YSNB Desak DPR Revisi UU Sisdiknas Jadi Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional

ANP • Tuesday, 14 Jul 2020 - 23:03 WIB

Jakarta - Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti (YSNB) meminta DPR RI merevisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) menjadi Undang-Undang Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional (Sisbudiknas). Hal tersebut karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, sehingga pendidikan dapat dibentuk melalui perilaku dan sikap berbudaya. 

Demikian ditegaskan Pembina YSNB Pontjo  Sutowo, di Jakarta, Rabu (15/7/2020). Saat ini komisi X DPR RI sedang merevisi UU Sisdiknas dan mencari masukan dari masyarakat.

Menurutnya, kebudayaan dan pendidikan merupakan dua entitas yang saling terkait dan saling mempengaruhi, dimana pendidikan adalah alat untuk membentuk kebudayaan karena pada dasarnya kebudayaan dapat dibentuk. Sedangkan untuk mampu membentuk kebudayaan dan peradaban yang tangguh maka pendidikan nasional harus memiliki kekuatan spiritual (agama, ke-Indonesiaan, nilai-nilai Pancasila), ilmu pengetahuan yang tinggi, dan kerja kemanusiaan.

“Kebudayaan merupakan inti dalam membangun peradaban Indonesia baru yang ingin mencetak manusia paripurna.  Pendidikan sejatinya merupakan bagian dari kebudayaan.  Budaya dapat dibentuk melalui pendidikan,” kata Pontjo. 

Ia melihat produk pendidikan yang menanggalkan kebudayaan bisa justru terpuruk. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indeks pendidikan nasional seperti laporan Human Development IndexGlobal Talent Competitiveness Index (GTCI), dan PISA (Programme for International Student Assessment).  

“Pendidikan tidak didesain sebagai produk kebudayaan sebuah bangsa. Akhirnya pendidikan berdiri sendiri terpisah dari kebudayaan, “ ujarnya. 

Sebelumnya, pada pekan lalu, Pontjo Sutowo bersama sejumlah tokoh yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan membawa Naskah Akademik RUU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan ke Komisi X DPR RI. Naskah akademik ini diajukan sebagai masukan masyarakat atas rencana pemerintah dan parlemen yang akan merevisi UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam paparan resminya di depan Komisi X DPR RI,  Pontjo Sutowo, yang juga Ketua Aliansi Kebangsaan, menyampaikan bahwa sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, dalam lingkungan perkembangan global serta kemajuan teknologi dewasa ini, Indonesia membutuhkan Warga Negara Paripurna yang bangga, setia, menjunjung tinggi, dan rela berkorban demi negara dan bangsanya.

“Untuk  membangun warga negara paripurna seperti itu, kita  menaruh harapan besar kepada pendidikan nasional  sebagai upaya kolektif-sistemik  negara untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” katanya.

Untuk itulah, kata Pontjo, perlu dilakukan Reorientasi Pendidikan Nasional. Visi pendidikan nasional harus menegaskan perannya dalam membangun landasan yang kuat bagi perkembangan multikultur yang sehat, produktif dan memuliakan kehidupan, memperkuat kebangsaan, memperkuat solidaritas nasional, serta menyiapkan generasi muda untuk menyongsong tugas dan tantangan masa depan. Dengan demikian, pendidikan nasional sudah seharusnya dibangun di atas wawasan sejarah, wawasan kebudayaan, wawasan kebangsaan, wawasan kemanusiaan, wawasan pengetahuan dan teknologi, dan wawasan masa depan.

Pontjo menyatakan bahwa para pendiri bangsa telah merumuskan tujuan pendidikan dalam membangun peradaban Indonesia yaitu melalui desain Indonesia Raya.

Indonesia Raya, itulah cita-cita dan mimpi besar kita sebagai sebuah negara-bangsa. Indonesia Raya merupakan desain peradaban kita yang harus kita tuju, yaitu satu peradaban yang kukuh kebangsaannya karena berparadigma Pancasila dan berpijak pada Konstitusi, dengan semangat Proklamasi (pembebasan atas penjajahan), Bhineka Tunggal Ika (pluralis), Sumpah Pemuda (bersatu), NKRI (menyeluruh dan nir-laba) dan berwawasan nusantara serta berwawasan kebangsaan,” ungkapnya. 

Tujuh Pokok Pikiran Nasmik RUU Sisbudiknas

Ketua Yayasan Suluh Nuswantoro Bhaktj Pontjo Sutowo menyatakan, ada tujuh pokok pikiran penting dalam Nasmik Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional.

Pertama, menghadirkan kembali kebudayaan sebagai ontologi pendidikan. Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan, bukan sebaliknya, dan bersumber dari budaya besar Indonesia yang terus tumbuh serta berkembang. Pendidikan adalah alat untuk membentuk kebudayaan karena pada dasarnya kebudayaan dapat dibentuk. Untuk itu pendidikan nasional harus memiliki kekuatan spiritual (agama, ke-Indonesiaan, nilai-nilai Pancasila), ilmu pengetahuan yang tinggi, dan kerja kemanusiaan.

