Aliansi Kebangsaan Dorong Iptek Untuk Pembangunan Sektor Pangan

ANP • Friday, 16 Oct 2020 - 22:00 WIB

JAKARTA - Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan strategis, baik ditinjau dari segi ekonomi, politik maupun sosial. Oleh karena itu, membangun ketahanan pangan nasional harus terus diupayakan utamanya melalui pembangunan sektor pertanian. Membangun sektor pangan dengan cara-cara konvensional hanya akan menghasilkan tingkat kesejahteraan yang lamban. Karena itu, pembangunan sektor pangan nasional harus dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Kita memahami bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi telah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma perekonomian dunia, yang semula berbasiskan pada sumber daya (resource based economy) menjadi perekonomian yang berbasiskan pengetahuan (knowledge based economy), dimana pengetahuan dan teknologi menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam pertumbuhan dan kemandirian ekonomi,” kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo pada Fokus Group Discussion Mengukuhkan Kebangsaan yang Berperadaban: Menuju Cita-Cita Nasional dengan Paradigma Pancasila yang digelar secara virtual, Jumat (16/10/2020).

FGD bertema Gerakan Transformasi menuju Ekonomi Pengetahuan tersebut menghadirkan sejumlah narasumber seperti Prof Ahmad Erani Yustika, FRI Unibraw, Dr. sc. Ir Aiyen Tjoa, anggota Akademi Ilmuan Muda Indonesia, Robert Muda Hartawan, BPP HIPMI, dan Ir Bambang Priambodo, Deputi Bappenas 2019-2020.

Menurut Pontjo, saat ini kekuatan suatu bangsa diukur dari kemampuan Iptek sebagai faktor primer ekonomi menggantikan modal, lahan dan energi untuk peningkatan daya saing. Karenanya, peningkatan kapasitas Iptek adalah kunci sukses meraih daya saing yang sangat menentukan kemandirian ekonomi suatu bangsa.

Model ekonomi berbasis pengetahuan, lanjut Pontjo, juga dapat menstimulasi kreativitas dalam penerapan pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kekayaan dan lingkungan alam dapat didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup suatu bangsa.

Oleh karena itulah, World Bank menaruh perhatian untuk mengukur dan memonitor perkembangan model ekonomi ini dengan menggunakan The Knowledge Economy Index (KEI) melalui empat pilar yang menjadi dasar penilaiannya.

Pontjo mengingatkan bahwa transformasi perekonomian dunia menuju Ekonomi Pengetahuan pasti akan terus berlanjut, sejalan dengan kemajuan teknologi. Masalahnya, apakah bangsa ini akan berdiam diri hanya menjadi penonton dari transformasi tersebut sehingga terus menerus menjadi konsumen teknologi atau kita juga menjadi pemain aktif di dalamya? Tentu pilihannya terpulang dari bangsa ini.

“Seharusnyalah bangsa ini terus berusaha mengejar ketertinggalan teknologi, apalagi kita sudah bertekad menjadi Negara maju pada tahun 2045. Sebab tanpa penguasaan teknologi, mustahil Indonesia akan mampu membangun kemandirian ekonomi dan bersaing di tingkat global,” jelas Pontjo.

Namun hal yang harus tetap dijaga bahwa transformasi ekonomi ini tidak boleh bergerak liar tetapi harus tetap dalam tuntunan nilai-nilai Pancasila demi kemakmuran inklusif dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Diakui Pontjo, negara-negara dengan kekayaan alam yang berlimpah sekalipun sudah menyadari bahwa suatu saat kekayaan alamnya akan habis. Sementara kekayaan intelektual manusia, apabila dikelola dengan baik, akan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kualitas hidup suatu bangsa.

“Jadi sekarang national power, kedayasaingan, kemakmuran sebuah bangsa, tidak lagi ditentukan oleh “endowment factor” seperti sumber daya alam, iklim, letak geografi, dan lainnya,  akan tetapi sangat ditentukan oleh “advanced factor” yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi,” tukasnya.

Sementara itu Ketua Forum Rektor Indonesia Prof Dr Satria dalam sambutan pengantarnya menjelaskan untuk mewujudkan  knowledge based economy, Indonesia harus melakukan lompatan-lompatan inovasi untuk mengejar ketertinggalan dengan negara-negara Asean lainnya. Meski saat ini kita hidup pada masa pandemi Covid-19 yang berakibat pada krisis ekonomi.

“Lompatan inovasi termasuk dalam bidang pangan merupakan keniscayaan di tengah krisis,” jelas Prof Arif.

Senada juga dikemukakan Ketua AIPI Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro. Menurutnya, selama puluhan tahun, kita terlena dengan kekayaan sumber daya alam. Akibatnya pembangunan yang dilakukan juga lebih banyak mengandalkan sumber daya alam (resource based economy).

“Padahal ekonomi yang bersandar pada kekayaan alam hanya akan memberikan nilai tambah sedikit bagi kesejahteraan masyarakat,” katanya.

Karena itu, persaingan masa depan, dimana negara-negara mengembangkan kemampuan teknologi, maka mau tidak mau Indonesia juga harus mulai memasuki knowledge based economy. Tujuannya agar kita terlepas dari jebatan middle income atau jebakan pendapatan menengah. (ANP)