Perangi Napza, Kemensos Perkuat ATENSI Bagi Korban Penyalahgunaan Napza

ANP • Wednesday, 12 Aug 2020 - 20:32 WIB

BANDUNG - Pencegahan dampak negatif yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan Napza terus diupayakan pemerintah. Kementerian Sosial melalui Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial menggagas pendekatan baru dalam kebijakan penanganan terhadap korban penyalahgunaan Napza. 

Kebijakan Kementerian Sosial (Kemensos) RI Dalam Rehabilitasi Sosial bagi Korban Penyalahgunaan Napza disampaikan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos  RI, Harry Hikmat pada kegiatan Diklat Konselor Adiksi Putaran I Tahun 2020 yang diselenggarakan  Balai Besar Pendidikan Dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Padang.

Kebijakan Kemensos dalam Upaya penanggulangan dilakukan antara lain dengan pendekatan Demand Reduction, yaitu mengurangi permintaan akan Napza (detoksifikasi, rehabilitasi medik dan rehabilitasi sosial) dan Harm Reduction, yaitu mengurangi dampak buruk (program penjangkauan dan pendampingan , program pendidikan).

Upaya tersebut dilakukan melalui Program Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) dengan 3 pendekatan, yaitu berbasis keluarga, komunitas dan residensial. Pendekatan berbasis keluarga lebih diutamakan karena keluarga jadi tempat terbaik untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis.

Harry mengatakan bahwa salah satu hasil survey menunjukkan para korban penyalahgunaan Napza sebagian besar orang tuanya masih hidup, baik di perkotaan atau  pedesaan serta berada di lingkungan yang memberikan upaya pencegahan, melarang, menasehati atas kemungkinan menggunakan narkoba. Kelekatan antara orang tua dan anak masih terjalin baik. 

Sebagian besar pengguna narkoba masih tinggal bersama  keluarga.  Artinya seseorang itu terpapar narkoba sangat dimungkinkan karena upaya untuk mencegah, mengontrol, mengawasi perilaku anggota keluarga tidak optimal.

“Kemensos melihat Pentingnya membangun strategi rehabilitasi sosial berbasis keluarga, karena survey menunjukkan bahwa keluarga bisa menjadi instrumen dalam upaya rehabilitasi sosial dan pencegahan, agar muncul resiliensi dari anggota masyarakat itu sendiri,” tutur Harry.

“Target group/ruang lingkup sasaran Ditjen Rehabilitasi Sosial sekitar 75,4 Juta jiwa Pemerlu Pelayanan Rehabilitasi Sosial (PPKS), salah satunya Korban Penyalahgunaan NAPZA sejumlah 3,6 Juta jiwa berdasarkan data dari BNN & Puslitkes UI Tahun 2019)” kata Harry.

Rehabilitasi sosial KPN bertujuan agar KPN mampu melaksanakan keberfungsian sosialnya  yang meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah dan aktualisasi diri, dan terciptanya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan rehabilitasi sosial KP Napza.

“Narkotika menjadi musuh bersama karena sangat mempengaruhi sikap dan perilaku korban yang terpapar Napza,” kata Harry. Ada 3 (tiga) faktor yang saling terkait yang mempengaruhi perilaku penyalahguna Napza, pertama faktor Individu seperti ingin  coba-coba, ikut-ikutan, Ingin disebut pemberani, supaya diterima kelompok, bersenang-senang, lari dari masalah, mengisi kebosanan dan lemah kemampuan menghadapi tekanan hidup.

Kedua, faktor lingkungan masyarakat seperti Lingkungan  Permisif, Apatis, Individualis, tingkat kepadatan penduduk melampaui batas kelayakan huni (fisik, psikis dan sosial), sistem pengawasan di sekolah longgar dan kebijakan terlalu soft terkait penyalahgunaan narkoba.

Ketiga, faktor keluarga yaitu orangtua terlalu keras/terlalu permisif, terlalu sibuk, tidak harmonis / bercerai, orang tua yang juga pemakai dan omunikasi antar anggota keluarga tidak lancar.

Menurut Harry, salah satu metode rehabilitasi sosial bagi KPN adalah Theraupetic Community (TC), yaitu suatu metode rehabilitasi sosial yang ditujukan kepada Korban Penyalahgunaan Napza yang merupakan sebuah “keluarga” terdiri atas orang-orang yang mempunyai masalah dan tujuan yang sama, yaitu untuk menolong diri sendiri dan sesama  yang dipimpin oleh seseorang dari mereka sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari negatif ke arah yang positif.

“Tantangan  bagi kita semua dan para Konselor Adiksi untuk lebih giat mempromosikan berbagai upaya pencegahan maupun upaya rehabilitasi sosial bagi yang sudah terlanjur terpapar narkoba. Upaya tersebut bisa dengan cara menginformasikan keberadaan pusat-pusat layanan rehabilitasi sosial," ungkap Harry.

Ada juga beberapa metode yang sangat relevan dengan para konselor antara lain Home Care, Parenting skills , Family Preservation, Konseling Keluarga.

Kunjungan ke rumah (home visit) keluarga korban secara intensif untuk memahami masalah, menerima kondisi, dan berbagi pengalaman dan perasaan serta saling mendukung untuk proses pemulihan KPN (terapi psikososial).

Sedangkan parenting skills dilakukan untuk meningkatkan pemahaman orangtua tentang pola pengasuhan/perawatan/ perlindungan yang tepat untuk KPN. Parenting skills dilakukan untuk keluarga baik ketika anggota keluarga/ penerima manfaat dalam proses layanan rawat inap, rawat jalan maupun bagi masyarakat umum.

Family Preservation untuk menjaga kondisi dan keberlangsungan PM di lingkungan keluarga, terutama ada indikasi konflik/ penolakan/ perlakuan salah/ kekerasan, maka dilakukan berbagai upaya meliputi Dialog Keluarga, Mediasi dan Reintegrasi keluarga.

Terakhir, Konseling Keluarga yang tidak hanya dilakukan untuk KPN, namun konseling juga dilakukan bagi Keluarga agar terdapat keselarasan dalam pemulihan KPN.

Dirjen Rehsos berharap Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS)/Balai/Loka kedepan bisa berfungsi maksimal, menjadi pusat layanan kepada keluarga (family support) dan masyarakat (participatory community empowerment), sementara LKS berfungsi sebagai temporary shelter, early intervention berbasis manajemen kasus serta melaksanakan Praktek Pekerjaan Sosial Profesional (outreaching, tracing, daycare, social assistance, home visit, family mediation, family support, family preservation, family reunification/ reintegration, community development, sosialisasi/ awareness raising, kampanye sosial, dll.) 

Diklat Konselor Adiksi Putaran I Tahun 2020 diikuti 55 orang Konselor Adiksi yang bertugas di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) di wilayah regional Sumatera. (ANP)