Perundungan Terhadap Anak dan Pencegahannya

MUS • Tuesday, 24 Nov 2020 - 18:00 WIB

Jakarta - Perundungan atau "bullying" masih sering kita temui hingga sekarang. Hal ini biasanya terjadi di lingkungan sekolah dan tempat anak-anak bermain. Kondisi inilah yang diangkat sebagai tema Webinar MNC Trijaya, "Mencegah dan mengatasi perundungan pada anak", Selasa (24/11/2020).

Ada lima pembicara yang berargumen tentang pencegahan perundungan. Mereka ialah Kepala Sekolah SMA Labschool Cibubur, Dr. Ali Chudori, Direktur Rumah Konseling Muhammad Iqbal, pakar media sosial UIN Jakarta Dr. Ruli Nasrullah, pengamat pendidikan Dr. Clara Yanthy Pangaribuan, dan Staf Perlindungan Anak Unicef Indonesia, Derry Fahrizal Ulum. Webinar ini masih berkaitan dengan peringatan hari anak sedunia yang jatuh pada tanggal 20 November 2020.

Perundungan di lingkungan sekolah terjadi karena salah satu anak memiliki power yang lebih kuat daripada anak yang menjadi korban perundungan. Dampak yang terjadi nyata bagi korbannya, bisa berupa luka fisik ataupun psikologis yang berlarut-larut hingga sang korban dewasa. Dampak terparahnya, korban perundungan bisa nekad mengakhiri hidupnya.

Faktor anak menjadi korban perundungan adalah karena dorongan guru dan orang tua yang terlalu mengedepankan nilai kognitif. Hal itu membuat anak kehilangan banyak hal yang seharusnya mereka dapatkan.

"Salah satunya adalah anak-anak yang lemah, sekarang orang tua dan guru selalu mengedepankan nilai, akhirnya anak-anak ini berkacamata tebal (pintar dan dapat rangking) tetapi badannya kurus kering tidak pernah olahraga, letoy dan loyo inilah akhirnya menjadi sumber Bullying," kata Direktur Rumah Konseling, Muhammad Iqbal.

Di tingkat sekolah banyak anak korban perundungan tidak melaporkan apa yang mereka alami. Menurut Staf Perlindungan Anak Unicef Indonesia, Derry Fahrizal Ulum, hal itu terjadi karena banyak anak yang tidak puas dengan penyelesaian masalah yang dilakukan pihak sekolah, serta tidak ada efek jeranya bagi pembully.

"Satu Bullying tidak dianggap penting oleh orang dewasa (guru). Alasan kedua penanganannya yang mungkin tidak tepat yang guru lakukan," ujar Derry Fahrizal Ulum.

Dari hasil riset Programme for Internasional Students Assessment (PISA) yang dipaparkan Derry, sebanyak 41,1% murid di Indonesia mengalami perundungan. Data itu juga diperkuat dengan paparan yang disampaikan Kepala Sekolah Labschool Cibubur Dr Ali Chudori, bahwa Indonesia menduduki peringkat kelima negara tertinggi dengan murid yang mengalami perundungan di bawah Pilipina, Brunei, Dominika, dan Maroko.

Untuk menghindari perundungan di tingkat sekolah, tentunya diperlukan lingkungan sekolah yang nyaman dan mampu membuat aturan yang memberi efek jera bagi pelaku.

"Ketika anak anak itu masuk tanamankan value-value ini daerah (sekolah) bebas perundungan. Kalau terjadi ada konsekuensinya, ketika pertama kali masuk value-value anti perundungan ini harus dibangun karena lagi-lagi, yang membuat mereka melakukan itu apa? Rekan sebaya dan pengaruh ikut-ikutan," Kata Iqbal. (Han)