 Kedua, kerangka dasar kurikulum nasional menjadi Trimatra Pendidikan yaitu kebangsaan, etika dan logika. Kebangsaan terkait nasionalisme dan kebhinekaan. Sebagai warga negara dia wajib bisa mempertahankan tanah airnya, baik tanah air fisik, tanah air formal, dan tanah air mental. Etika terkait erat dengan sikap pergaulan sosial. Logika terkait pembangunan nalar dan akal.  Logika dibagi menjadi tiga rumpun yaitu Literasi Bahasa, Matematika, dan Sains. Semua mata pelajaran bermuara dari ketiganya.

“Jadi desain struktur kurikulum inti pendidikan nasional pada dasarnya ada empat, yaitu Agama, Kebangsaan, Etika, Logika. Berbeda dengan negara lain yang tidak menempatkan agama di dalam kurikulumnya, Indonesia harus menempatkan agama di dalam kurikulumnya, karena selain berhubungan dengan etika maka agama juga berhubungan dengan kebangsaan/nasionalisme,” ungkap Pontjo. 

Ketiga, mensentralkan urusan pendidikan nasional dan tidak dibagi-bagi menjadi urusan pusat,  provinsi dan kabupaten/kota. Pendidikan harus dilihat sebagai the battle of sovereignty (pertempuran kedaulatan) guna mendapatkan security and prosperity (keamanan dan kemakmuran). Ini sejalan dengan organisasi tertua pendidikan di Indonesia yaitu Taman Siswa, bahwa pendidikan sebagai alat perlawanan terhadap semua kolonialisme. Demikian juga Budi Oetomo, menyebut pendidikan sebagai alat memerdekakan.

Keempat, menghasilkan warga negara unggul via metoda meta science yang berenergi mental Pancasila.  Tujuan pendidikan nasional harus bisa menghasilkan manusia unggul yaitu “sebagai patriot sejati Indonesia yang bertakwa, cerdas,  ikhlas, berperikemanusiaan, adil, beradab, jujur, bertanggung jawab, mumpuni, ulet dan tangguh. Manusia Indonesia harus memiliki knowledge (know what), attitude (know why) and skills (know how).

Kelima, menempatkan UU Sisbuddiknas sebagai UU Payung. UU Sisbuddiknas dalam ruang lingkupnya diharapkan sudah menyentuh semua hal dari pendidikan formal, informal, dan nonformal. Juga sudah mencakup dari pendidikan PAUD, dasar, menengah, dan tinggi. Dengan demikian hanya ada satu UU tentang kebudayaan dan pendidikan nasional dengan turunan yang lebih rinci berupa Peraturan Pemerintah.

Keenam,  pemberdayaan IPTEK melalui Quarto Helix.  Satu komponen elementer penggerak sistem inovasi teknologi adalah sinergi dan kolaborasi yang kuat dalam Empat pihak (Quarto Helix) antara Lembaga Riset/Perguruan Tinggi, Industri, Pemerintah, dan Masyarakat. Haus diakui, riset dan pengembangan teknologi (risbangtek) yang dihasilkan oleh perguruan tinggi belum ter-hilirisasi dengan baik ke dunia usaha/industri maupun ke masyarakat, karena tugas pemerintah yang seharusnya menghubungkan perguruan tinggi/lembaga riset dengan dunia usaha/industri dan masyarakat belum berjalan maksimal. Akibatnya, hasil risbangtek yang dilakukan oleh perguruan tinggi saat ini seringkali  sebatas mengejar publikasi ilmiah.

Ketujuh, pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menggabungkan anak-anak yang berkebutuhan khusus dengan anak-anak regular dalam kelas yang sama dengan ratio tertentu.  Secara filosofis, pendidikan inklusif hampir sama dengan falsafah bangsa ini, yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti meniadakan perbedaan dan menjadikan satu kesatuan dalam berbagai keberagaman.

Nama Para Pengusung RUU Sisbudiknas

Usulan perubahan nama UU Sisdiknas menjadi RUU Sistem Kebudayaan dan Pendidikan Nasional (RUU sisbudiknas)  melibatkan sejumlah tokoh penting. 

Inilah nama-nama yang mendatangi gedung DPR RI menyerahkan naskah akademik RUU Sisbudiknas. Ada Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, Sekjen Aliansi Kebangsaan Zacky Siradj, Wisnu Broto Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bhakti, Ketua NU Circle Dr.R.Gatot Prio Utomo, Dr.(can) Johan Marbun (Nusantara Center/dosen UGM), Ketua Yayasan Budaya Cerdas Dr. Bambang Pharma, Wakil Sekjen FKPPI Dr. Susetya Herawati.

Sementara itu, hadir secara virtual antara lain Prof.Dr.Muchlas Samani (mantan Rektor Unesa), Ketua Presidium Gernas Tastaka Ahmad Rizali, Dr. Mauliate Simorangkir (pengamat pendidikan asal Sumut), Sururi Azis (Pergerakan Literasi Indonesia), Dwi Puji Lestari (mahasiswa program doktoral UNJ), Wiwiet Kurniawan (dosen Unpam) dan HB Arifin (Direktur Sekolah Virtual Nusantara). (ANP)