Perlu Kerjasama Wujudkan Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca

ANP • Monday, 26 Oct 2020 - 17:14 WIB

JAKARTA - Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) kembali mengadakan webinar The Energy Insight (The Ensight) untuk kedua kalinya pada hari Sabtu, 24 Oktober 2020. The Ensight ini disiarkan langsung pada saluran resmi YouTube PYC dengan topik “Rethinking Energy-Climate Relations in Indonesia”. Narasumber yang diundang adalah dua orang yang mumpuni dalam isu iklim dan lingkungan, yaitu Tiza Mafira, Associate Director dari Climate Policy Initiative (CPI), dan Beni Suryadi, Project Manager of ASEAN Climate Change and Energy Project (ACCEPT) dari ASEAN Center of Energy (ACE).

Webinar diawali dengan kuis selama 15 menit dengan pertanyaan yang berkaitan dengan topik webinar. The Ensight secara resmi dibuka dengan sambutan dari Ketua PYC, yaitu Filda C. Yusgiantoro.

Ketua PYC, Filda C. Yusgiantoro menyatakan,bahwa tujuan dari The Ensight adalah sebagai wadah aspirasi bagi para pemerhati sektor energi, khususnya bagi anak muda Indonesia. The Ensight dikembangkan dari acara PYC bernama “Millenial Talks” yang telah dilaksanakan sejak berdirinya PYC pada tahun 2016, kemudian diubah menjadi format webinar pada masa pandemi.

"Millenial Talks ini telah digelar sejak tahun 2016, namun karena pandemi Covid-19, kini dilakukan secara webdinar," tegas Ketua PYC, Filda C. Yusgiantoro, di Jakarta, Sabtu (24/10/2020).

Webinar dilanjutkan dengan pemaparan dari kedua narasumber, yang pertama Tiza Mafira. Ia merupakan lulusan dari Harvard Law School dengan spesialisasi pada bidang climate change dan carbon trading. Tiza juga merupakan salah satu inisiator Gerakan Diet Kantong Plastik Indonesia.

Dalam pemaparannya, Tiza menyatakan bahwa krisis iklim dapat memberikan dampak yang sangat luas seperti ketahanan pangan, perekonomian, hingga isu sosial. Ia juga menjelaskan bahwa dua jenis carbon pricing, yaitu carbon tax dan carbon trading perlu dikaji apabila hendak diterapkan di Indonesia.

"Opsi carbon trading seperti skema cap & trade dan skema carbon offset lebih memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia," katanya.

Sementara itu, Beni Suryadi, seorang profesional sektor energi dengan pengalaman lebih dari 10 tahun dan saat ini merupakan Project Manager dari proyek pertama ASEAN yang mengintegrasikan sektor energi dan isu perubahan iklim. Ia menjelaskan bahwa isu climate change mayoritas secara global seolah-olah menjadi tanggung jawab kementerian lingkungan semata. Padahal menurutnya, jika dikaji lebih mendalam, sektor lain pun memiliki andil yang besar terhadap isu tersebut.

"Skema carbon pricing bisa dimanfaatkan sebagai sumber pendanaan proyek-proyek energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia. Namun hal ini perlu dirancang secara matang dan dikaji dengan serius. Krisis iklim ini merupakan krisis kita bersama," tambahnya.

Dari hasil diskusi selama dua jam yang dipandu oleh I Dewa Made Raditya Margenta, salah satu peneliti dari PYC, dapat disimpulkan bahwa isu climate change memiliki kaitan yang erat dengan sektor energi.

Pemerintah perlu memastikan bahwa misi penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) bukan merupakan misi yang bersifat sektoral, melainkan sebuah misi bersama. Oleh karena itu, sektor atau kementerian terkait perlu bergandengan tangan dan berkomitmen agar penerapan sebuah kebijakan dapat menjadi lebih efektif dan efisien untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi penerus bangsa. (ANP)