Bekas Tangani Covid-19, Sampah dan Limbah Medis Covid-19 Didaur Ulang

Vir • Tuesday, 30 Jun 2020 - 13:43 WIB
Foto: Okezone.com

Bekasi — Sampah medis bekas penanganan virus corona atau Covid-19 masih ditemukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Sumurbatu dan TPA Burangkeng.

Berdasarkan observasi dan investigasi yang dilakukan Koalisi Persampahan Nasional (KPNaS) dari tanggal 1 sampai 23 Juni 2020 masih ditemukan sampah medis dan sampah bekas penanganan Covid-19 dibuang sembarangan di tempat TPA sampah. Seperti masker, sarung tangan dan tisu.

"Jumlahnya cukup banyak. Limbah medis tersebut sudah dicampur dengan plastik, kertas, karung, busa, ranting dan daun, kayu," kata Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNaS) Bagong Sutoyo kepada Okezone, Selasa (30/6/2020).

Fakta faktual itu, kata Bagong diduga kuat limbah medis tersebut berasal dari rumah sakit, klinik kesehatan maupun Puskesmas. Menurut sejumlah pemulung dan hasil temuan lapangan di TPA Sumurbatu Kota Bekasi dan TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi mengindikasikan bahwa pembuangan limbah medis dan sampah bekas penanganan Covid-19 terus berlangsung sudah lama.

"Karena tidak adanya pemilahan sampah dari tingkat sumber, termasuk kategorial limbah beracun dan berbahaya (B3). Juga tidak ada penampungan khusus limbah medis dan sampah bekas penanganan Covid-19," ujar Bagong.

Situasi mengerikan ini, kata dia, terjadi di sekitar TPA, yakni limbah medis yang ditangani pihak ketiga. Biasanya limbah medis dan sampah dipilah dan diambil yang bernilai ekonomis, seperti botol dan selang infus, botol dan kemasan obat, plastik PET/botol dan gelas mineral, dan bahkan sampai jarum suntik pun dikumpulkan, setelah banyak pembelinya datang.

"Semua itu sudah ada pembelinya. Namun, yang mengerikan sisa-sisa sortirnya dibuang sembarangan atau di-dumping," kata dia.

Kondisi tersebut, lanjut Bagong, merupakan gambaran carur marut pengelolaan sampah dan limbah medis, limbah B3 di daerah-daerah. Seperti kasus di Kabupaten Bekasi dan Karawang, limbah medis dibuang di tanah kosong dan pinggiran sawah.

"Kita semakin abai atau apatis terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, terutama tenaga kebersihan, pemulung, operator alat berat, supir truk sampah, dan warga sekitar TPA. Mengapa para pelaku usaha kesehatan, pemilik rumah sakit, klinik dan Puskesmas dan Pemerintah Daerah serta DPRD membiarkan kondisi krusial tersebut?" kata Bagong.

Bagong menduga, permasalahan ini terjadi disebabkan banyak faktor. Pertama, kebijakan sebatas teks-teks di atas kertas tanpa implementasi yang baik dan serius. Kedua, pelaksanaan teknis tidak didasarkan pada kebijakan, peraturan perundangan, Perda hingga standar operasional prosedur (SOP).

"Mungkin karena memang tida ada SOP. Ketiga, tidak ada anggaran atau sedikit anggaran untuk melaksanakan kebijakan itu,"ujarnya.

"Keempat, para pejabat dan pelaksana teknis di daerah tidak tahu atau sengaja melakukan pembiaran atau tutup mata. Kelima, para pejabat dan pelaksana teknis melakukan kong-kalikong karena upeti. Keenam, tidak adanya pengawasan rutin dan penegakkan hukum (law-enforcement) secara ketat, tegas dan tanpa pandang bulu," sambung Bagong.

Terlebih, berdasarkan penelitian ilmiah mengungkapakan bahwa virus corana dapat menempel pada sejumlah benda dan sampah. Berapa lama virus corona bertahan menempel di permukaan benda.

"Seperti yang dirilis The Journal of Hospital Infection menghasilkan 22 studi mengenai virus corona bertahan di permukaan suatu benda. Pada stainless stell bertahan hingga 5 hari, bahan metal 5 hari, aluminium dan sarung tangan operasi 2-8 jam, kayu dan kaca 5 hari, plastik 8 jam sampai 6 hari, kertas 4-5 hari, PVC 5 hari, keramik 5 hari," ungkapnya. (Vir)

 

Sumber: Okezone.com