KPAI Sayangkan 37 Pasangan Anak SMP Terjaring Razia di Hotel

Mus • Thursday, 16 Jul 2020 - 08:10 WIB

Jakarta - Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra, menyayangkan adanya 37 pasangan siswa SMP yang ditangkap karena diduga hendak pesta seks di Jambi. Mereka digerebek petugas dari sejumlah kamar hotel saat razia pada Rabu (15/7/2020),

“KPAI melihat besarnya pasangan siswa SMP yang terlibat, menandakan anak-anak remaja kita sangat rentan. Kebutuhan tumbuh kembang pubertas di usia produktifnya tidak tersalurkan dengan baik karena semua akses dibatasi,” kata Jasra dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/7/2020).

Jasra mengatakan, saat pandemi Covid-19, kehidupan jadi lebih dibatasi. Karena itu perlu kesabaran terus menerus agar pesan ini sampai ke para remaja.

Di sisi lain, menurutnya, ketidakpastian yang dialami setiap individu saat masa pandemi menambah jauhnya pengawasan terhadap remaja, yang sangat membutuhkan perhatian.

“Pengurangan layanan pada anak, menyebabkan bermunculnya kejadian tersebut. Bila tidak segera diatasi, situasi akan semakin mengkhawatirkan,” ucapnya.

Ia menjelaskan, pengurangan layanan pada anak ini menyebabkan remaja sulit konsentrasi, jam kegiatan yang kurang, kecemasan berlebihan, tidak produktif di kehidupan sehari hari, emosi tidak stabil, dan sulit beradaptasi dengan kondisi sekarang.

“Tidak ada tempat, panggung mereka di masa pandemi. Ketergantungan pada gadget menyebabkan agresivitas yang tinggi, hormon stres atau tekanan juga tinggi dengan fasilitas yang berkurang, yang berakhir pada mencari eksistensi sendiri. Yang dalam tanda kutip ‘bisa dihargai’,” tutur Jasra.

Berdasarkan data SIMFONI PPA yang dimiliki Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dari Januari-Juni tercatat 3.087 kekerasan anak. Angka ini menjadi sirine berbahaya di masa Covid 19. Bahkan korban dan pelakunya dinyatakan banyak anak-anak.

“Dengan data remaja kita yang mencapai sebesar 67.268.900 jiwa (Data BPS 2020). Ada 25% data remaja kita dari total jumlah penduduk Indonesia yang berpotensi mengalami peristiwa serupa, jika pengurangan layanan buat anak-anak dan remaja kita terus terjadi,” katanya.

Karena dalam masa Covid-19 pengurangan layanan tidak bisa dicegah. Dengan adanya keterbatasan selama pandemi dan perhatian setiap individu lebih berat kepada dirinya, menyebabkan remaja tanpa pendampingan. Pentingnya orangtua, lingkungan, kementerian, lembaga, entitas aktifis dan pelindung anak memberi perhatian lebih situasi ini dan melakukan inovasi layanan mereka.

“Pasca peristiwa tersebut, ada 37 pasangan siswa SMP yang harus diberi perhatian lebih dan diberi solusi atas situasi mereka di masa Covid-19. Jika hanya berorientasi pada hukuman, akan menjadi kegagalan kita semua,” ujarnya.

Ia menegaskan, jumlah 37 pasangan ini menggambarkan remaja kita sangat tertinggal dalam kampanye pemberhentian penularan Covid 19 yang diselenggarakan berbagai tempat. 

“Perlu inovasi dan himbauan terus menerus agar remaja kita juga turut serta dalam pengurangan risiko masa pandemi ini di berbagai bidang,” tutur Jasra.