Prof. Syaiful Bakhri: Kasus Siti Fadilah, Perkara Politik Berakhir Di Penjara, Beresiko Corona

ANP • Tuesday, 2 Jun 2020 - 15:07 WIB

JAKARTA - Pengembalian Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan RI 2004-2009 setelah perawatan di rumah sakit beberapa waktu lalu, ke Penjara Pondok Bambu yang berisikan 50 orang tanpa gejala (OTG) yang positif Corona,-- adalah suatu keniscayaan yang sangat bertentangan dengan peri-kemanusiaan. Demikian Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH, MH, ahli hukum pidana, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) kepada pers di Jakarta, Selasa (2/6).

“Alasan kemanusiaan tidak terjamah. Tidak bergeming. Nampaknya Tuhan pun dilawan. Tidak ada lagi akal sehat yang bisa menjelaskan problem ini. Dimanakah falsafah Pancasila tentang Kemanusiaan yang Adil dan Beradab? Tentang Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia?” ujarnya. 

Ia mempertanyakan mengapa perkara politik tentang kebijakan publik, berakhir di penjara, yang juga tanpa pembinaan dan pengampunan. 

“Padahal sejatinya, lepas bersyarat menjadi hak warga binaan, tetapi hak itu diabaikan,” tegasnya.

Syaiful Bakhri menjelaskan, narapidana seharusnya diperlakukan sebagai warga binaan yang dipersiapkan kembali kemasyarakat. Selayaknya Siti Fadilah mendapatkan remisi atau bebas bersyarat, sehingga memperpendek masa di dalam penjara yang sangat buruk budayanya. 

“Terlebih masa wabah penyakit menular Corona,-- sudah seharusnya narapidana orang tua serta anak-anak diberikan asimilasi karena kemanusiaan. Sehingga dapat dipindahkan ke rumah dengan pengawasan yang ketat,” tegasnya.

Tapi ia menyesali, kebijakan hukum tentang bebas bersyarat sebagaimana sudah diatur oleh Undang-Undang, tidak diberlakukan oleh sebuah Peraturan Pemerintah. Menurutnya ini adalah problem hukum yang belum terpecahkan dan sangat tidak berkeadilan. 

“Terlebih lagi asimilasi tidak diberikan. Inilah kebijakan hukum yang tidak beralasan, tapi karena politik lebih dikedepankan. Mestinya mempertimbangkan kondisi usia lanjut, riwayat kesehatan, keadaan penjara yang berpotensi penularan berbahaya serta ancaman kematian,” ujarnya.

Syaiful Bakhri mempertanyakan, sampai saat ini tidak pernah ada lembaga yang bisa dimintakan pertanggungjawabannya. 

“Kalau terjadi sesuatu, Kalapas yang akan dituntut bertanggung jawab. Karena tidak tidak memberikan jaminan kepada warga binaan untuk bisa hidup sehat di masa wabah Corona saat ini. Nantinya, karena pertanggungjawaban berjenjang maka yang akan dikorbankan  adalah Kalapas. Selesai. Maka di atasnya tidak akan tersentuh,” ujarnya. 

Syaiful Bakhri menjelaskan, organisasi Muhammadiyah secara perorangan telah mendampingi sebagai kuasa hukum. Pimpinan Pusat Aisyiah, Gerakan Wanita Muhammadiyah, dimana Siti Fadilah Supari sebagai anggota aktif,-- juga telah memberikan dukungan moral bahkan telah berkirim surat kepada Presiden agar memberikan kesempatan bebas bersyarat ataupun asimilasi.

“Namun hingga saat ini belum ada respon ditolak atau diterima,” katanya. 

Sebelumnya, Siti Fadilah Supari sempat dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot pada Rabu (20/5) lalu karena mengalami serangan asthma dan batuk. Namun dipulangkan kembali ke Penjara Pondok Bambu dengan alasan sudah sembuh, karena bisa menerima kunjungan Dedy Corbuzier. (ANP)