UU Cipta Kerja Belum Atur Detail Transportasi Udara

AKM • Saturday, 17 Oct 2020 - 22:30 WIB

Jakarta - Pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja terus menimbulkam pro kontra  antara pemerintah, DPR dan masyarakat. Salah satu perbedaan diantranya terkait pengaturan transportasi udara atau penerbangan yang berkualitas bagi masyarakat.

Pakar Hukum Universitas Tarumanegara (Untar) Prof Dr Ahmad Sudiro, S.H.,M.H. mengatakan bahwa UU Omnibus Law yang baru saja disahkan DPR seharusnya di revisi dan memasukkan transportasi udara atau penerbangan dalam UU secara lebih konprehensif dan berkeadilan.

Menurut pria kelahiran Indramayu tersebut seharusnya UU Omnibus Law memasukkan masalah penyelenggaraaan penerbangan dalam klaster tranportasi dan seharusnya diatur lebih detail.

"Misalnya memuat tanggung jawab produsen pesawat jika terjadi kesalahan produk menyangkut penyelesaian dan kerugian,” kata Sudiro dalam pidato pengukuhannya sebagaji Guru Besar Ilmu Hukum Untar dengan tema “Transformasi Politik Hukum Keadilan Sebagai Epicentrum Model Penyelesaian Ganti Kerugian Terhadap Konsumen Jasa Penerbangan, Jakarta, Sabtu (17/10/2020).

Ahmad Sudiro menambahkan bahwa negara harus melindungi dan menjamin setiap warga negaranya dalam UU Omnibus Law penerbangan.

"Oleh karena itu maka perlu dilakukan review tentang UU tersebut, memasukan revisi UU yang mengatur terkait dengan masalah bagaimana para penumpang atau ahli waris mendapat perlindungan apabila melakukan gugatan jika terjadi cacat produk kecelakaan penerbangan," katanya.

UU penerbangan saat ini hanya mengatur bagaimana tanggung jawab operator terhadap pengguna jasa penerbangan tetapi bagaimana tanggung jawab produsen pesawat belum ada ketentuanya.

Prof Ahmad Sudiro menilai secara umum Undang-Undang Omnibus Law sudah baik. Karena UU tersebut bertujuan mengharmonisasikan puluhan UU yang tersebar dari sisi subtansi dan saling tumpang tindih dan bertentangan sehingga tidak selaras.

"Maka pemerintah ingin bagaimana ini dilakukan dalam satu rumah besar yang namanya Omnibus Law dalam konteks UU sehingga ini menjadikan review yang dianggap menjadi lebih efisien dan efektif," tuturnya. (AKM)