MUI : Peraturan Sertifikasi Halal BPJPH Tidak Sentuh Kalangan Bawah Umat Islam

Mus • Saturday, 8 Aug 2020 - 14:05 WIB

Jakarta - Kisruh sertifikasi halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama belum juga rampung. Pasalnya, BPJPH dinilai tidak memiliki tata kelola yang baik. Majelis Ulama Islam (MUI) menilai sertifikasi halal BPJPH hanya menyentuh kalangan menengah atas, dan tidak menyentuh kalangan menengah bawah umat Islam. 

Wakil Ketua Dewan Halal Nasional MUI, Muhamad Nadratuzzaman Hosen, mempertanyakan dasar dari penentuan halal oleh BPJPH.

"Wajib sertifikasi ini, kalau menjadi wajib dalam bahasa agama, itu tidak bisa ditinggalkan. Saya melihat sampai saat ini siapa sih yang jadi guru halalnya," kata Nadratuzzaman dalam Polemik Trijaya dengan topik "Sertifikasi Halal dan Kesiapan BPJPH" secara virtual, Sabtu (8/8).

Selain itu, kata Nadratuzzaman, perlu ada pemahaman lebih komprehensif terhadap kegiatan usaha, utamanya usaha mikro.

Ia melihat, aturan dari BPJPH lebih untuk kalangan usaha menengah ke atas.

"Usaha kecil itu, ultra mikro itu, kalau mau disertifikasi takut. Takut ketahuan tidak halalnya, akhirnya tidak jualan nanti bagaimana. Jadi kita tahu dulu psikologis masyarakatnya," ujar Nadratuzzaman.

"Kita ini kan jangan melihat yang menengah ke atas. Nah saya lihat peraturan yang dibuat oleh BPJPH itu hanya cocok untuk menengah ke atas. Yang menengah ke bawah, di mana umat Islam disitu paling banyak justru tidak tergarap. Ini problem utamanya," kata Nadratuzzaman.

Sementara Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch M Ikhsan Abdullah mengatakan Indonesia Halal Watch (IHW) menggugat Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso karena telah meresmikan PT. Sucofindo dan Pusat Pemeriksa Halal Universitas Hasanudin sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) tanpa melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Padahal, terangnya, sesuai Pasal 14 UU/33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) BPJPH harus melibatkan MUI dalam membentuk LPH.

“Mengenai auditor halal. Auditor halal itu harus dilakukan sertifikasinya oleh MUI, tapi yang terjadi BPJPH maju sendiri,” tegas Ikhsan. Menurut Ikhsan, yang dilakukan BPJPH keliru. Bahkan, dalam pembentukan LPH, terdapat dua keterangan yang berbeda. Yakni MUI mengaku tidak dilibatkan dalam kerjasama pembentukan. Sementara BPJPH mengaku bahwa sudah ada kerjasama.

“Ini kan artinya bohong BPJPH ini. Saya ingin tahu, apakah benar atau tidak. Lewat surat resmi, dijawab MUI- kami belum pernah melakukan kerjasama dengan BPJPH. BPJPH bilang sudah (ada kerjasama),” beber dia.

Ikhsan sontak lebih mempercayai ulama, dalam hal ini MUI. Sehingga ia beberapa kali menyurati ketua BPJPH, Sukoso. Namun belum juga mendapatkan jawaban. Hingga Ikhsan, melalui pengacaranya melayangkan somasi, namun belum juga digubris.

Pakar Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad meminta BPJPH mempercepat penerbitan kebijakan-kebijakan untuk mendukung pelaksanaan proses sertifikasi halal yang menjadi tugas dan fungsi badan tersebut.

"Mempercepat penerbitan kebijakan-kebijakan dengan meningkatkan koordinasi kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan kementerian/lembaga terkait," kata Suparji.

Suparji juga mendorong BPJPH memastikan kehalalan produk yang beredar di wilayah Indonesia dengan meningkatkan pengawasan yang melibatkan pemangku kepentingan terkait. (Jak)