LIPI: Perangkat Ekologis untuk Penilaian Kesehatan Perairan Darat

FAZ • Wednesday, 21 Oct 2020 - 09:09 WIB

Jakarta - Indonesia memiliki perairan darat dengan luas diperkirakan mencapai 13.351.080 ha, yang terdiri atas 1.804.080 ha danau alam dan buatan dan 11.947.000 ha perairan sungai, rawa, dan lahan gambut.

Seiring peningkatan dampak aktivitas antropogenik pada lingkungan perairan darat, maka diperlukan metode atau alat yang efisien untuk menilai kondisi aktual atau tingkat perubahannya.
 
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI, Ocky Karna Radjasa, mengatakan, perairan darat seperti halnya perairan laut banyak dimanfaatkan untuk kepentingan makhluk hidup, namun memiliki keterbatasan daya dukung untuk memenuhi kebutuhan manusia.

“Salah satu misi LIPI adalah mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk konservasi dan pemanfaatan Sumber Daya berkelanjutan. Oleh karena itu LIPI melalui Pusat Penelitian Limnologi berkewajiban memberikan kontribusi ilmiah dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perairan darat,” jelasnya.

“Dalam hal ini perangkat ekologis menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penilaian kondisi perairan darat selain berbasis perangkat fisika dan kimia,” tambahnya.
 
Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Jojok Sudarso, mengungkapkan, aktivitas antropogenik yang berada di daerah tangkapan air seringkali dilaporkan menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem akuatik.

”Salah satu biota akuatik yang terdampak oleh aktivitas antropogenik di daerah tangkapan air adalah organisme makrozoobentos. Hewan tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai indikator biologi perairan,” tuturnya.

Dirinya menjelaskan, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh hewan tersebut, ternyata hewan ini relatif unggul sebagai tools untuk evaluasi kualitas lingkungan dibandingkan biota akuatik lainnya seperti: ikan, plankton, dan sebagainya.

“Oleh sebab itu dimasa mendatang merupakan suatu peluang yang besar untuk dikembangkanya biokriteria dari hewan ini guna disesuaikan dengan kondisi ekoregion setempat,” tandas Jojok.

Sementara itu, Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI lainnya, Gunawan Pratama Yoga, menjelaskan, kajian toksisitas bahan pencemar terhadap biota di perairan darat penting dilakukan.

“Kajian toksisitas tersebut dilakukan guna menilai resiko keberadaan bahan pencemar bagi sumber daya hayati perairan darat.” terangnya.

Ia menambahkan, melalui kajian toksisitas dapat ditentukan nilai ambang batas suatu bahan pencemar yang dapat ditolerir oleh biota perairan darat.

"Kajian toksisitas terhadap biota-biota endemik di Indonesia penting dilakukan untuk mengetahui tingkat toleransinya dalam menerima beban pencemar yang semakin tinggi di perairan darat Indonesia sehingga dapat dijaga kelestariannya sepanjang masa,” pungkasnya.