Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Pailitkan PT Hanson International

ANP • Thursday, 13 Aug 2020 - 21:46 WIB

JAKARTA - Wajah kreditur PT Hanson International Tbk yang siang itu hadir di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terlihat agak sedikit lega karena majalis hakim memutus perusahaan yang berdiri tahun 1971 pailit. Bahkan, dalam pertimbangan amar putusannya majelis hakim menyatakan PT Hanson International, Tbk  dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.

Cemas, gelisah, dan gundah gulana menjadi bagian yang tak terpisahkan dari para kreditur Hanson dalam menantikan sidang putusan pada siang hari itu terbayar lunas dengan keputusan majelis yang memailitkan Hanson. 

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjadi saksi sejarah perjuangan panjang kreditur dalam menuntut hak mereka. Walaupun perjuangan tersebut masih belum sampai titik akhir. 

Perjuangan kreditur Hanson tidak sendiri, mereka didampingi pengacara ulet sekaligus handal Jimmy Anthony, S.H., S.T., CTT., partner pada Kantor Advokat Budiman Siagian & Associates. Proses PKPU dimulai sejak 06 Maret 2020 dengan perkara nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Tidak lama setelah putusan nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst.,  terjadi beberapa kali rapat pembahasan tentang rencana atau proposal perdamaian antara kreditur dan debitur. Proses penyelesaian berupa proposal perdamaian yang diberikan oleh debitur kepada kreditur mulai dari saham GoCap MYRX (saham hanya dengan nilai Rp.50,-) yang telah disuspend dan terancam didelisting dari bursa saham hingga jaminan kasiba (kavling siap bangun) yang harus melalui proses pengangkatan dari sita.

Agenda voting terlaksana pada hari Senin, 27 Juli 2020 yang berakhir dengan tidak memenuhi kuorum, sehingga hakim pengawas memberikan rekomendasi kepada Hakim Pemutus untuk menempuh jalan voting kedua. Tak perlu waktu lama, voting kedua pun terlaksana pada Selasa, 4 Agustus 2020. Pada voting terakhir ini pun ternyata hasil perolehan suara juga tidak memenuhi kuorum.

Rabu, 12 Agustus 2020, menjadi hari yang ditunggu-tunggu untuk sebuah putusan penentu sekaligus akhir dari sebuah perjalanan panjang proses PKPU yang telah dijalani. 

Jimmy Anthony menegaskan, terhadap putusan PKPU yang berakhir PAILIT, tidak dapat diajukan upaya hukum apapun termasuk Kasasi maupun Peninjauan Kembali (PK) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 Pasal 235 ayat (1), Pasal 290, dan Pasal 293 ayat (1).

“Aset dan saham yang dimiliki Perusahaan Induk (dalam hal ini PT. Hanson International, Tbk.) dalam Perusahaan Anak dan Cucu termasuk objek harta pailit (boedel pailit) yang tunduk kepada tata cara pemberesan harta pailit. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 Pasal 21 dan Pasal 24, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 3 ayat (1), dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 40.” Jimmy Anthony menjelaskan dalam keterangan kepada pers usai putusan Niaga PN Jakarta Pusat.

Jimmy Anthony juga memberikan keterangan yang cukup menarik, “Terakhir dan tidak kalah penting adalah bagaimana nasib putusan atas perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor 11/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. (Okky Irwina Savitri dan Benny Tjokrosaputro) yang telah diputus homologasi oleh majelis hakim pada tanggal 22 Juni 2020 lalu. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam homologasi tersebut, perjanjian perdamaian yang ditawarkan adalah saham PT. Hanson International, Tbk., yang sekarang dalam keadaan PAILIT atas putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Apabila debitur tersebut tidak dapat memenuhi putusan homologasi, maka pihak kreditur dapat mengajukan tuntutan pembatalan perjanjian. Tuntutan pembatalan perdamaian atas PKPU diatur dalam Pasal 291 jo. Pasal 170 ayat (1) jo. Pasal 171 jo. Pasal 294 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU” pungkasnya.

