Komnas Pengendalian Tembakau Tolak Peta Jalan Industri Hasil Tembakau

Mus • Thursday, 10 Sep 2020 - 13:11 WIB

Jakarta - Saat ini, pemerintah sedang mempersiapkan peta jalan tembakau dalam dua versi: peta jalan industrinya dan peta jalan pengendalian konsumsinya. Komnas Pengendalian Tembakau menganggap ini adalah sebuah kerja kontraproduktif mengingat keduanya memiliki tujuan yang sangat berlawanan, sekaligus menunjukkan ketidakjelasan arah pembangunan yang sedang dijalankan pemerintah.

Pada 2015, Kementerian Perindustrian RI menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan (Roadmap) Industri Hasil Tembakau Tahun 2015-2020. Pada 2016, peta jalan ini kemudian digugat dan berhasil dimenangkan oleh sekelompok aktivis pengendalian tembakau yang diwakili oleh Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA) yang menganggap peta jalan ini mengancam kesehatan seluruh warga Indonesia mengingat tujuan utamanya adalah peningkatan produksi yang secara tidak langsung akan mendorong peningkatan konsumsi.

Kini, di periode kedua di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian kembali menghendaki adanya peta jalan industri hasil tembakau. Mengingat aspek ekonomi dan industrinya yang sangat diperhitungkan, anggapan bahwa peta jalan ini juga bertujuan untuk meningkatkan produksi sangat mungkin terjadi.

Di sisi lain, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tengah menggodok Peta Jalan Pengendalian Tembakau. Peta jalan ini diharapkan menjadi panduan seluruh kementerian dan lembaga terkait dalam upaya menurunkan prevalensi perokok, terutama perokok anak, sesuai RPJMN 2020-2024 dengan target sebesar 0,4 persen. 

Meski target ini sangat kecil melihat laju pertumbuhan populasi penduduk, sikap dan niat baik untuk melakukan perbaikan kualitas manusia Indonesia melalui pengendalian konsumsi produk tembakau oleh Pemerintah perlu diapresiasi. 

Terlebih dalam RPJMN 2020-2024 juga dimasukkan lebih detil beberapa langkah konkrit usaha penurunan prevalensi perokok, seperti melalui larangan iklan, pembesaran peringatan kesehatan bergambar, dan layanan berhenti merokok, yang kemudian diupayakan dalam revisi PP109/2012 yang sedang berlangsung.

Namun, dari kedua peta jalan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerintah seakan ”linglung” pada tujuan pembangunannya sendiri. Jika dalam RPJMN telah ditetapkan target pembangunan SDM melalui peningkatan kualitas kesehatan, lalu mengapa Kemenko Perekonomian justru berjalan ke arah yang berbeda dengan mendorong terwujudnya Peta Jalan Industri Hasil Tembakau (IHT)? 

“Ketika di seluruh dunia sedang sibuk mengendalikan pandemi COVID-19, yang salah satunya memiliki hubungan risiko dengan konsumsi rokok sehingga beberapa negara (Afrika Selatan dan India, misalnya) bahkan membuat larangan penjualan dan impor demi menekan pandemi, Pemerintah Indonesia justru mendorong rencana peningkatan konsumsinya melalui penyusunan peta jalan IHT. Jelas Indonesia mengalami kemunduran dalam melindungi rakyatnya, buta dari kenyataan yang sedang dihadapi dunia yang beramai-ramai memperbaiki diri meningkatkan sistem kesehatannya akibat pandemi,” ujar dr. Hasbullah Thabrany, Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau.

Hasbullah menambahkan bahwa peta jalan yang bagus, benar, dan konsisten dengan temuan ilmiah yang berbasis fakta adalah peta jalan menurunkan konsumsi rokok, seperti yang dilakukan oleh negara-negara lain. Bukan bertujuan untuk menutup industri rokok sekarang, bukan melarang petani menanam tembakau atau cengkeh sekarang, tetapi di samping peta jalan pengendalian konsumsi rokok, pemerintah juga harus memiliki berbagai program pendampingan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka yang berada dalam lingkaran industrinya dengan mulai beralih ke industri komoditas yang lebih bermanfaat.

"Hindari berbagai risiko yang tidak produktif secara jangka panjang walaupun kelihatannya secara jangka pendek menghasilkan uang, termasuk dalam menentukan arah peta jalan tembakau,” imbuhnya.

Tampaknya, Presiden Joko Widodo perlu kembali menegasan arahannya kepada para menterinya sehingga program antar-kementerian berjalan selaras menuju satu tujuan, tentunya sesuai RPJMN yang telah ditetapkan. Seperti yang Presiden sampaikan dalam Sidang Kabinet tiga hari lalu, “Perlu saya ingatkan, sekali lagi bahwa kunci dari ekonomi kita agar baik adalah kesehatan yang baik. Kesehatan yang baik akan menjadikan ekonomi kita baik," ujar Presiden saat itu.

Maka, jika Kemenko Perekonomian tetap berkeras membuat Peta Jalan IHT yang berlawanan dari tujuan Pemerintah untuk lebih mementingkan kesehatan, maka perlu dipertanyakan kepentingan mereka atas peta jalan ini. 

“Kami menolak pemerintah mengembangkan peta jalan industri hasil tembakau dengan tujuan meningkatkan produksi yang akan mendorong peningkatan konsumsi, tetapi kami sangat mendukung pemerintah mengembangkan peta jalan pengendalian konsumsi rokok demi masa depan Indonesia yang lebih cerah!” tegas Hasbullah Thabrany. (Mus)