Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia 2020: Bersatu Perkuat Sistem Pangan dan Sejahterakan Peternak

ANP • Tuesday, 24 Nov 2020 - 21:45 WIB

Jakarta — Mengkahiri Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia 2020 atau World Antimicrobial Awareness Week (WAAW) yang berlangsung 18-24 November, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama dengan FAO Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases (FAO ECTAD) dan didukung oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) mengadakan acara puncak perayaan bertema “Bersatu Perkuat Sistem Pangan dan Sejahterakan Peternak” di Semarang, Jawa Tengah, Selasa, 24 November 2020.
 
Peringatan tahunan WAAW bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan resistensi antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) di sektor peternakan. Salah satu produk antimikroba yang paling dikenal adalah antibiotik, yang seharusnya hanya digunakan untuk mengobati penyakit, namun disalahgunakan untuk pencegahan penyakit dan memacu pertumbuhan  ternak. Penggunaan yang tidak tepat dan tidak sesuai anjuran dokter hewan dapat menciptakan bakteri yang resistan, sehingga antimikroba tidak lagi efektif untuk menyembuhkan penyakit.
 
Mengangakat tema “Bersatu Perkuat Sistem Pangan dan Sejahterakan Peternak” dalam perayaan WAAW kali ini dilakukan dengan pendekatan One Health yaitu kerjasama semua stakeholder antara Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, FAO ECTAD Indonesia, WHO, USAID bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur serta Pinsar Petelur Nasional untuk memperkuat tekad  pengendalian resistensi antimikroba yang dapat mengancam kesehatan global, keamanan pangan, dan kesejahteraan peternak dan masyarakat.
 
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Nasrullah, menyampaikan bahwa  pihaknya memiliki peran penting dalam mencegah laju resistensi antimikroba. Untuk itu, ia mengatakan Kementan akan bersiaga dan membuka diri untuk mempersiapkan berbagai program, kegiatan, dan penguatan regulasi bersama Kementerian dan Lembaga serta stakeholders terkait.
 
"Kami akan menyiapkan rencana strategis serta peta jalan dalam upaya memerangi resistensi antimikroba. Kami berharap langkah-langkah ke depan akan lebih kuat dan terpadu dalam kerangka kerja Kesehatan Terpadu atau One Health," ujarnya menyambut Acara Puncak WAAW 2020.
 
“Resistensi antimikroba terjadi di sini dan saat ini. Dalam pengendaliannya, [resistensi antimikroba] AMR bukan hanya permasalahan mandiri sektor kesehatan hewan — karena penanganan antimikroba yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit menular pada hewan mungkin sama dengan yang digunakan untuk manusia. Bakteri resisten yang timbul pada hewan, manusia, atau yang tersebar di lingkungan dapat menyebar dari satu ke yang lain, tanpa mengenal batasan hewan-manusia. AMR juga tidak mengenal batasan geografis mengingat laju perdagangan internasional yang pesat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan ‘One Health’ yang melibatkan multisektor, ” ujar Team Leader FAO ECTAD Indonesia, Luuk Schoonman.
 
Direktur Kantor Kesehatan USAID Indonesia Pamela Foster mengatakan, “Pemerintah Amerika Serikat, melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), telah bermitra selama lebih dari 14 tahun untuk memajukan kemandirian Indonesia dalam pengendalian dan pencegahan penyakit, dan, baru-baru ini, untuk mengendalikan resistensi antimikroba (AMR). USAID bekerja bersama Pemerintah dan rakyat Indonesia untuk memperkuat kapasitas Indonesia dalam mengatasi muncul dan menyebarnya AMR, membangun ketangguhan kesehatan, serta meningkatkan stabilitas dan kemakmuran.”
 
Pemecahan Rekor MURI Perolehan NKV dan Keterlibatan Pelaku Usaha
Salah satu cara untuk pemutusan resistensi antimikroba dalam produk pangan asal ternak, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengeluarkan Permentan No. 11/2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) Unit Usaha Produk Hewan, sebagai pengganti Permentan No. 381/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. NKV adalah sertifikat jaminan keamanan pangan asal ternak  yang telah memenuhi persyaratan higiene-sanitasi dan implementasi biosekuriti di peternakan.
 
Beberapa perubahan di Permentan 11 tahun 2020 antara lain: penandatangan NKV dilakukan oleh Pejabat Otoritas Veteriner, penambahan jenis unit usaha produk hewan baik pangan maupun non pangan menjadi 21 jenis, persyaratan dan pengangkatan auditor NKV oleh Gubernur, serta adanya pengaturan sanksi terhadap pelaku unit usaha produk hewan yang tidak mengajukan permohonan NKV dan yang tidak memenuhi persyaratan.
 
Tahun ini, tuan rumah  perayaan puncak WAAW 2020 pada sektor Kesehatan Hewan, di propinsi Jawa Tengah. Terdapat capaian yang luar biasa yaitu mendapatkan penghargaan MURI sebagai provinsi dengan perolehan Sertifikat NKV terbanyak untuk Budidaya Unggas Petelur  sebanyak 20, memecahkan rekor yang tahun lalu dari Propinsi Lampung yaitu sebanyak 14 sertifikasi NKV.
 
“Sertifikasi NKV adalah bukti komitmen kita bersama dalam menjamin keamanan pangan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) untuk masyarakat. Dengan adanya sertifikasi NKV ini Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jawa Tengah memberikan jaminan pangan yang baik untuk dikonsumsi masyarakat.  Harapannya akan semakin banyak produk pangan asal ternak yang mempunyai sertifikat NKV,” kata Ir. Lalu Muhamad Syafriadi, M.M, Kadis Peternak dan Kesehatan Hewan Propinsi Jawa Tengah saat menerima penghargaan MURI.
 
Sebanyak 20 sertifikasi NKV diberikan kepada peternak ayam petelur (layer) yang telah mengimplementasikan peternakan dengan Biosekuriti 3 Zona, dimana area peternakan dibagi menjadi 3 area berdasarkan tingkat risiko penularan penyakit: zona merah yaitu area luar atau zona kotor dengan risiko penularan tinggi, zona kuning yaitu area transisi diantara zona merah dan zona hijau, sedangkan zona hijau adalah area bersih dengan akses terbatas dimana kawanan ayam berada.
 
“Daripada menyalahgunakan antimikroba yang menghabiskan waktu, tenaga dan biaya, lebih baik mempraktekkan biosekuriti 3-zona dari FAO dan Kementerian Pertanian yang dapat memutus rantai resistensi antimikroba dan menguntungkan bagi peternak. Penerapan biosekuriti 3-zona yang benar dan konsisten mengurangi penyebaran penyakit sehingga pertumbuhan ternak optimal, meningkatkan produksi, dan mengurangi pengeluaran untuk pengobatan dan desinfeksi. Ini akan memberikan lebih banyak manfaat,” bagi Robby Susanto, Dewan Pengawas Pinsar Petelur Nasional. (ANP)