Studi UMJ: Optimalisasi Jaringan Komunikasi Penting dalam Pemberdayaan Ekonomi 160 ribu PMI di Hong Kong

MUS • Monday, 23 Nov 2020 - 12:53 WIB

Jakarta - Hong Kong merupakan salah satu negara tujuan favorit bagi Pekerja  Migran Indonesia (PMI) di berbagai daerah. Selain iming gaji yang lebih besar, faktor Pemerintah Hong Kong yang cenderung lebih dapat menghargai Hak Asasi Manusia menjadi keuntungan yang dirasakan Pekerja Migran.

Menurut catatan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong, saat ini jumlah WNI mencapai lebih dari 170 ribu, dimana 160 ribu orang merupakan PMI. Salah satu keuntungan tersebut yaitu kelonggaran penggunaan media komunikasi smart phone dan waktu libur setiap akhir pekan.

Selain berkomunikasi dengan keluarga, PMI Hong Kong juga sangat aktif menggunakan gawai untuk berbagai tujuan selama bekerja di sana. Sehingga membentuk jaringan komunikasi yang beragam. Sayangnya, situasi tersebut belum optimal dikembangkan dalam mengembangkan potensi PMI Hong Kong.

Hal itu terungkap dalam hasil penelitian yang dipaparkan tim peneliti FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta yang disampaikan Ahad (22/11). Penelitian mengambil tema Komunikasi Berbasis Online Pekerja Migran Indonesia (PMI) Hongkong dengan Keluarga, dalam Pengelolaan Finansial dilakukan sejak 2018.

Tim peneliti terdiri dari Nani Nurani Muksin, Amin Shabana, dan moderator Mohammad Amin Tohari. Penelitian ini didanai Kemenristek/BRIN dengan lokus di Hongkong, Malaysia, Lombok dan Mataram.

Pada paparan yang disampaikan disebutkan, literasi keuangan sangat penting bagi PMI Hong Kong. Mereka diharapkan bisa memperbaiki taraf ekonomi keluarganya agar lebih sejahtera.

Karena itu selama merantau penghasilan yang diperoleh harus dikelola dengan baik. Penghasilan yang dikirim ke tanah Air hendaknya dikelola dengan baik untuk pendidikan anak, membeli sawah, rumah atau usaha produktif.

"Pengetahuan pengelolaan keuangan ini sangat penting, sehingga mereka tidak perlu bolak-balik sampai belasan tahun mengadu nasib ke luar negeri dengan menjadi PMI," kata Nani.

Lebih jauh Nani mengungkapkan, tidak sedikit PMI yang penghasilannya habis untuk kebutuhan keluarganya di kampung halaman atau sekedar memenuhi gaya hidup di perantauan. Penghasilan yang diperoleh tidak disisihkan untuk ditabung. Uang tabungan hanya dana sisa dari penghasilan setelah kebutuhan yang dinilai penting telah terpenuhi. Sehingga saat pulang ke Tanah Air, mereka tidak memiliki tabungan yang cukup atau usaha mandiri untuk melanjutkan hidup.

Masalah literasi keuangan ini, menurut Amin, dapat teratasi jika PMI mengoptimalkan ponsel dan akses internet yang dimiliki. Potensi ini sangat mungkin melihat biaya komunikasi yang 
dikeluarkan PMI Hong Kong untuk berkomunikasi mencapai anggaran Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta perbulan. Penggunaan ponsel pintar oleh PMI dilakukan untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak dengan karakteristik pesan yang berbeda-beda.

"Kami mengidentifikasi pola komunikasi berbasis mobile phone ini membentuk beberapa cluster jaringan komunikasi oleh PMI. Sehingga bila semua cluster ini dioptimalkan untuk pemberdayaan, maka yang mendapatkan keuntungan PMI Hong Kong sendiri," katanya.

Peran berbagai pihak dalam cluster yaitu keluarga, perwakilan pemerintah, sesama PMI, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dsb sangat penting dalam jaringan komunikasi ini.

“Individu-individu dalam cluster harus memiliki kesadaran yang sama untuk terus menyampaikan pentingnya pemberdayaan PMI dalam setiap komunikasi yang terjadi, termasuk pemberdayaan ekonomi. Jangan sampai justru PMI terjebak hal negative, misalnya tergoda meminjam uang dari rentenir yang sering masuk melalui gawai mereka,” ungkap Amin lebih jauh.

Berdasarkan temuan dari riset yang dilakukannya, tidak sedikit PMI yang dikejar-kejar debt collector dari dana yang dipinjamnya. Tragisnya selain dihantui sejumlah utang, dana yang harus dikembalikan juga mencapai tiga kali lipat dari uang yang dipinjamkannya.

Meski demikian, tim peneliti menyampaikan bahwa PMI di Hongkong secara hukum terlindungi aturan yang baik. Pemerintah setempat memperhatikan masalah hak azasi PMI seperti hak libur pekerja. PMI Hong Kong aktif menggunakan hari libur mereka dengan berkumpul di Victoria Park dengan menggelar berbagai kegiatan misalnya pasar kaget.

Pada saat itu beraneka-ragam produk khas Indonesia dapat ditemui, mulai dari makanan, pakaian hingga jasa lainnya. Sementara itu KJRI Hong Kong mengungkapkan bersama lembaga keuangan perbankan di Hong Kong telah memberikan pelatihan terkait literasi keuangan. Pola yang dilakukan PMI untuk memperoleh tambahan uang bisa dilakukan melalui jasa perbankan.

"Ketentuan gadai paspor di Hong Kong tidak diperbolehkan karena paspor dokumen perjalanan bukan untuk kepentingan lain," kata Konsul Protokol dan Konsuler KJRI Hong Kong, Wendi Budi Raharjo.

Kasus serupa juga dialami pekerja asal Filipina, Myanmar dan Kamboja. Pihak KJRI selalu siap memberikan pendampingan secara hukum bagi semua PMI baik yang resmi maupun ilegal.

"Penempatan PMI di Hongkong sudah establish, agen sudah jelas, ada job order, sehingga pekerja ilegal bisa dikurangi. Seharusnya awareness sudah bisa dilakukan sejak PMI masih berada di Indonesia," kata Wendi.

Hasil dari penelitian ini sendiri antara lain media komunikasi yang berisi pengetahuan pemberdayaan ekonomi khususnya pengelolaan keuangan yang dibutuhkan PMI. Beberapa media komunikasi yang dapat diakses oleh PMI dan jaringan komunikasinya yaitu website pmicerdas.org, fanpage PMICerdas, Instagram PMICerdas dan aplikasi keuangan di android.(Set)