Tuntaskan Gagal Bayar WanaArtha: DPR Minta OJK Optimalkan Lindungi Nasabah

ANP • Thursday, 27 Aug 2020 - 10:49 WIB

JAKARTA - Pemegang Polis WanaArtha Life (PP WAL) yang tergabung dalam Forum HOPE meminta Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dito Ganinduto dari Fraksi Partai Golkar, berharap mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan keprihatinan serta harapan-harapan besar atas penyelesaian penuntasan permasalahan gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (PT AJAW) sejak Februari 2020 karena Sub Rekening Efek (SRE) yang sebagian besar berisi dana Pemegang Polis telah disita dan dijadikan barang bukti oleh Kejaksaan Agung dalam dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Asuransi Jiwasraya.

"Kami Pemegang Polis memberikan apresiasi positif kepada wakil rakyat di Senayan yang telah menggelar Rapat Umum Dengar Pendapat (RDPU) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perwakilan PP WAL. PP WAL yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dan dari Pulau Miangas hingga Pulau Rote, terdiri dari +/- 26 Ribu nasabah telah meminta perwakilan Pemegang Polis yang tergabung dalam Forum HOPE dapat diberikan kesempatan berbicara menyampaikan aspirasi dan menunjukkan bukti dan fakta bahwa investasi dalam bentuk premi yang tercantum dalam polis WanaArtha Life, sejatinya adalah bersumber dari dana kelolaan nasabah," jelas Wakil Pemegang Polis WanaArtha Afrida Ariestuti Siregar di Gedung Parlemen, Senayan, Selasa (25/8/2020)

Afrida menegaskan, PP WAL memang telah diundang oleh Komisi XI dalam RDPU bersama pemegang polis gagal bayar asuransi lain. Namun kami dari PP WAL lain masih perlu kehadiran wakil rakyat di komisi keuangan ini untuk mendapatkan informasi dan penjelasan lengkap dan komprehensif serta bisa menggali lebih in-depth sisi-sisi yang tidak diketahui publik akibat dampak penyitaan rekening efek WanaArtha Life yang berimbas kepada PP sangat menderita  bahkan harus meradang nyawa karena menunggu kepastian buka sita yang tak berujung.

Pemegang Polis asal Bali, Desy Widyantari memercayakan investasinya dalam produk asuransinya dwiguna yang didalamnya memberikan perlindungan atas asuransi jiwa dan investasi kepada WanaArtha Life, tentu telah melakukan observasi, perbandingan dengan produk asuransi lain dan pertimbangan prudent atas manfaat serta benefit yang diberikan mengingat reputasi WanaArtha Life sebagai perusahaan asuransi anak negeri sudah berdiri sejak tahun 1974, harusnya tak perlu diragukan lagi.

Selain itu produk asuransi yang ditawarkannya pun telah mendapatkan izin dan berada dibawah pengawasan dari Otiritas Jasa Keuangan (OJK) Industri Keuangan Non Bank (IKNB) serta sebelumnya sama sekali tidak pernah memiliki rekam jejak gagal bayar kepada para nasabahnya.

"Kami dikejutkan dengan adanya surat dari manajemen WanaArtha Life yang menyatakan bahwa Sub Rekening Efek yang didalamnya berisi seluruhnya atau sebagian dana premi kelolaan Pemegang Polis, diblokir kemudian berlanjut dengan penyitaan oleh Kejaksaan Agung atas rekomendasi dan izin dari OJK karena di "duga" terkait dengan Tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Padahal kami Pemegang Polis sama sekali tidak terlibat apalagi bersalah, bukan pula sebagai tersangka apalagi terdakwa pada perkara Jiwasraya. Celakanya justru kami yang paling terdampak dan sangat menderita atas penyitaan tersebut," ujar Desy yang juga memiliki firma hukum di Pulau Dewata 

Pemegang Polis yang telah memercayakan WanaArtha selama 20 tahun, Wahjudi menyebut sejak bulan Januari akhir 2020, PP WAL tidak lagi mendapatkan hak-hak manfaat dan klaim jatuh tempo sesuai dengan perjanjian polis yang ditandatangani PP dan manajemen WanaArtha Life. Akibat penyitaan rekening efek yang berlarut-larut, Pemegang Polis telah menempuh jalan pro-justicia maupun non-justicia.

