HUT Ke-42 FKPPI, Konsolidasi Emosional dan Organisasi Menjadi Prioritas

ANP • Sunday, 13 Sep 2020 - 20:02 WIB

Jakarta - Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (FKPPI), 12 September 2020 memasuki usia yang ke 42 tahun. Di usia yang semakin matang itu, FKPPI telah berhasil menunjukan kiprahnya sebagai organisasi besar yang solid, mandiri dan handal. 

Ketua Umum FKPPI, Pontjo Sutowo mengatakan, keberhasilan itu bisa berjalan dengan baik lantaran dalam menjalankan organisasi, FKPPI selalu memegang teguh komitmen bersama, dan lebih mengedepankan semangat persaudaraan dan kebersamaan.

Untuk itu, katanya, semangat yang telah menjadi sikap dasar organisasi tersebut, tentu harus terus dijaga dan dirawat karena FKPPI terhimpun dalam organisasi sebagai keluarga besar dari berbagai aneka keberagaman.

Ia menjelaskan, dalam perjalanan selama lima tahun sejak Munas Magelang di 2015, dari empat program prioritas yang dicanangkan yaitu konsolidasi emosional, konsolidasi organisasi, konsolidasi kaderisasi dan konsolidasi wawasan, banyak capaian signifikan yang sudah dihasilkan.

"Dari empat program prioritas yang kita canangkan dalam Munas tersebut, berbagai kemajuan telah dapat kita capai, namun harus diakui masih ada beberapa program yang harus kita lanjutkan dan prioritaskan lima tahun ke depan, terutama terkait dengan konsolidasi emosional dan konsolidasi organisasi," kata Ketua Umum FKPPI, Pontjo Sutowo melalui Webinar dengan tema `Kita Tingkatkan Kualitas Pembinaan Keluarga Besar FKPPI`, Sabtu (12/09/2020).

Pontjo Sutowo menjelaskan, konsolidasi emosional harus terus di upayakan secara berkelanjutan. Hal tersebut guna menjadikan FKPPI solid yang satu jiwanya, dan satu badannya sebagai alat pemersatu sekaligus alat mencapai tujuan bersama. 

"Untuk konsolidasi organisasi, salah satu prioritas yang harus kita lakukan adalah menata pola hubungan FKPPI dengan Pembina (TNI dan Polri) mengingat FKPPI tidak lagi mempunyai hubungan struktural dengan TNI/Polri seperti pernah kita jalani bersama di masa lalu sampai lahirnya Paradigma Baru TNI tahun 1999. Sejak itu, TNI menempatkan KBT dalam hubungan emosional yang didasari pada kenyataan sejarah dan kesamaan komitmen," ujarnya.

Menurutnya, dengan perubahan paradigma TNI itu, KPPI pun diposisikan sebagai `Rumah Bersama` yang anggotanya secara individual berkiprah di berbagai bidang pengabdian. Bahkan, tidak jarang juga berbeda dalam pandangan dan pilihan politiknya. Kendati demikian, hal itu bukan merupakan hambatan.

"Justru periode inilah yang menjadikan FKPPI semakin mandiri, lebih mematangkan dan mendewasakan kader-kadernya untuk selalu hidup harmoni dalam perbedaaan sebagai wujud semangat gotong royong yang menjadi ciri bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan bersama," katanya.

Sekalipun FKPPI tidak lagi mempunyai hubungan struktural dengan Pembina TNI/Polri, lanjut Pontjo Sutowo, bukan berarti FKPPI tidak bisa berjuang bersama-sama dalam berbagai bidang untuk kepentingan bangsa dan negara tercinta. Terlebih karena FKPPI mempunyai modal sosial yang hampir sama dengan yang dimiliki TNI/Polri, yaitu komitmen kuat terhadap bangsa dan negara serta gelar kepengurusan sampai tingkat desa. 

"Bahkan, FKPPI telah menempatkan para kader bela negaranya, masing-masing lima orang di setiap desa yang siap didayagunakan untuk membantu tugas-tugas Babinsa TNI-AD dan Babinkamtibmas Polri menjaga desanya, khususnya dalam membangun kesadaran bela negara masyarakat dan membantu membangun sistem senjata sosial untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara," kata dia.

Menurut Pontjo Sutowo, dalam merumuskan pola hubungan FKPPI dengan TNI/Polri, tentu harus pula didasarai oleh realita bahwa jajaran TNI yang meliputi jajaran organik dan jajaran non organik, sesungguhnya mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk membina, dan mendayagunakan potensi nasional untuk kepentingan bangsa dan negara dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan kita. 

Namun, seperti kita ketahui bersama, sejak reformasi terutama reformasi sektor keamanan (security sector reform) tahun 1999 yang lalu, secara regulasi, peran dan fungsi TNI sudah banyak mengalami perubahan.

Dengan bingkai “Paradigma Baru TNI”, sejak keluarnya Undang-Undang Nomer 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, TNI ditempatkan sebagai komponen utama Sistem Pertahanan Negara dalam menghadapi `ancaman militer` dan `ancaman hybrida`. Padahal di masa lalu, TNI telah terbukti mampu membangun kemampuan `Sistem Senjata Sosial` untuk menghadapi segala jenis dan bentuk ancaman, baik ancaman militer maupun non-militer.

"Dengan pengaturan kelembagaan seperti ini, tentu sangat disayangkan, karena kekuatan dan kemampuan TNI tidak difungsikan oleh negara secara maksimal," ujar dia.

"Melihat keadaan kelembagaan TNI sekarang ini, tentu FKPPI harus bisa menjadi bagian dari solusi. Untuk itu, kita perlu merumuskan berbagai format dan pola hubungan FKPPI dengan Pembina TNI/Polri. Saya pernah keluar dengan usulan/tawaran kepada TNI-AD melalui Aster Kasad, agar fungsi TNI dalam membangun sistem senjata sosial di masa lalu dapat dilaksanakan oleh FKPPI," sambung dia.

Sementara itu, Mayjen TNI (Purn) I Dewa Putu Rai dari Badan Pengkajian PPAD menjelaskan, FKPPI yang lahir pada tanggal 12 September 1978 sebagai sebuah Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) memang dibentuk dan pengurusnya dikukuhkan melalui SK dari Pengurus Besar Pepabri.

“Dari realita ini, tidak dapat diingkari bahwa dari awal pembentukannya, FKPPI memang merupakan bagian dari keluarga besar TNI-Polri, dan karenanya selalu mempunyai ikatan emosional dan berjuang bersama,” katanya.

Sekalipun, FKPPI tidak lagi mempunyai hubungan struktural dengan Pembina TNI/Polri, kata I Dewa Putu Rai, bukan berarti FKPPI tidak bisa berjuang bersama-sama dalam berbagai bidang untuk kepentingan bangsa dan negara tercinta.

Turut Hadir dalam diskusi itu diantaranya, Aster Panglima TNI, Mayjen TNI Madsuni,, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, PPAD, Mayjen TNI (purn) I.D. Putu Rai, Wakil Ketua Umum PP KB.FKPPI, Indra Bambang Utoyo dan Ketua Umum GM KB FKPPI, Shandy Mandela Simandjuntak. (ANP)