Masa Covid 19, Museum Kembangkan Kunjungan Virtual dan Aktivitas Interaktif

AKM • Sunday, 15 Nov 2020 - 15:41 WIB

Jakarta - Sekretaris Balitbang dan Perbukuan, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaaan (Kemendikbud), Suhadi mengatakan, di masa krisis seperti saat ini, seluruh lapisan masyarakat harus saling memotivasi dan menguatkan agar kreativitas dan inovasi di museum tetap berjalan meski di tengah berbagai tantangan. Adapun bentuk kreativitas yang marak dilakukan adalah layanan digital.  

“Keadaan sudah berubah karena pandemi. Maka tugas kita di Kemendikbud adalah memastikan anak-anak tetap mendapat layanan pendidikan, termasuk layanan museum. Siswa ke museum ini turut membentuk karakter Pelajar Pancasila. Maka, mari kita berperan agar anak-anak tetap bisa ke museum secara virtual dan mari kita buat museum menarik agar mereka mau berkunjung,” jelas Suhadi dalam diskusi secara daring, di Jakarta.

Senada dengan itu, Museolog Universitas Indonesia, Kresno Yulianto berpendapat. beberapa pengelola museum sudah beradaptasi menjalankan strategi digital, misalnya dengan membuat kunjungan virtual, blog, dan interaksi di internet. Namun, ia meyakini museum harus membuat tim manajemen krisis yang lebih integratif. 

Pandemi dinilai Kresno, membuat komunikasi terputus sehingga museum butuh tim manajemen krisis dan kehumasan, terutama untuk komunikasi eksternal ke publik. Menurutnya, sektor humas dalam kondisi ini sangat menentukan. Museum harus makin gencar mengembangkan media digital interaktif yang menjangkau banyak orang.

“Jangan lupa siapa media partner museum dan community relations dengan masyarakat. Itu harus dijaga,” tegasnya pada kesempatan yang sama. 

Kresno mencontohkan, museum dapat menjalankan fungsi sosial (charity) dengan berbagai komunitas nonprofit sebagai bentuk tanggung jawab sosial atau menggandeng seniman-seniman untuk membuat masker dan dijual. 

“Buat yang unik-unik, dan pegang basis data pengunjung. Promosikan terus bahwa museum aman dikunjungi dengan protokol kesehatan. Seperti Museum Macan yang selalu promosi museum bisa dikunjungi secara digital. Jadi, publik juga tidak merasa hak berkunjung ke museum dikurangi,” ucapnya memberi saran.

Lebih lanjut, Pengajar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung, Windy Gambeta mengakui, teknologi digital seperti Artificial Intelligence (AI) dan augmented reality akan membantu museum menjalankan layanan menarik. 

“Di kampus, pada masa pandemi, semua dosen disuruh membuat video belajar dan diunggah ke YouTube. Dosen-dosen yang banyak pengikutnya, kontennya bisa dimonetisasi. Museum bisa membuat kanal YouTube. Pasti ada dana, tapi konten pameran bisa disimpan di YouTube dan bisa dikelola untuk pemasaran museum dan mendapat pemasukan,” tutur Windy mencontohkan. 

Di sisi lain, Peneliti Ahli Muda, Puslitjak, Balitbangbuk, Irna Trilestari menyorot beberapa sajian virtual beberapa museum yang dinilainya masih kurang komunikatif dan ada distorsi. “Pesan yang diinginkan tidak sampai. Maka museum harus bersinergi dengan semua stakeholders. Biasanya, pemangku kepentingan akan senang hati kalau museum membutuhkan mereka,” kata Irna. 

Praktik baik museum yang proaktif dan memanfaatkan teknologi digital dilakukan oleh Museum Listrik dan Energi Baru. Koordinator Bidang Program Publik, Museum Listrik dan Energi Baru Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Adang Suryadana menyampaikan, “Di Museum Listrik, kami mempelajari apa saja yang relevan tentang listrik dari pelajaran di SD, SMP, dan SMA. Sehingga, kami menampilkan apa yang dipelajari dan dibutuhkan anak-anak di sekolah, dan kita desain menarik agar siswa antusias,” ujar Adang. 

Adang menjelaskan, pihaknya melakukan promosi kepada kepala sekolah agar konten Museum Listrik disebarkan pada ponsel anak-anak. Selain itu, ia juga konten yang berguna dan menarik untuk guru seperti tips komunikasi dan membuat presentasi digital. Di dalamnya ada lomba mewarnai juga sehingga orangtua menyambut baik kegiatan ini. “Ini namanya Museum Goes to School.  Dengan modal kamera dan kuota yang tidak terlalu mahal, sebenarnya museum bisa berkreasi untuk menarik minat,” jelasnya.  

Sepakat dengan pernyataan sebelumnya, Kepala Museum Kebangkitan Nasional, Agus Nugroho mengatakan, ia juga telah memanfaatkan teknologi digital untuk virtual tour. “Ini diapresiasi masyarakat,” imbuhnya. 

Berikutnya, Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMIDA), DKI Jakarta, Yiyok Herlambang mengulas kondisi museum di Jakarta. Dijelaskan Yiyok, komunikasi selama masa pandemi tetap berjalan secara dalam jaringan (daring). Ada 81 museum di Jakarta yang terlibat dalam musyawarah bersama pemerintah dan masyarakat.

“Kami juga konsultasi ke beberapa kampus dan berinovasi aktif dengan pameran virtual, misalnya pada Hari Museum Indonesia ke-5 pada 12 Oktober lalu. Diskusi, webinar, dan pameran daring tetap kami lakukan. Ini menjaga harapan dan museum-museum tetap aktif,” tutur Yiyok. 

Kepala Museum Nasional, Siswanto juga sepakat dengan penuturan Yiyok. Museum Nasional terus melakukan sosialisasi, utamanya menyasar ke sekolah-sekolah. Siswanto menyampaikan bahwa banyak murid yang mengungkapkan kerinduannya berkunjung ke museum. 

“Maka tantangan ini kami jawab. Apalagi di Museum Nasional sekarang sedang pameran benda-benda legendaris dan bersejarah Pangeran Diponegoro yang baru dikembalikan Belanda,” jelas Siswanto. 

Namun begitu, ia mengakui pihaknya butuh bantuan dalam pembuatan konten digital. “Jujur, kami kekurangan SDM. Kami punya materi, tapi membuat konten itu agak lama. Kami harap generasi milenial mau berkolaborasi dengan tetap menaati aturan,” tambah Siswanto. 

Sebagai informasi, saat ini Indonesia memiliki 439 museum di 34 provinsi. Sejak pandemi, survei UNESCO pada Mei 2020 menunjukkan, 90% dari sekitar 85 ribu museum di seluruh dunia menghentikan layanan kunjungan wisatawan secara fisik ke museum. Hal ini berdampak pada keberlangsungan museum itu sendiri, terutama museum-museum yang dikelola swasta dan perorangan, yang pendanaannya bergantung sepenuhnya dari kunjungan wisatawan. (AKM)