"Kami, Pemegang Polis WanaArtha Life telah melakukan beberapa upaya hukum maupun non-hukum serta meminta perlindungan kepada lembaga-lembaga Negara guna mendapatkan kembali hak-hak atas investasi kami yang telah diabaikan dan dikorbankan untuk pertangungjawaban hukum pihak lain. Sementara kami sendiri tidak pernah terlibat apalagi bersalah dalam dugaan-dugaan tindak pidana perkara Jiwasraya," tuturnya.

Wahjudi menegaskan, upaya yang telah dilakoni PP WAL dalam tujuh bulan perjuangan mencari keadilan dalam rangka mengembalikan hak-hak, antara lain dengan mendaftarkan gugatan perwakilan (Class Action) Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) termasuk kepada WanaArtha Life sebagai pihak ikut tergugat. Lalu menyampaikan Surat Keberatan Penyitaan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menyampaikan Surat Permohonan Perlindungan Hukum dan Penegakan Hukum yang Berkeadilan kepada Presiden Republik Indonesia Ir. H. Joko Widodo melalui Kantor Sekretariat Negara. Kemudian menyampaikan Surat Permohonan Pengawasan Penegakan Hukum yang Berkeadilan kepada Komisi Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Badan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Komisi Yudisial Republik Indonesia, Pimpinan MPR, DPR, DPD dan  Komisi XI DPR RI, Surat Permohonan Perlindungan Hak-Hak Pemegang Polis kepada OJK IKNB.

"Untuk dapat membantu kami mencari keadilan dan pemulihan pemenuhan hak-hak kami yang dilindungi undang-undang," tuturnya.

Pernyataan senada dilontarkan Hendro Yuwono Salim, Pemegang Polis dari Kediri, Jawa Timur. Menurutnya, OJK sebagai regulator dan Komisi XI dalam fungsi kontrol sekaligus pembuat undang-undang sangat memahami bahwa hak-hak Pemegang Polis secara jelas dilindungi oleh Undang-undang termasuk dan tidak terbatas, yakni UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, POJK No. 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah, POJK No. 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan POJK No. 31/POJK.07/2020 tentang Penyelenggaraan Layanan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan oleh OJK 

"Sehingga harusnya dapat menegakkan dan menjalankan amanat peraturan perundang-undangan serta melakukan tindakan-tindakan administratif maupun hukum agar kami Pemegang Polis terlindungi hak-haknya dari tindakan pengabaian dari perusahaan asuransi yang seharusnya memberikan perlindungan kepada Pemegang Polisnya karena nature dari perusahaan asuransi adalah memberikan perlindungan bukan sebaliknya mengambil atau mengabaikannya," tegasnya.

Nasabah WanaArtha lainnya, Stephanie menegaskan, hak-hak Pemegang Polis adalah sejalan dengan tujuan Pemegang Polis itu sendiri ikut serta dalam produk asuransi, karena memang filosofinya adalah menginginkan perlindungan jiwa.

"Beberapa pasal-pasal dalam Peraturan Perundang-undangan yang mengamanatkan perlindungan kepada kami, Pemegang Polis dan kewenangan OJK sebagai regulator sekaligus pengawas Industri Keuangan Non Bank," ucapnya.

Stephanie berkata, Pemegang Polis WanaArtha Life sangat berharap OJK dapat mengoptimalkan fungsi pengawasan dan penegakan dan melindungi hak-hak Pemegang Polis sesuai amanat Undang-Undang pada perusahaan asuransi khususnya WanaArtha tempat dimana Pemegang Polisi memercayakan pengelolaan investasi dan pemberian perlindungan serta melindungi hak-hak Pemegang Polisnya.

"Kami sebagai Pemegang Polis dari perusahaan asuransi yang telah mendapatkan izin dan pengoperasiannya dari pengawasan OJK, menginginkan dalam bentuk penyelesaian skema konkret kewajiban PT. AJAW terhadap hak-hak Pemegang Polis WanaArtha serta berharap Komisi XI DPR RI selaku mitra kerja dengan OJK dan perusahaan industri keuangan non bank, untuk dapat mengawal, mengawasi, dan membantu menuntaskan penyelesaian permasalahan gagal bayar PT AJAW terhadap Pemegang Polis WanaArtha," tegasnya.

