Kemenkes: Sanksi Pelanggar Tarif Tes Usap Tergantung Pemda 

Mus • Monday, 5 Oct 2020 - 11:15 WIB

Jakarta - Pandemi COVID-19 telah menimbulkan banyak masalah di Indonesia. Masyarakat menyoroti penanganan, pelacakan, isolasi untuk orang yang positif, hingga kesulitan tes COVID-19.

Salah satu yang banyak dikeluhkan adalah mahal tes COVID-19, baik rapid maupun polymerase chain reaction (PCR). Biaya rapid tes sempat melambung hingga Rp500.000 setelah ditetapkan sebagai syarat untuk bepergian menggunakan pesawat dan kereta api jarak jauh. 

Pemerintah kemudian membuat aturan batas tarif atas rapid tes sebesar Rp150.000. Namun, biaya untuk pemeriksaan mandiri swab tes dengan PCR masih dibiarkan ditentukan penyedia jasa. Biaya berkisar Rp1-3 juta.

Masyarakat terutama kelas bawah, yang ingin memastikan kondisi tubuh tentu tak sanggup. Plt Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Yankes Kemenkes) Abdul Kadir mengatakan tak bisa dimungkiri jasa tes PCR sebagai peluang bisnis.

“Jadi awal-awal laboratorium jumlahnya sedikit. Di sisi lain yang butuh banyak, maka berlaku hukum ekonomi. Pada saat demand tinggi, suplai kurang, harga pun tinggi,” ujarnya seperti dikutip dari SINDOnews, Senin (5/10).

Selain itu, Abdul Kadir mengungkapkan penyebab mahalnya tes PCR karena harga reagen cukup mahal pada masa awal pandemi COVID-19. Kini, Kemenkes dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menetapkan biaya paling mahal tes PCR sebesar Rp900.000.

Dia menjelaskan surat edaran menteri kesehatan mengenai aturan ini akan terbit hari ini, Senin (5/10/2020). Namun, Kemenkes kemungkinan menyerahkan pengawasan dan sanksi terhadap laboratorium dan rumah sakit yang melanggar kepada dinas kesehatan di wilayah masing-masing. 

Abdul Kadir menyebutkan dinas kesehatan bisa memberikan teguran hingga pembinaan terhadap penyedia jasa yang melanggar. “Bisa saja dicabutnya izinnya. Itu dinas kesehatan yang bisa melakukan. Tergantung bagaimana dinas kesehatan melakukan pembinaan,” tutupnya.