Literasi Politik; Pemilu Berkualitas

Mus • Thursday, 25 Jun 2020 - 23:01 WIB

Oleh: Safruddin Abas
(Pengurus Besar HMI)

Di Indonesia, demokrasi menjadi tema yang hidup di setiap forum diskusi oleh sejumlah aktivis, pegiat dan pemerhati sosial. Demokrasi Indonesia, dinilai sistem paling ideal karena rakyat menjadi tumpuan pengambilan keputusan di setiap momentum politik kebangsaan. Sebagaimana Caroline, dkk. menyebutkan bahwa demokrasi adalah jalan yang memungkinkan pemilih menjadi berdaya dan berdaulat. Tidak hanya itu, rakyat diberi kebebasan seluas-luasnya untuk berekspresi, berpendapat, bahkan mendirikan perkumpulan sebagai wadah mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Diskursus tentang demokrasi memiliki korelasi dan tidak bisa dilepaspisahkan oleh politik. Untuk mewujudkan negara demokratis, tentunya membutuhkan langkah-langkah politik yang dinamis dan konstruktif. Oleh karenanya, literasi politik merupakan agenda penting dalam rangka memberikan pemahaman dan penyadaran masyarakat tentang perjalanan demokrasi dan politik di Indonesia, serta mewujudkan pemilih berkualitas untuk penyaluran hak-hak politiknya pada setiap momentum pemilu atau pilpres.

Perjumpaan kebudayaan sedemikian cepat, memberi keniscayaan perubahan sosial juga semakin pesat. Belum lagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melahirkan tantangan yang menuntut manusia memiliki kemampuan literasi lain, bukan sekadar melek huruf. 

Itulah mengapa, perkembangan yang terus berlangsung menuntut manusia menjadi multiliterat. Apalagi revolusi teknologi dan informasi hari ini memberi dampak signifikan bagi perubahan dan perkembangan masyarakat, yang oleh Marshal McLuhan menyebutnya desa global, dimana perkembangan teknologi dan komunikasi menjadi sebuah desa yang sangat besar. 

Meminjam ungkapan Brett dalam Ridha Muhammad, bahwa kemampuan literasi politik meliputi: 1) mengetahui dimana dan bagaimana sebuah pilihan seharusnya dibuat, baik ditingkat lokal, nasional dan internasional; 2) mengenali hak-hak politik dengan baik; 3) familiar dengan gagasan-gagasan, bahasa dan pernyataan politik; 4) Mampu mengembangkan serangkaian nilai-nilai politik baik secara personal dan memiliki kemampuan dan kepercayaan diri yang cukup untuk mengaplikasikannya; dan 5) Mampu ikut serta dalam dialog-dialog dengan orang lain tentang isu-isu politik.

Penjelasan Brett diatas menggambarkan betapa kualitas demokrasi sangat ditentukan oleh literasi politik dan partisipasi masyarakat untuk menyalurkan hak-hak politiknya. Jika seorang pemilih tidak memiliki pengetahuan politik yang baik, tidak memahami dinamika politik yang digerakan oleh aktor-aktor politik, tentu sangat mempengaruhi sikap dan perilaku politik pemilih. Apalagi tradisi politik pragmatis dan transaksional makin tumbuh subur ditengah-tengah masyarakat. 

Gerakan literasi politik merupakan aktivitas rasional untuk membaca, mengetahui dan memahami arti pentingnya berdemokrasi. Berpartisipasi aktif membangun integritas pemilu melalui penyaluran hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik, tentu memerlukan instrumen sosialisasi politik akal sehat kepada pemilih sebagai langkah merekonstruksi suatu pemahaman ideal bahwa menentukan pilihan kepada seorang aktor politik (kontestan) harus didasarkan oleh aktivitas nalar sehat, memahami jejak rekam seorang figur politik, serta memberi mandat kepada kontestan politik didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman kepemimpinan aktor tersebut. 

Sebagaimana Nora Eka Putri, menjelaskan bahwa pemilu bukan hanya penanda suksesi kepemimpinan, tapi juga merupakan koreksi/ evaluasi terhadap pemerintah dan proses deepening democracy untuk meningkatkan kualitas demokrasi yang sehat dan bermartabat. Dalam proses konsolidasi tersebut, parpol sebagai pelaku utama pemilu idealnya dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyedia kader calon pemimpin. 

Hal penting lainnya menjadi perhatian serius bagi segenap lembaga penyelenggara pemilu. Bahwa sebagai penyelenggara sepatutnya tidak hanya bertumpu pada kerja-kerja teknis pemilihan umum, dan tidak pula menghabiskan banyak energi pada dinamika jangka pendek bahwa pemilu hanyalah sarana mewah bagi kontestan untuk melanjutkan rotasi kepemimpinan. Namun, jauh daripada itu, memaknai pemilihan umum sebagai momentum penting bagi rakyat agar mengenali dan memahami prinsip-prinsip kebebasan dalam menentukan figur terbaik secara cerdas dan bermartabat. 

Langkah ini dilakukan demi mewujudkan cita-cita bersama dalam rangka membangun tradisi politik nilai bagi generasi melalui gerakan pemilih cerdas dan kritis, membangun kesadaran politik bermartabat serta menekan kekuatan politik uang (money politic) yang masih mengakar kuat di setiap momentum politik. Karena kualitas pemilu sangat ditentukan oleh kualitas pemilih itu sendiri. 

Wassalam...