DPR Hanya Menempatkan Keterwakilan Partai Politik

ANP • Wednesday, 15 Jul 2020 - 15:01 WIB

JAKARTA - Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menegaskan, negara Indonesia dibentuk sebagai negara kekeluargaan yang inklusif, yang memberikan ruang kepada keberagaman dan bukan perseorangan, atau kelompok/golongan. Karena itu, sudah semestinya lembaga perwakilan rakyat yang dibentuk juga harus mencerminkan keterwakilan kedaulatan seluruh rakyat secara menyeluruh.

Pihaknya  juga menyayangkan yang terjadi saat ini, lembaga perwakilan rakyat dalam hal ini DPR, lebih mempresentasikan keterwakilan partai politik. Padahal mendelegasikan kedaulatan rakyat kepada keterwakilan kepartaian berisiko menimbulkan kedaulatan rakyat di bawah kendali persorangan atau golongan yang kuat.

"Keterwakilan melalui partai politik memang sudah menjadi sangat umum terjadi. Tetapi berbagai kalangan merasa keterwakilan melalui parpol telah mengabaikan kepentingan dan kekuatan lain yang ada di dalam masyarakat," tegas Pontjo Sutowo, dalam Focus Group Discussion virtual tema Mengukuhkan Kebangsaan yang Berperadaban: Menuju Cita-Cita Nasional dengan Paradigma Pancasila, yang diadakan Aliansi Kebangsaan, Forum Rektor Indonesia dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Jumat (10/7/2020)..

Menurutnya, kondisi tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di negara Indonesia. karena negara-negara lain yang menganut sistem demokrasi pun mengalami persoalan serupa. Sebut saja India. Negara tersebut lalu menyiasatinya dengan mengikutsertakan Lok Shaba yang mewakili majelis rendah dan golongan budaya, kesusastraan serta pekerja sosial sebagai majelis tinggi untuk merepresentasikan keterwakilan kelompok minoritas dan kelompok yang membutuhkan perlindungan.

Potjo mencontohkan, bagaimana proses demokrasi yang terjadi di Filipina pada 1980-an pasca jatuhnya Presiden Corazon Aquino, ternyata hingga saat ini tidak menghasilkan kemajuan siginifikan bagi perekonomian negara tersebut. Sebaliknya di India, proses demokratisasi di negara tersebut diprediksi bakal mendorong India menjadi negara besar.

Pontjo menilai demokrasi di Indonesia telah dibajak oleh kaum oligarkis yang berlindung di balik partai politik. Kondisi tersebut terjadi akibat absennya ideologi dalam kehidupan politik di tanah air bahkan saat reformasi telah dilakukan.

“Akibatnya pemilu yang mestinya menjadi ajang demokrasi untuk memproduksi kebajikan dan keutamaan bagi kemaslahatan rakyat, malah menghasilkan lembaga perwakilan rakyat yang cenderung mewakili parpol dan bukan merepresentasikan kepentingan masyarakat,” ujarnya.

Merujuk pada sejarah ontologis negara Indonesia, pembentukan negara Indonesia yang dikehendaki adalah negara kekeluargaan inklusif yang bisa memberikan ruang kepada segala keragaman bukan negara perseorangan atau golongan.

Dengan konsep kekeluargaan maka prinsip demokrasi Indonesia adalah demokrasi permusyawaratan yang dipandang sejalan dengan pokok pikiran ke-3 Pembukaan UUD 1945. “Prinsip demokrasi seperti ini harus tercermin dalam pembentukan lembaga perwakilan rakyat,” lanjut Pontjo.

Atas dasar itulah maka timbul pemikiran untuk membentuk lembaga perwakilan yang terdiri dari tiga unsur perwakilan. Yakni perwakilan parpol, utusan golongan dan perwakilan daerah.

Sementara itu, ditempat yang sama Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) Arif Satria, yang menjadi narasumber dalam diskusi tersebut, menyampaikan demokrasi akan mampu mendorong ekonomi negara menjadi maju. Tentu saja membutuhkan prasyarat lain yang harus dipenuhi, misalnya kematangan sosial, kondisi politik dalam negeri dan sebagainya.

“Jadi poin saya adalah demokratisasi akan dapat mendorong ekonomi sebuah negara menjadi maju, dengan prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi,” jelas Arif.

Ia berpandangan, jika Pancasila menjadi pilar yang dipegang teguh, maka semua praktik bernegara juga harus berdasarkan nilai-nilai dari Pancasila. Karenanya, evaluasi terhadap proses demokrasi harus tetap mengacu pada landasan nilai-nilai Pancasila. (ANP)