DPR Pertanyakan Rencana Perpu Baru Covid 19

AKM • Wednesday, 26 Aug 2020 - 14:44 WIB

Jakarta - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait stabilitas sistem keuangan dalam menghadapi situasi darurat sudah berjalan dalam bentuk Undang-Undang. Namun, Pemerintah melalui Mentri keuangan Sri Mulyani berencana akan mengeluarkan peraturan lainnya dalam bentuk Perpu. Langkah ini guna mengatasi dampak Covid 19 yang lebih luas baik di sektor kesehatan dan sektor ekonomi.  

Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, menjelaskan bahwa Per aturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang berbunyi: “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.”

Penetapan PERPPU juga tertulis dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011) yang berbunyi: “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.”

“Dari bunyi kedua pasal di atas dapat kita ketahui bahwa syarat presiden mengeluarkan PERPPU adalah dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,” ujar Anis kepada wartawan, Rabu (26/8/2020).

Oleh karenanya, Anis mempertanyakan kepada pemerintah hal ihwal kegentingan yang memaksa yang mana yang menjadi landasan diterbitkan PERPPU baru ini.

“Apakah PERPPU No. 1 Tahun 2020 yang sudah disahkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 dengan “powerfull” dan “imunitas maksimal” masih belum cukup sehingga Pemerintah mewacanakan akan menerbitkan PERPPU baru?” tanyanya.

Anis mengingatkan pada saat Pemerintah akan mengeluarkan PERPPU No. 1 Tahun 2020, Pemerintah mengatakan akan menambah anggaran hingga Rp405,1 triliun yang “sangat penting” bagi perekonomian negara, kehidupan masyarakat dan juga penanganan kesehatan akibat Covid-19. Anis mengutip pernyataan stafsus Menkeu saat itu yang menyatakan bahwa jika tidak ada PERPPU, maka pemerintah akan terbelenggu oleh defisit 3% yang diatur UU Keuangan Negara, yang artinya pemerintah dipastikan melanggar UU.

“Saat itu, Fraksi PKS menyatakan menolak PERPPU no 1/tahun 2020 meski kemudian DPR menyetujuinya,” tandasnya.

Lalu Anis menambahkan, Perppu ini juga memungkinkan pemerintah mengambil langkah cepat untuk memfokuskan kembali dan realokasi anggaran, memanfaatkan dana abadi, mendorong pemda melakukan efisiensi, dan akhirnya membuka ruang untuk hibah dan utang karena tidak ada sumber lain menutup defisit yang diprediksi sebesar 5,07%.

“Lantas, apalagi yang akan menjadi alasan Pemerintah menerbitkan PERPPU baru kali ini?” tanyanya lagi. (AKM)