Penggunaan Gawai Tinggi, Pekerja Migran Indonesia Butuh Literasi Media

MUS • Tuesday, 10 Nov 2020 - 07:02 WIB

Jakarta - Permasalahan Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak semata soal perlindungan hukum selama di negara penempatan. Salah satu yang juga krusial adalah pendampingan yang berkesinambungan agar buruh migran lebih berdaya, termasuk dalam pemanfaatan gawai sebagai media komunikasi selama bekerja di negara tempatan.

Situasi ini terungkap pada kegiatan webinar sebagai bentuk Diseminasi Hasil Penelitian Dasar Untuk Terapan tim Peneliti Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta, pada Minggu (8/11) lalu. Webinar ini bertajuk 'Komunikasi Berbasis Online PMI di Malaysia Dalam Pengelolaan Keuangan Bersama Keluarga'. Tim peneliti yang terdiri atas Nani Muksin, Amin Shabana dan Amin Tohari memaparkan temuan menarik hasil penelitian selama 2 tahun sejak 2018. Hadir pula sebagai pembicara Atase Tenaga Kerja KBRI Malaysia, Budhi H. Laksana.

Pada pemaparannya, Nani Muksin menjelaskan bahwa hasil penelitian ini berlokus di Penang dan Kuala Lumpur. Salah satu temuan yang disampaikan yaitu model komunikasi menggunakan gawai oleh PMI berlangsung resiprokal dengan kolega dan keluarga di kampung halaman.

“Penggunaan gawai menjadi media hiburan yang sangat intens dilakukan PMI, khususnya yang bekerja di sektor  formal," imbuhnya. Pada temuan lebih lanjut disampaikan bahwa isi pesan yang dibicarakan dengan keluarga masih seputar kebutuhan hidup dan mengobati rasa rindu karena berada jauh dari kampung halaman.

PMI formal bekerja di Ladang (Perkebunan), Kilang (Pabrik), sedang informal sebagai asisten rumah tangga. Berdasarkan laporan Kementerian Dalam Negeri Kerajaan Malaysia tahun 2015, jumlah PMI adalah yang terbesar di Malaysia. Tercatat, 728.870 pekerja atau 39% adalah PMI, disusul oleh Nepal (24 persen), Bangladesh (13 persen) and Myanmar (7 persen).

Sementara itu Amin Shabana menyampaikan bahwa penelitian ini dilakukan dengan wawancara 
kepada 17 PMI, yang terdiri atas 14 PMI perempuan dan 3 PMI pria. Berdasarkan data yang disajikan, jumlah PMI perempuan di Malaysia masih mendominasi sekitar 70% berbanding 30% PMI pria.

Pada data yang dipaparkan, Amin mengungkapkan perbedaan antara PMI perempuan dan PMI pria tentang pengelolaan keuangan, pemanfaatan gawai dan isi pesan komunikasi.

Terkait pengelolaan keuangan, ternyata pengetahuan semua PMI masih sangat rendah terkait melek keuangan. Misalnya, kedua kelompok PMI melakukan tabungan dari sisa gaji setelah dikurangi pengeluaran rutin dan wajib setiap bulan. "Hanya saja PMI perempuan lebih disiplin dalam menyisihkan sisa gaji untuk ditabung dibanding PMI pria," ungkap Amin.

Sementara terkait pemanfaatan gawai, PMI perempuan lebih komunikatif dibandingkan pria. Mereka lebih sering melakukan kontak dengan keluarga inti di kampung. “Tidak saja untuk berkomunikasi dengan kerabat, PMI perempuan juga lebih aktif menggunakan gawai dalam bermedia sosial dibanding kelompok pria. Rata-rata mereka update status lebih dari 1 kali dalam seminggu. Sayangnya isi update masih seputar kehidupan pribadi saja. Media sosial yang paling banyak digunakan yaitu facebook dan Instagram," jelasnya.

Perbedaan lain yang ditunjukkan yaitu besaran remitansi yang dikirim. Dengan rata penghasilan mulai dari 1.300 MYR-2.300 MYR, PMI perempuan lebih besar mengirim uang dibanding pria, yaitu rata-rata 800 MYR atau sekitar 2,5 juta perbulan. “PMI perempuan juga lebih detail dan bawel menanyakan penggunaan uang oleh keluarga sesuai peruntukkannya dibanding pria yang  lebih cuek dan tidak tentu mengirim,” tegas Amin.

Atase Tenaga Kerja KBRI Malaysia, Budhi H. Laksana mengamini temuan yang disampaikan dengan menyatakan bahwa PMI bisa menghabiskan hampir 50 persen gajinya untuk kuota pulsa. Budi juga sepakat pekerja migran asal Indonesia di Malaysia memerlukan literasi keuangan agar lebih bisa memanfaatkan penghasilannya secara optimal.

Terkait dengan situasi pandemi Covid-19, Budi menambahkan pemerintah setempat masih menutup ”pintu” bagi kedatangan orang asing,  terutama yang ingin bekerja. Pemerintah Malaysia mengizinkan jika ada pekerja migran yang akan beralih bidang, seperti dari pekerja konstruksi menjadi buruh di ladang.

Terakhir, tim peneliti telah membuat tools berisi literasi keuangan yang bisa  diakses melalui gawai PMI. Tools tersebut berupa website pmicerdas.org, media sosial di facebook page dan Instagram, serta prototype pengelolaan keuangan sederhana yang dapat diakses di android oleh para PMI.(Set)