Sebelumnya, seorang kreditur Hanson, Ami meminta PT Hanson memiliki itikad baik mengembalikan seluruh uang milik mamahnya. Uang tersebut merupakan warisan papah untuk kehidupan mamah sehari-hari di Jakarta. Setelah mendengar PT Hanson gagal bayar, mamah semakin tertekan, ia harus ke psikiater. Biaya ke psikiater tidak murah Rp2 juta sampai Rp3 juta. Mamah terpukul untuk kedua kali. Kehilangan papah dan kehilangan uang warisan papah. 

"Saya awalnya mau menempatkan uang mamah di deposito. Uang tersebut merupakan peninggalan papah. Saat papah meninggal, mamah sendirian di kampung, kami sekeluarga membawa mamah ke Jakarta, kemudian uang tersebut kita bawa untuk kehidupan mamah di Jakarta. Saya kemudian mencari bank yang aman untuk deposit," tuturnya. 

Kebetulan,cerita Ami, ia pernah bekerja di bagian keuangan, sering berhubungan dengan orang bank. Dan, salah satu tugasnya adalah mendeposit uang kantor. Karena pekerjaan itulah, ia kenal dengan seseorang brand manager sebuah bank. 

"Karena kami intens berkomunikasi mengenai keuangan kantor, maka saya tanya ke dia, saya punya uang peninggalan papah, sebaiknya diapakan?. Salahnya saya terlalu percaya dengan orang itu lebih ke personal bukan performa bank," katanya.

Ami meminta kepada orang tersebut memecah dua uang warisan tersebut dalam dua deposit. Ia kemudian ditawarkan deposit di perusahaan yang menyimpan deposi pensiunan tentara. 

"Karena sama-sama pensiunan dengan papah, saya merasa cocok, saya tidak cek lagi. Karena memang selama ngurusin uang kantor, segala administrasi dia yang urus, saya tinggal tanda tangan, jadi saya juga percaya," tuturnya.

Sampai akhirnya, kata Ami, billing yang datang bukan deposito melainkan surat hutang. 

"Saya tanya ke dia, kok surat hutang. Dia jawab, namanya saja yang beda, perlakuan sama. Saya kemudian disuruh buat rekening BCA," kata dia.

Karena disuruh buat rekening BCA, kata Ami, kemungkinan perusahaan tersebut anak perusahaan BCA. Ia pun menurut. 

"Pembayaran bulan pertama sampai ke empat lancar. Dia juga sering update,sampai memasuki Desember, karena saya merayakan Natal, diawal bulan belum ada pembayaran. Saya telepon dia,katanya ada gangguan. Sampai bulan Januari, terjadi banjir Jakarta, saya belum sempat urus. Saya pun minta dia ke kantor,karena waktu saya mau ke kantornya, dia selalu mencari alasan untuk menolak," katanya.

Saat ke kantor itulah dia cerita kalau perusahaanya tidak mampu bayar. Karena tak lagi percaya kepada dia, Ami bersama keluarga datang ke kantor Hanson. 

"Ternyata sejak bulan Oktober sudah terjadi gonjang-ganjing. Banyak kreditur yang mulai menarik uangnya. Di kantor itu saya ditemui komisari, orang India, dia tidak perkenankan kita masuk ke ruangannya," cerita Ami.

Sampai akhirnya bertemu orang kepercayaan Benny Tjokro, ia bersama keluarga diminta bertemu pengacara Benny di Kali Pasir, Jakarta Pusat. Disana dikasih pilihan mau restrukturisasi atau aset. Mereka tidak punyai uang tunai. 

"Dengan terpaksa kami pilih aset. Kalau ada pilihan pengembalian uang kami pilih itu. Namun,sampai sekarang tidak pernah ada jalan keluar. Sampailah ke pengadilan ini. Kami percaya pengadilan akan memutus perkara dengan seadil-adilnya," tutup dia. (ANP)