Kemenkes: Kunci Utama Pengendalian COVID-19 Adalah Perilaku Disiplin 3M

ANP • Friday, 16 Oct 2020 - 10:48 WIB
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Achmad Yurianto menegaskan kembali bahwa kedisiplinan masyarakat terhadap penegakan protokol kesehatan adalah kunci utama dalam menekan penularan COVID-19, di Jakarta (16/10)

Jakarta  - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Achmad Yurianto menegaskan kembali bahwa kedisiplinan masyarakat terhadap penegakan protokol kesehatan adalah kunci utama dalam menekan penularan COVID-19. Pasalnya, pandemi COVID-19 merupakan Kedaruratan kesehatan masyarakat yang harus menjadi perhatian di seluruh dunia, disebabkn oleh penyakit menular yang bisa dicegah dan dikendalikan. 

“Paling depan adalah 3M, karena penyebabnya penyakit menular yang bisa dicegah. Rute penularan dari saluran nafas oleh karenanya yang dilindungi adalah pernafasan dengan masker,” kata Yuri. 

Yuri menjelaskan bahwa sinergi antara hulu dan hilir haruslah kuat. Pada segi hulu, masyarakat harus dilibatkan secara aktif melalui pemberdayaan guna meningkatkan kesadaran akan kegiatan promotif preventif, sementara pada bagian hilir, Pemerintah menyiapkan sistem kesehatan yang terpadu guna mengantisipasi terjadinya lonjakan pasien yang membutuhkan layanan kesehatan. 

Baca Juga

Kemenkes Terbitkan Surat Edaran Tarif Tertinggi Tes RT-PCR

“Sisi hulu (masyarakat) adalah menerapkan 3M atau saya menyebutnya sekarang 3W yakni wajib pakai masker, wajib menjaga jarak dan wajib mencuci tangan pakai sabun. Kalau hulunya bobol, maka Pemerintah mendahului dengan tracing yakni melacak kontak dekat yang positif, lalu setelah ditemukan di testing, kalau membutuhkan perawatan maka di treatment,” kata Yuri. 

Pihaknya menilai kasus terkonfirmasi saat ini adalah gambaran dari belum optimalnya penerapan 3M diseluruh tatanan kehidupan. Masih banyak masyarakat yang enggan memakai masker, ada juga yang memakai masker namun belum tepat seperti meletakkannya didagu serta tidak menutupi hidung dan mulut secara keseluruhan.

Dalam rangka kesiapsiagaan pemerintah mengantisipasi eskalasi pasien COVID-19 sebagai dampak dari belum masifnya penerapan protokol kesehatan, Kementerian Kesehatan terus berupaya menjaga dari segi hilir yakni ketercukupan layanan di RS untuk pasien yang jatuh sakit (BOR), meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang diukur pakai angka kematian (CFR), serta meningkatkan angka kesembuhan. Pemerintah juga melakukan audit terhadap RS terkait masih tingginya kasus kematian dibandingkan rata-rata angka kematian dunia. Dari audit tersebut menunjukkan bahwa banyak RS yang diisi oleh pasien dengan gejala ringan. 

“Kalau tanpa gejala ya bukan di RS, bisa ke pusat karantina milik pemda atau isolasi mandiri di rumah jika memungkinkan,” terangnya.

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal dalam upaya pengendalian COVID-29, Yuri menyebutkan fasilitas layanan kesehatan dan tenaga kesehatan tak luput dari perhatian pemerintah. Mereka seluruhnya terlibat dan tersebar sesuai dengan tugasnya, ada yg dilibatkan untuk merawat pasien, ada yang dilibatkan di laboratorium serta ada yang dilibatkan untuk tracing ditengah masyarakat. 

Lebih lanjut, kendati penyakit COVID-19 mudah menular, menurut Yuri pada prinsipnya hampir semua virus bersifat self-limiting disease yakni dapat sembuh dengan sendirinya. Mengingat saat ini belum ditemukan obat definitif COVID-19, maka kunci agar recovery dapat berlangsung dengan cepat yakni menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh. Obat-obat tertentu hanya diberikan kepada pasien dengan penyakit penyerta (komorbid) untuk mengontrol penyakitnya. Oleh karena itu, ia berharap pandemi COVID-19 dapat dijadikan sebagai momentum untuk meninggalkan pola hidup lama menjadi gaya hidup baru yang lebih sehat termasuk bilama vaksin definitif COVID-19 telah ditemukan.

“Vaksin hanya melindungi kita dari kemungkinan sakit, tetapi tidak melindungi kita dari kemungkinan terpapar virus. Yang melindungi dari paparan adalah masker,” ucapnya.

Di Indonesia, untuk menciptakan kekebalan komunitas setidaknya vaksinasi harus dilakukan kepada 165 juta orang. Apabila vaksinasi dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 orang artinya dibutuhkan 330 juta vaksin. Dengan jumlah yang sangat besar tersebut, tidak memungkin produsen dapat memproduksi dalam satu waktu mengingat semua negara juga membutuhkannya. Untuk memenuhinya, produksi vaksin akan dilakukan secara bertahap. 

“Tidak bisa dipenuhi semua, namun perlahan, karena yang butuh vaksin semua negara. Dari 330 juta itu baru bisa tercapai seluruhnya sekitar Januari 2022,” tutur Yuri.

Belum diketahui secara pasti berapa lama kekebalan tubuh bisa terbentuk, namuj para ahli memperkirakan 6 sampai 24 bulan pasca vaksinasi. (ANP)