarity will accelerate science and expand access so that together we can overcome the virus. Until everyone is protected, the world will remain at risk.
4. Early serological studies show that most of the population is still susceptible to COVID-19. Until there is a vaccine, the comprehensive package of measures is our most effective set of tools to tackle the virus.
5.The risk of returning to lockdown remains very real if countries do not manage the transition extremely carefully, and in a phased approach.

Prof Tjandra Yoga Aditama
Mantan DirJen P2P Kemenkes dan Mantan Kepala Balitbangkes. Sekarang bertugas sebagai Direktur WHO SEARO ttg Penyakit Menular.