Sementara saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XI DPR RI dengan OJK dan beberapa asuransi gagal bayar, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Riswinandi mengaku pihaknya perlu memilah-milah persoalan gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi yang selama ini dianggap publik telah menggerus kepercayaan masyarakat terhadap masa depan industri asuransi. Termasuk menjawab tudingan publik bahkan parlemen bahwa pihak otoritas dianggap tidak becus menangani dan mengontrol anggotanya dari perusahaan-perusahaan keuangan non-bank dibawah pembinaan dan pengawasannya.

"Mungkin kita perlu pilah-pilah. Karena persoalan beda-beda masing-masing asuransi. Kami coba mulai satu-satu. Bumiputera ini sekadar kembali ke belakang, ini sudah mengalami permasalahan sejak 1997. Asuransi ini berbeda dengan yang lain. Ini mutual usaha bersama sehingga peraturannya pun berbeda. Nah, saya nggak tau apakah nasabah tahu terkait peraturannya. Kita selalu terus berupaya mengatasi permasalahan. Kita sudah sampaikan pada manajemen, karena nggak ada pemegang saham dan kami sampaikan tanggapan dan posisi yang mestinya harus dilakukan yaitu semuanya kembali ke anggaran dasarnya. Ini jadi kiblat menjalankan usaha ini. Pemerintah juga sudah menerbitkan peraturan soal asuransi mutual ini. Semoga akan didapatkan penyelesaian karena mereka yang harus tanggung jawab,"kata Riswinandi di RDPU Komisi XI DPR RI.

Selanjutnya, kalau soal WanaArtha Life, kata Riswinandi ini perusahaan betul sesudah 46 tahun berdiri. Namun permasalahan timbul baru-baru ini saja yang selama pemeriksaan OJK nilai kondisinya nggak terlalu parah. Walaupun ada temuan yang ditindaklaniuti, tapi isunya sudah masuk proses hukum.

"OJK telah memfasilitasi dan saya bicara dengan pengurus atau pengelolanya untuk menyelesaikannya. Bahkan kepada pemegang saham harus turut bertanggung jawab. Artinya mereka (pemegang saham-red) harus keluarkan aset sendiri. Termasuk fasilitasi pembicaraan pada penegak hukum juga sudah dilakukan. Masalah blokir OJK nggak punya kapasitas, soalnya sudah masuk proses hukum. Nanti kita tunggu proses dan putusan hukumnya. Buat kita harus disikapi penyelesaiannya, bagaimana. Kita hanya regulator dan ada pemegang saham yang jadi penanggung jawab terakhir. Karena ada kasus hukum jadi nggak bisa bertanggung jawab. Proses hukum dilakukan di Kejaksaan Agung. Kita sebetulnya nggak tinggal diam kok. Di level pimpinan juga melakukan koordinasi untuk menyelesaikannya tapi karena belum selesai proses hukumnya jadi masih menunggu," urai Riswinandi.

Wakil Ketua Komisi XI DPR, Amir Uskara mengatakan dari hasil penjelasan dari nasabah dan juga OJK. Pada pertemuan selanjutnya, Komisi Keuangan ini akan menagih apa-apa saja yang akan diselesaikan oleh OJK terkait kasus gagal polis ini.

"Nanti kita juga komunikasikan ke Komisi III terkait penegakan hukum dan juga akan kami sambungkan ke OJK agar bisa diketahui penyelesaian hukumnya," jelas politisi partai bergambar Kabah ini.

Sedangkan politisi Golkar di Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun memastikan bahwa pertemuan di RDPU antara OJK dengan perwakilan nasabah atau Pemegang Polis Asuransi adalah bukan pertemuan pertama dan bukan terakhir.

"Saya janjikan kepada bapak dan ibu sekalian, nanti akan kami adakan lagi pertemuan untuk menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas,"tegas Legislator Beringin spesialis di Komisi Keuangan ini. (ANP)