Kemensos Terus Upayakan Penyandang Disabilitas Mental Bebas Dari Pasung

ANP • Saturday, 10 Oct 2020 - 13:58 WIB

JAKARTA - Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Harry Hikmat mewakili Menteri Sosial RI hadir mengikuti kegiatan virtual konference yang diadakan oleh Human Right Watch dalam rangka hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang jatuh pada tanggal 10 Oktober 2020. Turut hadir dalam virtual konference tersebut Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Eva Rahmi Kasim, Wayan Sumartono dan Bagus Kamajaya (Shackling survivors), Ratnaboli Ray (Director) dan Anjali dari Mental Health Rights Organization (India), Andreas
Harsono (Indonesia Researcher, Human Right Watch) dan Kriti Sharma (Senior Reseacher, Disability Right, Human Right Watch) . Virtual konference yang bertemakan “Hidup dalam Pemasungan” menampilkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Human Right Watch tentang kehidupan penyandang disabilitas mental yang hidup dalam pemasungan.


Kriti Sharma dari Human Right Watch memaparkan hasil penelitian tentang kehidupan
penyandang disabilitas mental yang hidup dalam pemasungan di berbagai belahan dunia seperti India, Ghana dan termasuk Indonesia. Dalam laporannya disebutkan bahwa penyandang
disabilitas mental masih banyak yang hidup dalam pemasungan, mereka juga terabaikan dalam
pemenuhan kebutuhannya seperti makan, kebersihan dan kebutuhan lainnya serta cenderung
hidup dalam tindak kekerasan atau pengabaian oleh keluarganya.


Kriti Sharma mengatakan bahwa pemasungan harus segera diakhiri, Kriti Sharma meminta dunia internasional untuk segera mengakhiri pemasungan bagi penyandang disabilitas mental, kemudian memperbaiki pusat-pusat atau layanan-layanan disabilitas mental seperti lembaga-lembaga rehabilitasi dengan lebih melakukan pengawasan yang lebih ketat serta menguatkan masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan penyandang disabilitas mental dengan layanan berbasis masyarakat serta menghilangkan stigma negatif terhadap penyandang disabilitas mental.


Salah seorang pembicara dari Indonesia Yenni Rosa dari Perhimpunan Jiwa Sehat mengatakan bahwa Indonesia masih banyak penyandang disabilitas mental yang hidup dalam pemasungan. Kondisinya memperihatinkan, selain mereka kurang mendapatkan perhatian juga kebutuhan pernutrisi dan pengobatan sangat jauh dari layak. Yenni Rosa juga menceritakan tentang kehidupan penyandang disabilitas mental yang dia temui di tempat pengungsian terjadinya bencana alam di Kendari dan Aceh. Yenni Rosa menambahkan bahwa orang-orang yang mengalami disabilitas mental di Indonesia perlu adanya pelayanan-pelayanan tidak hanya di
pusat-pusat rehabilitasi, terutama terkait dengan perlunya penyediaan tempat tinggal bagi penyandang disabilitas mental serta jaminan sosial yang layak dan penanganan bencana yang inklusif bagi penyandang disabilitas. menurut Yenni Rosa meskipun Indonessia sejak tahun 2017 sudah melaksanakan bebas pasung tetapi bebas pasung itu hanya sekedar melepaskan
rantai orang yang dipasung dan memindahkannya ke tempat lain, tetapi tidak diikuti dengan adanya pendampingan dan pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-harinya.


Menjawab pertanyaan dari moderator Andreas Harso yang ditanyakan kepada pihak Kementerian Sosial terhadap situasi penyandang disabilitas mental, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Eva Rahmi Kasim mengakui bahwa memang kehidupan penyandang disabilitas mental masih banyak dalam pemasungan, namun bukan berarti pemerintah tidak melakukan upaya-upaya untuk mengatasi persoalan ODGJ/PDM tersebut melalui unit pelaksana teknis yang ada di Balai, yaitu BRSPDM Phalamartha Sukabumi, BRSPDM Margo Laras Pati, BRSPDM Dharma Guna Bengkulu dan BRSPDM Budi Luhur Banjarbaru. Eva Rahmi Kasim mengatakan sejak tahun 2017 Indonesia sudah mencanangkan Indonesia bebas pasung, gerakan ini melibatkan kerjasama antar kementerian dan lembaga, bahkan dituangkan dalam bentuk kesepakatan kerjasama antara Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, POLRI dan BPJS dalam penanganan upaya pembebasan pasung penyandang disabilitas mental yang diikuti dengan upaya-upaya pemberian layanan kesehatan dan pemberian jaminan sosial untuk  kelangsungan perawatan/pengobatan penyandang disabilitas mental. 


Eva Rahmi Kasim menambahkan sejak dicanangkannya Indonesia bebas pasung, sudah dibebaskan sekitar 3.441 orang dari seluruh Indonesia, mereka juga mendapatkan pengobatan serta upaya mendapatkan kartu indentitas untuk bisa akses kepada layanan-layanan lainnya. Kementerian Sosial RI juga melakukan/mendirikan Unit Informasi Layanan Sosial (UILS). UILS ini merupakan jembatan antara untuk mempersiapkan penyandang disabilitas mental yang baru keluar dari rumah sakit/perawatan untuk kembali ke keluarga dan masyarakat. Selain itu juga sedang berupaya untuk melakukan perbaikan standar-standar layanan rehabilitasi sosial. Lebih lanjut Eva Rahmi Kasim menyampaikan bahwa masih tingginya angka dalam pemasungan tidak terlepas dari pengaruh budaya masyarakat yang masih menganggap penyandang disabilitas mental sebagai perusuh yg mengganggu ketentraman orang lain. Oleh karena itu untuk menghapuskan pasung maka pendekatan bebas pasung harus menggunakan nilai-nilai budaya, medis dan layanan rehabilitasi sosial lainnya. (ANP)